Memahami Aktivitas Gunung Ruang: Bahaya Tsunami, Erupsi Dahsyat, dan Prediksi 2036

By Anggun Nindita

Editor Anggun Nindita

Ilustrasi gunungapi (Dok.Unsplash)

JATINANGOR, itb.ac.id - Gunung Ruang yang terletak di Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang Biaro (Sitaro), Sulawesi Utara, Kembali erupsi pada Selasa (30/4/2024).

Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menetapkan stasus Awas pada Gunung Ruang. Menurut keterangan resmi PVMBG, tercatat 15 kali gempa guguran, 425 kali gempa vulkanik dalam, 237 gempa vulkanik dangkal, 6 kali gempa tektonik jauh, dan 15 kali gempa tektonik lokal.

Akibat adanya erupsi itu, sebanyak tujuh bandara di Sulawesi pun terpaksa ditutup, termasuk Bandara Internasional Sam Ratulangi di Kota Manado, Sulut.

Ahli vulkanologi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr. Mirzam Abdurachman, S.T., M.T., telah melakukan diskusi dengan Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), mengenai erupsi Gunung Ruang tersebut.

Menurutnya erupsi Gunung Ruang adalah bagian dari serangkaian erupsi yang terjadi bersamaan dengan beberapa gunung api lainnya di Indonesia, termasuk Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Marapi, dan Gunung Lewatolo. Hal ini menunjukkan kompleksitas aktivitas vulkanik di Indonesia.

Jalur Busur Vulkanik
Sebagai informasi, perlu diketahui bahwa, Indonesia memiliki empat jalur gunung berapi (busur vulkanik) yang terbentuk di atas lempeng tektonik. Jalur-jalur ini, ketika dilihat dari atas, membentuk lengkungan atau busur.

Empat busur vulkanik di Indonesia adalah Busur Sunda, Busur Banda, Busur Halmahera, dan Busur Sangihe-Selebes. Gunung Ruang terletak di ujung utara Sulawesi Utara, mengarah ke Filipina, dan termasuk dalam Busur Sangihe-Selebes. Menariknya, dalam waktu yang berdekatan, beberapa gunung api lain di Indonesia juga mengalami erupsi.

Pertama, gunung-gunungapi yang terletak dalam busur vulkanik yang sama, seperti Gunung Merapi, Semeru, dan Marapi, cenderung mengalami erupsi bersamaan. Hal ini ibarat busur vulkanik yang bertindak sebagai "Event Organizer". Lantaran mereka dipengaruhi oleh interaksi lempeng tektonik yang sama.

Kedua, gunungapi yang berada di busur vulkanik berbeda, seperti Gunung Lewatolo dan Ruang, dapat meletus bersamaan karena memiliki interval letusan yang berdekatan. Kesamaan waktu letusan ini merupakan fenomena alamiah yang tidak selalu terkait dengan interaksi lempeng tektonik.

Namun, beberapa busur ini sudah tidak relevan dan belum diperbarui, sehingga perlu dilakukan pemutakhiran data untuk memahami interkoneksi gunung api dengan lebih baik dan meningkatkan akurasi prediksi letusan.

Dok.ITB/Dr. Mirzam Abdurachman, S.T., M.T.

Penyebab Erupsi
Gunungapi meletus ketika keseimbangan dalam dapur magma terganggu, yang melibatkan tiga proses kritis, yakni di bawah, di dalam, dan di atas dapur magma.

Perlu diketahui, di bawah dapur magma, terjadi injeksi magma baru karena pergerakan lempeng tektonik, yang serupa dengan menambahkan air ke botol yang sudah penuh, yang pada akhirnya dapat menyebabkan tumpahnya magma.

Di dalam dapur magma, terjadi proses pendinginan magma yang menghasilkan kristalisasi, menciptakan ketidakseimbangan yang jika tidak terkendali dapat memicu erupsi. Meskipun ada pola dan siklus yang dapat diprediksi, terdapat juga faktor tak terduga seperti keruntuhan dinding dapur magma, seperti yang terjadi dalam kasus letusan Gunung Ontake di Jepang.

