Simposium Kebangkitan Kebangsaan ITB : "Mempertanyakan Peran dan Sumbangsih Civitas ITB"

Oleh

Editor -

Sabtu, 16 Juli 2005, melanjuti kegiatan Home Coming Alumni, diadakan pula acara Simposium "Kebangkitan Nilai Kebangsaan ITB", bertempat di Aula Barat ITB. Simposium yang dibuka untuk umum ini dihadiri oleh kalangan civitas akademika ITB. Dibuka dengan sambutan oleh Ketua Panitia Simposium Dr. Adi Pancoro dan dilanjutkan pula oleh Ketua Panitia ITB-SAT Fair 2005, Dr. Rudy Hermawan. Turut pula hadir dan memberi sambutan, Rektor ITB Prof. Dr. Ir. Djoko Santoso. Simposium dimoderatori oleh Dr. Setiawan Sabana-Dekan FSRD ITB. Dalam sesi pertama diisi oleh 4 pembicara, yaitu: 1. Nilai-nilai Sosial, Budaya, dan Teknologi Untuk Mewujudkan Kemandirian Bangsa (oleh rof. Dr. Kusnaka Adimiharja-Ketua LPM UNPAD) 2. NIlai-nilai Kebangsaan ITB Untuk Mewujudkan Kemandirian Bangsa (Dr. HS Dilon-Ketua MWA ITB) 3. Reaktualisasi ITB Kedepan Dalam Tantangan Global dan Kemandirian Bangsa (Prof. Dr. I Dewa Gede Raka-Majelis Guru Besar ITB) 4. Nilai-nilai Profesionalisme Untuk Mewujudkan Kemandirian Bangsa (Ir. Budiono Kartohadiprodjo-Alumni ITB, Direktur PT Era Media Informasi) Dalam pemaparan masing-masing pembicara, secara umum hal yang diangkat adalah sumbangsih para alumni dalam memajukan pembangunan bangsa. Berlanjut dengan penilaian bahwa dalam 3 dasawarsa terakhir, terkesan nilai-nilai kebangsaan ITB menurun di kalangan civitas akademika ITB. Indikasi yang sangat signifikan dalam masyarakat adalah bergesernya nilai-nilai moral, keadilan, dan kejuangan kepada nilai-nilai pragmatis yang sarat diwarnai oleh materi dan kekuasaan, sehingga secara nyata menempatkan kepentingan pribadi diatas kepentingan rakyat dan bangsa. Persinggungan dari indikasi tersebut, mempertanyakan eksistensi "Kampus Ganesha" dalam menyelesaikan berbagai macam permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Berbagai penyebab yang acapkali di kemukakan adalah: a. Pengelolaan PT yang bersifat sangat sentralistik dan represif b. Kurangnya perhatian pemerintah c. Anggaran pendidikan yang terbatas. Ketua MWA, Dr. HS Dilon juga mengemukakan posisi ITB saat ini yang berstatus BHMN adalah sebuah peluang pengembangan yang harus ditanggapi dengan cerdas. Status tersebut seharusnya dapat menciptakan ITB yang mandiri, berdikari dan mampu menjawab tantangan dan permasalahan yang dihadapi bangsa ini. Sebagai salah satu perguruan tinggi tertua dan ternama, ITB saat ini telah menjadi salah satu institusi lembaga negara dalam pengelolaan pendidikan, teknologi sekaligus menciptakan SDM yang handal. Oleh karena itu tanggung jawab keberlangsungan bangsa yang berpijak pada realitas bangsa Indonesia adalah wajib hukumnya untuk seluruh civitas ITB, yaitu Alumni dan civitas ITB lainnya. Berangkat dari berbagai latar belakang dan permasalahan tersebut, muncul harapan agar ITB mampu menjawab tantangan gelombang globalisme yang dahsyat di masa akan datang. Selain itu pengelolaan SDM juga harus mampu menanamkan nilai-nilai kebangsaan, kepeloporan, kepemimpinan, teladan dan kesempurnaan. Sehingga SDM unggul yang tercipta adalah tokoh-tokoh yang mampu memperingatkan permasalahan lingkungan sosial, berani berhadapan dengan bahaya zaman globalisme dan tidak menyerah sebatas pendidikan atau sekedar mengikuti keputusan orang lain. Sebagai institusi teknologi, oleh karenanya ITB harus dapat menempatkan Sains dan Teknologi sebagai senjata yang dikelola dan dipahami bersama oleh seluruh civitas ITB. Sains dan teknologi disini harus selaras dengan kebutuhan rakyat, memajukan kebudayaan bangsa demi mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Pengabdian dengan senjata "Sains, Seni dan Teknologi" menuju hakikat merdeka bangsa, mampu memerankan "moral force", mendorong terwujudnya "good governance" yang akhirnya mampu menciptakan kesejahteraan yang adil dan manusiawi. Apakah dengan demikian ITB harus menjadi garda terdepan dalam pembangunan bangsa? Jawabnya adalah "YA". ITB harus menjadi garda terdepan dalam memerangi kemiskinan menuju kemerdekaan hakiki. Realisasi ke arah ini sangat mungkin bila kesepahaman dari seluruh civitas ITB dapat dicapai. Bahkan permasalahan pokok dalam "poor governance" pun dapat dijawab. Nilai-nilai pokok yang dapat diupayakan dalam rangka aktualisasi ITB yang nyata adalah sebagai berikut: 1. Melakukan sesuatu yang bermakna bagi masyarakat (value creation), menjadi bagian yang integral dan organik dengan masyarakat, tidak responsif namun proaktif. 2. Membangun kembali kepercayaan masyarakat (transparansi-akuntabilitas-"trust building"-triple bottomlines) 3. Memberi contoh dan mempelopori sikap hidup kebangsaan (menunjukkan sikap prihatin, kesederhanaan, non-konsumtif, sadar akan posisi sebagai mahasiswa/dosen, dan tidak menjadi "menara gading") 4. Membantu pemerintah menghidupkan sektor riil dan menghidupkan lapangan kerja (Dalam kapasitas IPTEK dan politik ekonomi; kontribusi pada kebijakan dan pengembangan energi nasional, infrastruktur nasional, lingkungan nasional, industri nasional, kesehatan yang preventif bagi 230 juta rakyat). 5. Peran kekuatan moral dalam berbagai asosiasi profesi dan pengusaha untuk mewujudkan good governance. 6. Bersama pemerintah, pengusaha dan LSM membangun kelompok menengah kuat yang melintasi suku, agama dan ras. Untuk ke depannya dapat melahirkan calon pemimpin bangsa yang menguasai IPTEK, berwawasan entepreneurial dengan moral dan integritas tinggi. 7. Memperkuat media massa sebagai pengontrol dan promotor melalui kemitraan kekuatan pengetahuan dan pengaruh media. Demikian bahasan yang terungkap dari simposium 4 jam tersebut. Sebuah pemikiran luhur yang tidak berlebihan apabila simposium ini berpesan : "Menjadi Warga ITB Merupakan Amanah Untuk Membangun Bangsa. Maka Laksanakan Dengan Sepenuh Jiwa Raga."

scan for download