Kuliah Umum SBM: Perbankan Syariah

Oleh Krisna Murti

Editor -

Kuliah umum SBM Sabtu, 28 Mei 2005 kemarin mengangkat tema mengenai perbankan Syariah. Hadir sebagai lecturer, Adiwarman Azwar Karim, pendiri Karim Business Consulting. Dalam kuliah tamu ini, Karim memberikan pengantar singkat mengenai sistem perbankan syariah. Dua konsep dasar dalam aturan perjanjian dalam Islam adalah wa’ad dan akad. Wa’ad adalah perjanjian satu pihak. Pengingkaran terhadap wa’ad tidak bisa dituntut. Sementara itu, akad adalah kontrak. Dalam akad, dua pihak saling berjanji sehingga ikatan terhadap persetujuan itu kuat. Karena wa’ad saja tidak kuat secara hukum, maka dalam perbankan syariah, wa’ad diubah menjadi wa’ad ala wa’ad (promise over promise). Dalam wa’ad ala wa’ad, terdapat dua pasal janji. Pasal pertama berhubungan dengan apa janji itu sendiri; pasal kedua berhubungan dengan apa konsekuensinya bila janji itu tidak dilakukan. Selanjutnya Karim juga menjelaskan mengenai peta finansial islam. Dalam Islam, baik wa’ad maupun akad dapat dibagi menjadi dua klasifikasi besar yaitu, kontrak yang mencari keuntungan (tijarah) dan yang tidak mencari keuntungan (tabarru). Dua sisi inilah yang menjadi sifat unik perbankan syariah. Di satu sisi, perbankan syariah memiliki sisi sosial (tijarah), di sisi lain, juga memiliki sisi sosial (tabarru). Pada sisi tijarah, terdapat dua klasifikasi lagi, ’natural certain contract’ (NCC) dan ’natural uncertain contract’ (NUC). Sementara itu, pada sisi tabarru, ada tiga pengelompokkan, meminjamkan uang, meminjamkan tenaga, dan memberi. Karim menjelaskan satu per satu tiap klasifikasi peta finansial islam itu, diawali dengan dua dasar pembiayaan perbankan syariah: NCC dan NUC. NCC berdasar pada teori pertukaran (theory of exchange) dan bertujuan mencari keuntungan. Nama umum dari NCC adalah bay’ (bahasa Inggris: buy). Kepastian dalam NCC harus meliputi empat hal, yaitu: kepastian jumlah, kepastian kualitas, kepastian harga, dan kepastian waktu pengantaran. Sementara itu, NUC berdasarkan pada teori pencampuran (theory of venture). Syarat NUC, harus memiliki ketidakpastian dalam perjanjiannya, misalnya ketidakpastian dalam bisnis. Nama umum NUC adalah syarikah (bahasa Inggris: share). Karena NUC memang secara alami harus memiliki unsur ketidakpastian, sementara itu di sisi lain bank syariah harus menjaga agar tetap profit, maka pembiayaan NUC oleh bank syariah hanya akan membiayai kontrak kerja yang ’highly predictable’, ’relatively fixed’, dan sudah memiliki pembeli (’standby buyers’). Pada sisi tabarru, perbankan syariah tetap mendapatkan keuntungan dengan cara menggabungkan beberapa konsep akad dalam syariah sekaligus tanpa melanggar konsep sosial itu sendiri. Di akhir kuliah, Karim menyemangati para mahasiswa yang hadir bahwa yang ia berikan sekarang hanya kulit luar perbankan syariah. ”baru iq’ra satu doang,” serunya. Beliau mengingatkan bahwa sudah banyak korporasi perbankan multinasional yang melirik konsep perbankan syariah dan melakukan implementasi syariah yang sangat kompleks, jauh lebih kompleks dari berbagai produk syariah bank-bank nasional. Karenanya, Karim mengingatkan agar harus mau belajar lebih mendalam mengenai konsep-konsep perbankan syariah. Secara khusus, beliau menyarankan perlunya pembelajaran yang mendalam mengenai islamic risk assessment dan islamic derrivative product. Dalam mempelajari konsep syariah, beliau memberi pesan, ”jangan cuma dihapalkan, kuasai akar-akar fikih, semuanya itu hanya matematika semata.”

scan for download