ASOMPS 2023: Kepala BPOM RI Dukung Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu Menjadi Obat Herbal Terstandardisasi
BANDUNG, itb.ac.id - Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI), Dr. Ir. Penny Kusumastuti Lukito, MCP., memberikan sambutan pada Asian Symposium on Medical Plants, Spices and Other Natural Products (ASOMPS) 2023, di Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Kamis (05/10/2023).
“Badan POM menyambut baik dan mendukung penuh acara ini. Ini adalah forum strategis yang dapat memfasilitasi pertukaran informasi, permasalahan, dan isu-isu penting perkembangan terkini di dunia produk-produk berbahan alam di kawasan regional Asia,” ujar Penny.
Menurut World Health Organization (WHO) Global Center Traditional Medicine, lebih dari 80 persen penduduk dunia menggunakan pengobatan berbahan alam sebagai alternatif. Salah satunya adalah produk-produk tradisional yang berbahan alam.
Indonesia memiliki 2.850 lebih spesies tumbuhan obat dan 22.000 lebih ramuan obat tradisional yang sudah teridentifikasi. Indonesia menggunakan ramuan obat berbahan alam khususnya obat herbal secara turun-temurun oleh nenek moyang dalam pengobatan tradisional. Dengan nilai historis dari obat tradisional, khususnya jamu beserta potensinya, perlu untuk terus dilestarikan.
“Dengan anugerah keanekaragaman hayati yang melimpah dan diversitas yang tertinggi kedua di dunia, Indonesia mempunyai peluang yang terbuka luas untuk mengembangkan dan memanfaatkan kekayaan obat-obat herbal,” tuturnya.
Indonesia saat ini sedang mengusulkan jamu sebagai salah satu warisan budaya tak benda kepada The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (Unesco). Pemerintah Indonesia menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Salah satu produk yang diprioritas adalah pengembangan obat berbahan alam termasuk jamu.
Komitmen kuat dari pemerintah pada pengembangan pemanfaatan jamu juga dapat dilihat pada Undang-Undang No. 17 Tahun 2023. Salah satu aspek yang penting di dalamnya adalah terminologi dari obat bahan alam yang menggantikan terminologi sebelumnya dari obat tradisional untuk mengatur produk-produk berbahan mengandung khasiat dari bahan alam.
“Terminologi ini tentunya memberikan peluang lebih luas lagi terkait pemanfaatan obat berbahan alam termasuk jamu pada pelayanan kesehatan,” ujarnya.
Belakangan ini diterbitkan Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2023. Di dalamnya terdapat roadmap untuk pengembangan dan pemanfaatan jamu yang melibatkan kerja sama dan kolaborasi dari para pemangku kepentingan dari hulu ke hilir.
Adapun 7 strategi yang digunakan adalah sebagai berikut:
1. Penguatan sistem produksi;
2. Penguatan pasar;
3. Peningkatan pengetahuan tradisional masyarakat dan kompetensi sumber daya manusia;
4. Pengembangan sistem informasi jamu terpadu;
5. Penguatan ilmu pengetahuan dan teknologi;
6. Pelestarian dan perlindungan sumber daya bahan baku; dan
7. Penguatan kelembagaan, regulasi, dan infrastruktur.
Jamu dapat digunakan pada bidang kesehatan yang meliputi pemeliharaan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan/atau pemulihan kesehatan. Jamu pun dapat digunakan di bidang nonkesehatan yang meliputi bidang industri, pariwisata, ekonomi kreatif, sosial budaya, keagamaan, promotif, preventif umum, kuratif, biokultural, rehabilitasi umum, kecantikan, kebugaran, gaya hidup, asuhan mandiri, dan kegiatan lain oleh komunitas.
“Dengan dukungan kebijakan tersebut, jamu sangat berpotensial untuk terus kita kembangkan untuk menjadi Obat Herbal Terstandardisasi (OHT) dan fitofarmaka,” ujarnya.
Reporter: Muh. Umar Thoriq (Teknik Pangan, 2019)
Editor: M. Naufal Hafizh
scan for download