Refleksi Transformasi Permukiman Perkotaan dan Makna Rumah sebagai Tempat Tinggal dan Bekerja

Oleh M. Naufal Hafizh

Editor M. Naufal Hafizh

BANDUNG, itb.ac.id - Program Studi Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kota dan Kelompok Keahlian Perumahan dan Permukiman (KK PP) dari Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung (SAPPK ITB), menggelar webinar "Makna Rumah dalam Perubahan Permukiman Perkotaan", secara bauran melalui Zoom dan di Ruang Seminar Lantai 2 Labtek IXA, SAPPK, Kamis (14/12/2023).

Perekayasa dari Balai Kawasan Permukiman dan Perumahan, Direktorat Bina Teknik Permukiman dan Perumahan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Fenita Indrasari, S.T., M.T., Ph.D., menjelaskan bahwa perkotaan merupakan suatu bentuk permukiman yang dilengkapi dengan berbagai sarana dan utilitas. Terdapat berbagai aspek dalam transformasi perkotaan, meliputi dampak pembangunan kota terhadap rumah, perubahan permukiman kota, dan makna rumah dalam konteks perubahan permukiman.

Selain itu, pertumbuhan populasi di dunia berpengaruh terhadap perkotaan, terutama di Indonesia. Tren urbanisasi juga diprediksi terus meningkat hingga memunculkan proyeksi bahwa sekitar 85 persen penduduk Indonesia akan tinggal di kota pada tahun 2050.

Dalam konteks transformasi perkotaan di Indonesia, beliau membahas sejarah perkembangan kota, pengaruh kolonialisasi, modernitas, hingga perubahan paradigma pembangunan.

Terkait makna rumah, terdapat perbedaan perspektif antara penghuni dan pemilik rumah, serta peran pengembang dan regulator dalam membentuk karakteristik permukiman.

Beliau menggarisbawahi pentingnya menciptakan perkotaan yang berkelanjutan dan mengajak untuk merenungkan bagaimana perubahan perilaku dan pola hidup dapat memicu transformasi positif dalam pembangunan kota.

Sementara itu, narasumber lainnya, Dr. Samsirina, S.T., M.T., dari KK PP SAPPK ITB menyampaikan makna rumah dan transformasi permukiman perkotaan, terutama dalam konteks tinggal dan bekerja.

Beliau mengatakan, makna rumah tidak hanya sebagai tempat tinggal, melainkan sebagai tempat bekerja bagi beberapa komunitas masyarakat. “Transformasi ini dapat memengaruhi perubahan-perubahan dalam permukiman dan dapat memengaruhi kualitas dari permukiman itu sendiri,” ujarnya.

Makna rumah sebagai hunian dan tempat bekerja lalu membawa pembahasan pada tipologi kegiatan tinggal dan bekerja. Terdapat berbagai faktor pendorong munculnya tipologi rumah sebagai hunian dan tempat bekerja, seperti keterjangkauan, aturan hukum, fleksibilitas, dan efisiensi waktu.

   

Beliau pun membahas transformasi permukiman dan kualitasnya akibat kegiatan tinggal dan bekerja, seperti industri rajut di Binong Jati dan industri pahat kayu di Cipacing. Dalam analisisnya, karakteristik produksi dan kebutuhan ruang memengaruhi transformasi permukiman.

Dr. Samsirina menyoroti permasalahan permukiman, seperti konflik kebutuhan ruang terbuka, penurunan kualitas permukiman, dan peningkatan ekonomi yang dapat merugikan kualitas permukiman.

Beliau merekomendasikan penerapan aturan bangunan, diversifikasi kegiatan dengan memasukkan kegiatan wisata, dan menciptakan tipologi hunian baru yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat untuk menjaga kualitas permukiman dan meningkatkan nilai ekonomi.

Penulis: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2019)


scan for download