Di atas dapur magma, meskipun tidak secara langsung terhubung dengan tubuh gunung api, faktor eksternal seperti pelelehan es di puncak gunung (seperti yang terjadi di Gunung Fuji), badai (seperti pada Gunung Pinatubo), gelombang laut (seperti pada Gunung Gamalama), dan gempa bumi dapat memicu letusan.

Dampak Letusan Gunung Ruang
Pada saat gunung berapi erupsi bahaya yang terjadi terbagi menjadi dua yaitu bahaya primer (yang terjadi langsung saat erupsi terjadi) seperti aliran lava panas, wedus gembel, efek balistik, abu vulkanik, gas beracun, dan lahar. Ada pula bahaya sekunder (post eruption), terjadi setelah erupsi gunung api, seperti banjir bandang, tsunami, hujan asam, perubahan iklim, dan polusi atmosfer.

Sementara Gunung Ruang, yang terletak di tengah laut, memiliki beberapa potensi bahaya yang perlu diwaspadai.

"Pertama, potensi tsunami dapat terjadi apabila material longsor masuk ke laut atau jika lereng gunung api runtuh, Kedua, letusan Gunung Ruang dapat mengeluarkan aliran lava dan piroklastik panas.Ketiga, abu vulkanik yang dihasilkan erupsi dapat mengganggu kesehatan pernapasan dan merusak ekosistem di sekitarnya," ujarnya.

Selain itu, terdapat pula fenomena kilatan petir yang muncul saat erupsi merupakan hal yang umum terjadi. Kilatan ini disebabkan oleh gesekan partikel-partikel yang terlontar dari gunung api.

Penyebab Terjadinya Petir pada Letusan Gunung Ruang
Lantas, mengapa terdapat fenomena petir saat letusan Gunung Ruang?

Menurut Dr. Mirzam, hal tersebut sebenarnya umum terjadi ketika ada aktivitas gunungapi. “Explosive dengan kecepatan tinggi, maka yang tadinya senyawa a dan b akan putus menjadi a plus dan b minus, atau dalam konteks yang lebih kecil skala atom. Adanya tekanan yang tinggi itu, elektron-elektron tersebut dipaksa keluar, sehingga menjadi elektron bebas. Ketika sudah ada elektron bebas atau b minus tersebut, maka itu adalah cikal bakal syarat utama terbentuknya petir. Lalu ketika elektron bebas sudah ada, maka selanjutnya petir akan terjadi,” ungkapnya.

Partikel-partikel yang terlontar, ucapnya, dapat terlontar dengan kecepatan tinggi kemudian bergesekan satu sama lain yang akhirnya menghasilnya muatan listrik.

“Jadi peristiwa gemuruh petir yang terjadi saat gunung api erupsi merupakan hal yang biasa, ini hanya menunjukan eksplosivitas yang tinggi saja,” tuturnya.

Siklus Letusan Gunung Ruang
Gempa bumi yang terjadi di Pulau Doi pada tanggal 9-14 April 2024, diikuti dengan erupsi Gunung Ruang pada tanggal 16 April, membuka peluang untuk memprediksi letusan gunung berapi dalam jangka panjang.

Berdasarkan data letusan Gunung Ruang dari tahun 1808 hingga 1940, Dr. Mirzam menemukan pola siklus letusan dengan rata-rata 32,25 tahun. Analisis data ini menunjukkan bahwa letusan kuat tidak terjadi setiap tahun, dan tercatat pada tahun 1810, 1817, 1840, 1870, 1904, 1905, dan 1940. Jika pola ini berlanjut, letusan kuat berikutnya diprediksikan terjadi antara tahun 1972 dan 2036.

Namun, perlu diingat bahwa pola ini tidak selalu tepat dan letusan besar dapat terjadi di luar periode prediksi. Hal ini terlihat pada tahun 2002 dan 2004, di mana terjadi letusan besar yang tidak sesuai dengan pola 32,25 tahun.

