Rektor ITB Sampaikan Otonomi sebagai Penguatan Misi Akademik Perguruan Tinggi pada Dies Natalis ke-65

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D.

BANDUNG, itb.ac.id — Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., menyampaikan sambutan dengan topik “Otonomi sebagai Penguatan Misi Akademik Perguruan Tinggi” dalam Sidang Terbuka Dies Natalis ke-65 ITB di Aula Barat, ITB Kampus Ganesha, Senin (4/3/2024), .

Prof. Reini mengungkapkan bahwa salah satu isu yang cukup menjadi perhatian dalam sektor pendidikan adalah otonomi pendidikan tinggi. Sejak pemerintah menerbitkan peraturan yang mengatur transformasi Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menjadi perguruan tinggi otonom (autonomous university) dengan status Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN), kalangan akademisi sejatinya menyambut baik itikad baru tersebut.

”Menanggapi aturan tersebut, kami dari kalangan akademisi sangat berbahagia karena peraturan ini bisa memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi perguruan tinggi untuk meningkatkan layanan pendidikan tinggi dan berkontribusi lebih baik lagi bagi kemajuan bangsa,” ujarnya.

Namun, seiring kebijakan tersebut berjalan, beliau menilai bahwa aturan ini menciptakan isu baru, yaitu berkaitan dengan otonomi finansial yang membuat kalangan akademisi terbagi menjadi dua pihak. Di satu sisi, pihak pertama beranggapan bahwa status otonom dari negara memberikan perguruan tinggi misi baru untuk melakukan pengembangan kinerja akademik sehingga dukungan pendanaan dari negara perlu ditingkatkan.

”Namun, pihak kedua berpendapat bahwa dengan status otonom yang diberikan oleh negara, perguruan tinggi sejatinya bisa lebih leluasa dalam mendapatkan pendanaan dari masyarakat sehingga dukungan dana dari negara bisa dikurangi. Dukungan ini bisa didapatkan dari komersialisasi hasil riset sehingga nantinya upaya ini bisa meningkatkan kemandirian finansial bagi perguruan tinggi,” tuturnya.

Menanggapi kedua pandangan tersebut, Prof. Reini menyampaikan bahwa sejatinya komersialisasi hasil riset tidak bisa menjadi sumber utama pendanaan perguruan tinggi dalam menyelenggarakan layanan pendidikan tinggi. Hal ini terjadi karena komersialisasi hasil riset sangat bergantung pada unsur ekosistem inovasi nasional, seperti kondisi-kondisi persaingan bisnis yang sehat, konektivitas sektor-sektor ekonomi, serta dukungan lintas kelembagaan dan kerangka regulasi.

Selain itu, sektor ini tidak mampu memberikan manfaat secara langsung kepada kampus karena economic values tercipta melalui kegiatan pasar (market activities) di antara para pelaku pasar. Namun, karena karena perguruan tinggi bukan pelaku pasar, maka hubungan pasar (market relation) antara perguruan tinggi dan perusahaan tidak dapat terlaksana.

”Sejatinya, perguruan tinggi adalah institusi pengetahuan dan kebudayaan yang mengemban misi dalam kemajuan peradaban. Oleh karena itu, layanan dan hasil riset perguruan tinggi tidak bisa direduksi menjadi ‘barang swasta’ (private goods). Maka dari itu, pandangan bahwa perguruan tinggi otonomi bisa mencapai kemandirian finansial itu tidak realistis,” ujarnya.

Prof. Reini menyampaikan bahwa peranan kontribusi negara dalam bentuk investasi pembiayaan pendidikan tinggi dan riset adalah hal strategis dan krusial untuk dilakukan.

”Ini bukan hal yang mudah, tetapi kebijakan ini bisa diupayakan jika negara bisa melakukan penguatan ekonomi inovasi nasional dan tidak menganggap perguruan tinggi sebagai sistem terisolasi. Saya percaya, kita akan dapat melakukan perbaikan terus-menerus sehingga dengan status otonom, ITB dapat semakin meningkatkan kinerja akademik, yang semakin relevan dengan kebutuhan pembangunan bangsa,” ujarnya.

Reporter: Nur Rama Adamas (Teknik Sipil, 2020)


scan for download