AAPG SC ITB: Pentingnya Manajemen dan Kepemimpinan di Bidang Energi

Oleh Teguh Yassi Akasyah

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Kamis (02/04/15), bertempat di Ruang Hilmi Panigoro, Gedung Geologi lantai 2, ITB Student Chapter of American Associations of Petroleum Geologists (AAPG SC ITB) mengadakan seminar "Management and Leadership in Energy Industry" dengan pembicara Abdul Hamid Batubara, yang sekarang menjabat sebagai Presiden Komisaris Chevron Indonesia sejak tahun 2014. Pada seminar tersebut, beliau juga berbagi pengalamannya dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi selama bergabung dengan Chevron dan penyelesaiannya  yang cenderung out of the box  kepada 40  mahasiswa ITB dari berbagai jurusan.

Andi Hobby Maruli Hutasoit  (Teknik Geologi 2013) selaku ketua dari seminar ini mengatakan bahwa acara ntersebut merupakan salah satu bentuk program rutin yang dilakukan oleh AAPG SC ITB sebagai media belajar para anggota mereka. Hal ini didasarkan atas kebutuhan kemampuan soft skill seperti integritas, etika kerja, kepemimpinan dan sebagainya yang kelak dibutuhkan saat bekerja selain materi kuliah.  "Melalui seminar ini, diharapkan para peserta  akan lebih siap dalam menghadapi dunia kerja yang  sebenarnya," tambah Andi.

Pentingnya Departemen R&D

Abdul Hamid Batubara, sering disapa Ucok, berpendapat bahwa departemen Research and Development (R&D) harus dimiliki oleh sebuah perusahaan energi. Tidak optimalnya departemen R&D di perusahaan migas nasional merupakan salah satu alasan kenapa perusahaan, seperti Pertamina, tidak dapat menyaingi perusahaan multinasional, seperti Exxon ataupun ConocoPhillips, yang melakukan riset secara kontinu. R&D dibutuhkan untuk menjaga teknologi agar tidak berhenti berkembang.  

Sebenarnya, Indonesia memiliki Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) yang merupakan badan penelitian dan pengembangan ESDM milik pemerintah yang beroperasi dalam bidang hulu migas. Dalam keberjalanannya, Lemigas diharapkan dapat mengimbangi perusahaan Negara dengan perusahaan asing tersebut. Adanya lembaga seperti ini mampu meningkatkan kualitas dari hasil produksi milik negara sendiri. "Lemigas seharusnya dapat diberdayakan dan disinergiskan dengan perusahaan minyak dan gas nasional," jelas Ucok.

Keuntungan PSC Untuk Negara

Kebanyakan orang menganggap bahwa pengelolaan migas oleh perusahaan asing merugikan negara. Namun, anggapan itu salah, karena berdasarkan PSC (Production Sharing Contract), seluruh risiko ditanggung oleh kontraktor, dan pembagian keuntungan didasarkan pada rasio 85:15 dimana 85% untuk negara, sedangkan 15% untuk kontraktor. Bahkan bagi Chevron, yang memiliki PSC paling tua dengan Indonesia, rasio pembagian keuntungan adalah 88:12.

Semenjak 2009 hingga 2013, sekitar 2 miliar dollar terbuang akibat gagalnya eksplorasi dari sumber energy tersebut. Tidak sedikit perusahan multinasional, seperti ConocoPhillips, Murphy, Exxon Mobil, Hess, mengalami hal tersebut. Kerugian ini tidak ditanggung sama sekali oleh negara, melainkan oleh perusahaan itu sendiri. Dari sinilah PSC dikatakan sangat menguntungkan bagi Indonesia.

 

Oleh:

Agastya Bagaskara, Yasmin Aruni, Sarah Azzahwa.
ITB Journalist Apprentice 2015 
 


scan for download