Kolaborasi FSRD ITB dan DILANS demi Kesetaraan Hak Disabilitas dan Lansia

Oleh Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita


BANDUNG, itb.ac.id - Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung (FSRD ITB) dan Pergerakan Disabilitas dan Lanjut Usia (DILANS) Indonesia menjalin kolaborasi untuk terwujudnya kesetaraan hak penyandang disabilitas dan lansia.

Dekan FSRD ITB, Dr. Andryanto Rikrik Kusmara, S.Sn., M.Sn., mengatakan bahwa ilmu, akses, hingga fasilitas, merupakan hak yang setara bagi setiap manusia. ITB, kata beliau, terus melangkah menjadi kampus yang inklusif. Karena itu, prinsip-prinsip inklusi, kesetaraan, pertukaran pandangan, pengalaman, dan pengetahuan menjadi dasar kolaborasi dengan DILANS Indonesia.

Beliau mengatakan bahwa FSRD, fakultas yang juga bergerak di bidang kemanusiaan, berperan mengimplementasikan perluasan pengetahuan dan bentuk nyata yang berdampak langsung terkait inklusivitas.

"Pada dasarnya desain itu untuk meningkatkan kualitas hidup manusia, siapapun dan di manapun tidak terkecuali yang terkendala," ujarnya saat ditemui dalam kegiatan Open Lecture "Kreasi Gagasan dan Investasi/Inkubasi Sosial sebagai suatu Gerakan: Pengalaman DILANS Indonesia", yang menghadirkan Presiden DILANS Indonesia, Farhan Helmy, sebagai pembicara, di Design Center FSRD ITB, Kamis (21/09/2023).

Beliau mengaku, organisasi DILANS Indonesia yang paling memiliki kompetensi untuk menjadi partner mendalami bidang desain yang terkait dengan disabilitas.

"Karena itu, kolaborasi dengan DILANS untuk membangun satu dimensi baru tentang pengetahuan bagaimana desain dan disabilitas ini bisa berkembang," katanya.

Sementara itu, Presiden DILANS Indonesia, Farhan Helmy, mengatakan bahwa kolaborasi dengan FSRD ITB menjadi yang pertama dilakukan oleh organisasi tersebut dengan lembaga pendidikan.

Beliau menegaskan bahwa kolaborasi yang dijalin bukan tentang siapa yang jadi objek dan subjek. Oleh sebab itu, DILANS terlibat secara aktif untuk perumusan dan juga berbagai riset dengan FSRD ITB.

"Kita sama-sama setara merumuskannya dan itu mutual benefit bagi keduanya," ujarnya.

Di sisi lain, DILANS yang melakukan riset-riset tersendiri dan bergerak di ranah praktis, kata beliau, juga bergantung pada resources dari perguruan tinggi yang memiliki berbagai aspek demi mendukung terciptanya kesetaraan hak penyandang disabilitas dan lansia.

Dalam pelaksanaan kolaborasi tersebut, ada beberapa hal yang diusulkan bersama. "Kita tidak mau dijadikan objek. Kita bareng-bareng mengumpulkan data bersama-sama, biar saya paham juga apa yang ada di universitas. Secara bersamaan, perguruan tinggi paham situasi yang di lapangan," katanya.

Dengan adanya kolaborasi ini, beliau berharap ada kurikulum universal di ITB dan ada program yang lebih khusus di FSRD tentang disabilitas. "Jadi orang kalau mau belajar desain tentang disabilitas dan lansia itu hanya ada di FSRD ITB," tuturnya.

Sebelumnya, Penandatanganan Nota Kesepahaman Bersama antara FSRD ITB dengan DILANS Indonesia dilakukan pada Sabtu (10/06/2023). Ruang lingkup Nota Kesepahaman Bersama ini meliputi:

1. Pengembangan sains, pengetahuan, dan desain universal;

2. Penelitian dan pengelolaan pengetahuan (knowledge management) terkait dengan desain kebijakan, inovasi, dan rekayasa sosial berbasis kesetaraan gender, disabilitas, dan inklusi sosial (GEDSI);

3. Penyusunan rekomendasi kebijakan, inovasi, dan rekayasa sosial;

4. Dialog untuk penguatan wacana publik dan diseminasi hasil-hasil penelitian;

5. Advokasi dan pengarusutamaan kebijakan, inovasi dan rekayasa sosial berbasis GEDSI.

Salah satu tindak lanjut kolaborasi tersebut yakni program Sumur Bandung Inclusive District. Dengan adanya program tersebut, akan dilakukan berbagai eksperimen berbasis kawasan di Kecamatan Sumur Bandung. Kawasan tersebut akan menjadi paltform kolaborasi terkait sarana prasarana untuk mobilitas dan aksesibilitas penyandang disabilitas dan lansia sebagai penilaian kondisi dan ajuan kebijakan yang inklusif.

"Diharapkan, kawasan tersebut menjadi tempat yang menuai pengetahuan tentang aksesibilitas dan kawasannya harus jadi lebih baik (bagi lansia dan penyandang disabilitas)," ujar Dr. Andryanto Rikrik Kusmara, S.Sn., M.Sn.

Adapun Farhan Helmy berharap adanya pengaruh pada perubahan perilaku masyarakat secara umum dengan adanya Sumur Bandung Inclusive District.

"Yang didorong itu kan perubahan perilaku sistemik dan melembaga. Sistemik itu berarti semua aspek. Lembaga itu nanti orang-orang punya komitmen ke situ (sadar akan inklusif), baik warga, pemerintah, dan sebagainya," katanya.

Reporter: M. Naufal Hafizh

Editor: M. Naufal Hafizh


scan for download