Bioteknologi dalam Industri: dari Kulit hingga Vaksin

Oleh Adi Permana

Editor -


BANDUNG, itb.ac.id— Bioteknologi memiliki peranan besar dalam berbagai aspek kehidupan manusia, terutama pada bidang industri, kesehatan, serta agrikultur. Pada Senin (15/3/2021) lalu, Program Magister SITH ITB menggelar serangkaian seminar dengan judul “Biotechnology Fair” yang diisi oleh dua pembicara, yaitu Sharlini Eriza Putri dan dan Dr. Yusuf Sofyan. Tajuk pada hari pertama yang dibawakan oleh kedua pemateri adalah bioteknologi dalam bidang industri.

The Microbiome in Skin Health

Menurut CEO dari Nusantics, Sharlini Eriza Putri, masyarakat awam mengenal kulit seperti halnya “sofa” yang jika permukaannya kotor, maka sofa tersebut dapat dibersihkan dengan lap. Sedangkan pada kenyataannya, kulit jauh lebih kompleks dari itu. Kulit itu diibaratkan seperti permukaan bumi dengan banyak mikroba yang tinggal di dalamnya. Mikroba-mikroba tersebut saling bersimbiosis dan tidak semuanya memiliki pengaruh yang buruk terhadap kulit.

“Konsistensinya, di manapun itu, adalah semakin beragam microbiome yang ada pada kulit, maka masalah-masalah pada kulit akan tidak semakin terlihat,” ujarnya.

Ironisnya, semua zat-zat yang dikenakan di kulit, akan “menggeser” keseimbangan microbiome (mikrobioma) yang ada pada kulit. Padahal, menurut Sharlin, yang dibutuhkan oleh kulit untuk dapat bertahan secara alami adalah keseimbangan mikrobioma. Maka dari itu, untuk menjaga keseimbangan mikrobioma pada kulit, sebaiknya hanya menggunakan perawatan yang diperlukan untuk kulit. “Yang harus dilakukan adalah menggunakan yang sederhana saja, only the necessary,” ujarnya.

Vaccine Development: From Lab Bench to Manufacturing

Sebagai pembuka paparan kali ini, Dr. Yusuf menjelaskan bahwa terdapat tiga kategori umum berdasarkan bagian yang digunakan untuk produksi vaksin; berupa whole bacteria, berupa hanya bagian dari virus atau bakteri yang memicu sistem imun, maupun hanya berupa materi genetiknya.

Berdasarkan paparan oleh Research Coordinator on Bacterial and Recombinant Vaccines Biofarma, Dr. Yusuf Sofyan Efendi, lab bench atau tahapan dalam membuat vaksin diawali dengan menentukan antigen, lalu dilakukan formulasi dan dikombinasikan dengan komponen lainnya. Formula maupun kombinasi tersebut akhirnya akan diuji pada hewan—atau dinamakan sebagai tahap uji pre-klinis. Apabila hasil pada uji tersebut dinyatakan aman, maka calon vaksin tersebut diuji klinis lanjutan.

“Tidak semua kandidat vaksin dapat melewati tahap uji pre-klinis, hanya sebagian kecil yang lolos hingga tahap licensing,” lanjutnya. Hal ini disebabkan oleh mayoritas platform teknologi yang dikembangkan tidak memberikan respons imun yang cukup.

Dia menjelaskan, ketika suatu kandidat vaksin dinilai telah cukup menjanjikan, maka dilakukan proses produksi skala lab untuk diujikan pada manusia, dengan peraturan yang ketat dari BPOM. Proses produksi ini sendiri melewati banyak tahapan, mulai dari produksi bahan awal dengan menyertakan sertifikasi analisis, metode-metode, dan pengujian apa saja yang dilakukan.

Ia kemudian menjelaskan lebih lanjut bahwa vaksin melalui tahap sterilisasi berlapis, lalu produksi berupa upstream untuk kemudian dilanjutkan dengan tahap downstream. Pengawasan mutu serta uji klinis dalam 3 tahap juga menjadi bagian krusial dalam proses manufaktur vaksin, sebelum berakhir dengan registrasi dan prekualifikasi dari WHO (World Health Organization).

Reporter: Athira Syifa (Teknologi Pascapanen, 2019)



scan for download