ITB dalam Abad Baru bagi Indonesia Baru
BANDUNG, itb.ac.id—Dalam rangka memperingati 100 tahun Institut Teknologi Bandung dan Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia (PTTI), ITB menyelenggarakan talkshow bertema Indonesia Bicara: ITB dalam Abad Baru bagi Indonesia Baru pada 2 Juli 2020 yang disiarkan di TVRI Nasional pukul 19.00-20.00 WIB. Acara tersebut merupakan bentuk kerja sama ITB dengan Ikatan Alumni ITB dan TVRI Nasional, didukung juga oleh Salam Ganesha.
Talkshow tersebut terbagi ke dalam dua sesi. Sesi pertama mengangkat tema Transformasi Pendidikan di Era "New Normal" dengan pembicara yaitu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim, B.A., M.B.A., Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., Co-Founder dan COO Sekolah.mu Radinka Qiera, S.T., MIT Student dan Founder Pelita Muda Nyoman Anjani, S.T., dengan moderator Prof. Dr. Ir. I Gede Raka.
Sesi kedua mengangkat tema Kewirausahaan dan Industri Berbasis Teknologi. Talkshow ini akan diisi oleh pemateri di antaranya Ketua Ikatan Alumni ITB Ridwan Djamaluddin Ph.D., Founder Pinhome Dayu Dara Permata, S.T., Founder CEO PT. Mega Andalan Kalasan Buntoro dan Co-Founder CEO Nusantics Sharlini Eriza Putri, S.T., M.Sc. Pada sesi kedua ini, juga akan mengundang narasumber melalui Skype dan Zoom yaitu Dr. (HC), Apt. Nurhayati Subakat selaku Founder PT. Paragon Tech Innovation dan Riandita Andra, S.T., M.Sc. sebagai Ph.D. Candidate KTH Royal Institute of Technology, Swedia. Sesi kedua ini dipandu oleh Ir. Dwi Larso MSIE, Ph.D.
Pada sesi pertama, Prof. Gede Raka menyampaikan bahwa terdapat tiga tantangan bagi Bangsa Indonesia di masa pandemi COVID-19. “Tantangannya adalah beradaptasi dengan kondisi di tengah pandemi. Selain itu kita juga harus membangun ekonomi, dan yang terakhir adalah membangun SDM Indonesia untuk menjadi insan yang tangguh serta dapat memanfaatkan teknologi. Yang jadi pertanyaan adalah apa yang harus kita lakukan dan bagaimana melakukan hal tersebut?” ujarnya.
Menurut Mendikbud Nadiem Makarim, pandemi COVID-19 memberikan pukulan keras di berbagai sektor. Kampus merdeka bisa menjadi jalan lahirnya lulusan yang berdaya saing, kreatif, memiliki ketahanan mental, dan peduli terhadap sesama.
“Kampus merdeka juga memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk mengembangkan jiwa kewirausahaan sesuai dengan perkembangan teknologi dan kebutuhan zaman. Melalui wirausaha, mahasiswa akan mengenal ekosistem profesional secara langsung dan belajar untuk mengatasi problematikanya sebelum mengarungi lautan bebas yang penuh gelombang,” ujar Nadiem. Ia juga mengajak para wirausahawan untuk bangkit bersama dan gotong royong menghasilkan karya yang lebih kreatif.
Nyoman Anjani, menggarisbawahi bahwa ada yang penting dalam dunia pendidikan selain memenuhi protokol kesehatan, yakni memaksimalkan komunikasi antara mahasiswa dan dosen dalam kuliah daring. “Institusi pendidikan, salah satunya ITB perlu memastikan kuliah daring berjalan dengan baik, ada dialog komunikasi dua arah antara dosen dan mahasiswa. Budaya diskusi dan aktif perlu dilakukan,” tuturnya.
Sementara itu Rektor ITB Prof. Reini Wirahadikusumah menyimpulkan bahwa fenomena great decoupling dalam dunia kerja atau meningkatnya penggunaan teknologi pintar yang dapat melampaui kecerdasan manusia sehingga berdampak pada penurunan tenaga kerja manusia, sangatlah memiliki hikmah. “Teknologi memudahkan namun menghadirkan tantangan baru. Kesenjangan yang lebar seperti great decoupling disebabkan karena tidak meratanya penetrasi teknologi ke semua kalangan,” tuturnya.
Prof. Reini berpendapat bahwa manusia tidak akan against the technology, namun akan maju bersama dengan melakukan pemberdayaan teknologi. “Respons ITB terkait hal ini adalah melakukan penyelarasan keilmuan sains dan teknologi dengan sosial humaniora. Adanya iklim bisnis dan tatanan sosial yang inovatif sangat berguna dalam menghasilkan SDM unggul. Maka dari itu, ITB akan membuka diri, membuka askes pendidikan untuk putra daerah seluruh Indonesia. Tak hanya itu, dosen dan mahasiswa jika perlu harus belajar dari luar negeri,” paparnya.
Prof. Reini menyampaikan bahwa ITB akan selalu menyempurnakan learning system secara dinamis untuk mencetak lulusan yang memiliki kesadaran untuk selalu belajar, mampu berkomunikasi, transdisiplin, memahami masalah kompleks, kolaborasi tim, serta terlibat dalam masalah sosial di Indoensia.
Kewirausahaan dan Industri Berbasis Teknologi
Sementara itu, pada sesi kedua tentang kewirausahaan dan industri berbasis teknologi, Nurhayati Subakat menyampaikan pengalamannya ketika membangun usaha. Berawal dari home industry 35 tahun lalu dengan dua orang pekerja dan saat ini telah mencapai ribuan pekerja dengan luas lahan pabrik berpuluh hektar. Menurutnya kunci sukses sebuah usaha adalah kerja sama yang baik antara senior dan junior yang disebut dengan collective leadership dan akan membentuk corporation startup di mana perusahaan berkembang pesat seperti startup dengan tetap menjalankan bisnis GCG.
Untuk membentuk value seperti itu, diperlukan lima karakter yang harus dikembangkan sejak mahasiswa yaitu ketuhanan (jujur, bertanggung jawab, dan menebar kebaikan), kepedulian (menjungjung tinggi kebersamaan dan menebar kebaikan), kerendahan hati (saling menghormati dan terus belajar), ketangguhan (berani, pantang menyerah, ulet, dan disiplin), dan inovatif (visioner, gesit, dan responsif). Ia memaparkan, kendala untuk industri kosmetik terletak pada bahannya yang masih impor, sehingga diperlukan kerja sama dengan perguruan tinggi dalam penelitian untuk mengembangkan bahan lokal.
Pada akhir acara talkshow, Dwi Larso mengatakan optimismenya bahwa industri nasional akan bangkit dengan perjuangan dari seluruh kalangan. Perguruan tinggi salah satunya ITB, menurutnya siap menyediakan talenta termasuk para entrepreneur baru yang berasal dari kampus dan mendukung perkembangan teknologi.
Reporter: Billy Akbar Prabowo (Teknik Metalurgi, 2016) dan Diah Rachmawati (Teknik Industri, 2016)
scan for download