Ikuti ENJ 2015, Lima Mahasiswa ITB Terapkan Nilai Kemahasiswaan

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor -

KUPANG, itb.ac.id - Pemerataan adalah masalah yang pelik dan sangat terasa di Indonesia, yang notabene merupakan sebuah negara kepulauan. Jarak yang jauh dari ibukota negara sering menjadi alasan atas ketaksamaan hak yang diterima oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah terdepan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan, politik, dan ekonomi. Contoh nyatanya di bidang ekonomi adalah harga barang kebutuhan pokok sehari-hari yang selalu naik setiap menjelang hari raya. Menyikapi polemik ini, Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman Republik Indonesia melaksanakan Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) 2015. Ekspedisi yang berlangsung selama tiga puluh hari ini dilaksanakan semenjak Senin - Selasa (01-30/06/15) dan bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap kebutuhan pokok sehari-hari melalui kegiatan-kegiatan seperti pasar murah, penyaluran Corporate Social Responsibilty (CSR), bakti sosial, bakti kesehatan, penukaran uang, dan lain sebagainya.

ANGKAT: Seorang murid SD Inpres Camplong 2 mengangkat bantuan berupa buku ke perpustakaan

Ekspedisi Nusantara Jaya 2015 dilaksanakan serentak di berbagai daerah selama bulan Juni dengan moda transportasi berupa 88 buah kapal, termasuk sebuah kapal KRI, yaitu KRI Banda Aceh. Menyinggahi 22 provinsi, kapal perintis memiliki rute yang singkat, yakni dari berbagai pelabuhan keberangkatan menuju daerah-daerah terdepan di sekelilingnya guna memperkuat Indonesia dari luar. Di sisi lain, KRI Banda Aceh bertolak dari Jakarta menuju Makassar, Sorong, Saumlaki, dan Kupang. Ekspedisi pertama karya Kemenko Bidang Kemaritiman ini diikuti oleh lebih dari 3.000 peserta yang berasal dari berbagai lembaga, institusi swasta, perguruan tinggi, dan kelompok masyarakat. Dari 400 peserta yang berlayar dengan KRI Banda Aceh selama 26 hari, terdapat lima orang mahasiswa perwakilan Institut Teknologi Bandung (ITB), yaitu Abdiel Jeremi (Astronomi 2014), Alif Fattah (Teknik Geodesi dan Geomatika 2010), Haura Dzakira Sahla (Meteorologi 2013), Krisdayanti (Rekayasa Kehutanan 2013), dan Religiana Salsabila (Rekayasa Kehutanan 2013).

Harapkan Pemerataan yang Benar-Benar Nyata

Sebagai mahasiswa ITB, kelima peserta tersebut dituntut untuk menerapkan cara pandang kemahasiswaan dalam ENJ 2015. Salah satunya dengan melakukan observasi melalui interaksi-interaksi sosial dengan masyarakat Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang. Melalui langkah ini, ditemukan beberapa permasalahan yang esensial. Yang pertama menyangkut ketersediaan air bersih. Wajar apabila air bersih susah didapatkan di NTT yang memiliki delapan bulan musim panas dan struktur geografis yang kering. Ketersediaan air bersih pun menjadi sebuah masalah. "Sumur di sini (Fatuleu) memiliki kedalaman rata-rata 30 meter, itupun kadang kuantitasnya tidak bagus," ujar Heri Ulian Ngede, S.Pd., pengajar Penjaskes SD Inpres Camplong II, Kabupaten Kupang. Heri menambahkan bahwa sebenarnya sudah ada berbagai bentuk bantuan dari beberapa pihak, termasuk pemerintah. Namun, pengelolaan yang kurang baik menyebabkan fasilitas berupa sumur bor dan pompa listrik tersebut tidak dapat berfungsi lagi. Hal senada disampaikan oleh Religiana saat mengamati realita di Fatuleu. "Semua siswa PAUD, SD, dan SMP di sini selalu membawa jerigen buat mengambil air dari sumur yang mereka lewati seraya berjalan ke sekolah," ujar Religiana saat menjelaskan kondisi yang ia temui.

Bidang lain yang dikeluhkan adalah bidang informasi. Kurangnya informasi mengenai pendidikan tinggi merupakan salah satu contoh konkret. "Penerimaan informasi mengenai pendidikan tinggi, terutama PTN-PTN di Pulau Jawa masih kurang dikarenakan lemahnya prasarana dan sumber daya manusia yang ada di sini (Kabupaten Kupang). Selain itu, di beberapa daerah masih belum ada listrik atau jaringan seluler," jawab Dra Yayuk Hardaniari, MT, Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Kupang saat ditanya mengenai kompleksnya masalah yang ada di Kabupaten Kupang. Penyebaran informasi yang kurang ini menunjukkan dibutuhkannya peningkatan konektivitas nasional di berbagai bidang, terutama pendidikan dan informasi.

Sigap Jawab dengan Konektivitas Nasional, Iptek, dan Inovasi

Pada Sidang Terbuka Peringatan 95 Tahun Pendidikan Tinggi Teknik di Indonesia yang dilaksankan ITB pada Jumat (03/07/15) silam, Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA menekankan pentingnya konektivitas nasional. "Lembaga-lembaga pendidikan tinggi teknik, apakah perguruan tinggi atau politeknik, memiliki kapasitas dan pengalaman yang berbeda-beda. Melalui konektivitas nasional yang inklusif, akan terjadi aliran dan pertukaran pengetahuan serta dapat menjangkau perusahaan-perusahaan swasta di berbagai sektor industri berikut pemerintahan di daerah-daerah, sehingga terbentuklah suatu jaringan inovasi nasional," ujar Kadarsah.

Melengkapi konektivitas nasional, perkembangan iptek dan inovasi perlu dipercepat dalam rangka memenuhi visi Indonesia sebagai negara Poros Maritim. "Tanpa iptek, laut hanyalah hamparan air yang berwarna biru. Namun, dengan iptek dan inovasi, maka melalui wahana laut dapat dibangunkan sistem transportasi modern, dapat dikembangkan industri perikanan dengan sistem rantai dingin yang mutakhir, dikembangkan pula industri biofarmakologi laut, dibangun energi baru dan terbarukan dari laut, dikembangkan sistem pertahanan dan keamanan laut mutakhir serta dikembangkan sistem pemantauan laut modern guna mengantisipasi perubahan iklim global," tutup Prof. Dr. Ir. D. Indroyono Soesilo, M.Sc, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, dalam kesempatan yang sama. Observasi lapangan ini merupakan contoh penerapan nilai-nilai kemahasiswaan di kehidupan sehari-hari, sebagai pintu gerbang kontribusi mahasiswa ITB bagi masyarakat.

 

Sumber dokumentasi: Abdiel Jeremi (Astronomi 2014) dan http://img.bemil.chosun.com/nbrd/data/10044/upfile/201407/thumb2/20140723000228.jpg


scan for download