Sehingga, menurutnya kita perlu selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya letusan sisa rentang periode 2004-2036. "Dua gempa kemarin yang diikuti erupsi Gunung Ruang sudah menjadi pertanda akan isi perut gunung ruang yang belum dikeluarkan sepenuhnya pada prediksi letusan periode 2004," ucapnya.

Sejarah Letusan Gunung Ruang
Setelah adanya kejadian erupsi kembali pada 30 April 2024, PVMBG pun mengimbau masyarakat agar waspada terhadap potensi dari tsunami. Adanya peringatan ini karena adanya material erupsi yang runtuh dan masuk ke dalam laut.

Ternyata, catatan sejarah menunjukan, pada tahun 1871, erupsi Gunung Ruang telah mengakibatkan terjadinya tsunami dengan tingkat kekuatan letusan atau Volcanic Explosity Index (VEI) sebesar 2. Sekitar 400 orang dilaporkan meninggal dunia akibat bencana tersebut. Tsunami yang terjadi diakui sebagai tsunami vulkanik, yaitu jenis tsunami yang disebabkan oleh aktivitas vulkanik.

Berdasarkan long term prediction, diprediksi erupsi besar Gunung Ruang selanjutnya adalah pada 2036. Akan tetapi, prediksi erupsi besar sebelumnya yaitu pada 2004 tidak terjadi, sehingga ada kemungkinan akan ada bebeberapa erupsi yang terjadi ke depan sisa-sisa dari erupsi 2004.

Potensi Tsunami ke Arah Barat Daya
PVMBG sendiri telah mengkonfirmasi potensi tsunami di garis pantai timur laut pulau tersebut. Ancaman ini dapat berasal dari dua faktor utama, yakni aliran piroklastik yang tiba-tiba atau longsoran bagian gunung api di sisi tersebut.

Namun, terdapat perspektif lain yang perlu dipertimbangkan. Gunungapi Doi, pulau tersebut, dan gunungapi di selatannya sebenarnya merupakan rangkaian besar dari kaldera tua yang berada di bawahnya dengan bukaan ke arah barat.

Hal ini berarti, pulau-pulau Gunung Ruang berada di sisi barat kaldera tua dan lebih mudah meluncur ke arah barat dibandingkan ke arah timur. Oleh karena itu, selain potensi tsunami di garis barat pulau sebelah timur, perlu diwaspadai pula potensi longsor ke arah barat daya. Gunung Ruang terletak di bidang miring kaldera tua yang terbuka ke arah barat daya, sehingga bahaya primer dan sekunder dapat terjadi.

Selain tsunami, bahaya lainnya yang perlu diwaspadai adalah interaksi air laut dengan magma. Hal ini dapat meningkatkan tekanan secara tiba-tiba dan memicu letusan yang lebih besar, seperti yang terjadi pada Gunung Krakatau pada tahun 2018.

“Ketika kemudian sudah longsor air laut masuk bukannya seperti panas disiram, namun panas tersebut melentik kemudian memicu letusan yang lebih besar,” ujar Dr. Mirzam

Imbauan untuk Masyarakat
Masyarakat di sekitar Gunung Ruang diimbau untuk meningkatkan kewaspadaan dan tidak memasuki zona berbahaya dalam radius 5 kilometer dari pusat kawah aktif. Hal ini penting untuk menghindari risiko terpapar bahaya letusan gunung berapi.

Sebagai langkah pencegahan, masyarakat diimbau untuk menggunakan masker yang dibasahi air saat berada di luar ruangan. Membasahi masker dapat membantu memaksimalkan penangkapan abu vulkanik, sehingga melindungi pernapasan dari bahaya debu dan partikel halus yang berbahaya, masyarakat juga dihimbau untuk mentutup sumber-sumber air bersih yang berpotensi tercermar abu vulkanik.

"Kita tidak bisa menghindar, karena indonesia merupakan tempat lahirnya gunungapi, maka yang bisa kita lakukan adalah mengenal karakter gunungapi," pungkasnya.

Reporter : Ahza Asadel Hananda Putra (Teknik Pangan, 2021)


scan for download