Tutuka Ariadji : Distribusi Merupakan Permasalahan Utama BBM Bersubsidi

Oleh Bangkit Dana Setiawan

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Isu mengenai Bahan Bakar Minyak (BBM) bukanlah merupakan hal yang baru di Indonesia. Sebagai salah satu negara yang masih sangat bergantung akan BBM, isu BBM ini akan selalu menarik untuk diperbincangkan. Mengingat sekarang terdapat kebijakan baru, yakni UU 12 tahun 2014 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) bahwa kuota BBM bersubsidi diturunkan yang semula 48 juta kilo liter, kini menjadi 46 juta kilo liter. Oleh karena itu, Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabinet Keluarga Mahasiswa (KM) ITB menyelenggarakan diskusi publik mengenai subsidi BBM pada Sabtu (06/09/14).

Sebagian besar masyarakat di Indonesia, hidupnya sangat bergantung akan BBM. Hampir semua kebutuhan dipenuhi oleh sumber energi fosil yang satu ini. Hal itu bukanlah masalah bagi Indonesia di masa lampau, karena dahulu Indonesia merupakan salah satu negara penghasil dan pengekspor minyak. Banyak negara-negara yang bergantung akan pasokan minyak dari Indonesia. Oleh karena itu, tidak heran bahwa dahulu Indonesia sempat bergabung dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC).

Namun kini semua itu berubah, Indonesia tidak sekaya dulu lagi khususnya mengenai sumber cadangan minyaknya. Menurut data statistik yang dilansir dari Kementrian ESDM, 2012 disebutkan bahwa produksi minyak bumi dalam negeri terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2004 tercatat produksi minyak nasional sebesar 353,94 juta barel dan terus mengalami penurunan, hingga pada tahun 2012 tercatat bahwa produksi minyak hanya mencapai 279,41 juta barel. Indonesia sudah menjadi negara pengimpor minyak. Hal ini turut didukung melalui fakta bahwa Indonesia keluar dari OPEC pada tahun 2008.

Seiring dengan meningkatnya populasi di Indonesia, kebutuhan akan BBM pun turut meningkat. Tapi sayangnya hal ini tidak diimbangi oleh produksi minyak nasional. Produksi minyak bumi Indonesia pada 2013 825 barel per hari (bph), namun 15% nya merupakan jatah kontraktor. Sehingga negara kurang lebih hanya mendapatkan 700 ribu bph. Dari 700 ribu bph tersebut, yang bisa diolah dalam negeri untuk dijadikan BBM adalah kurang lebih 600 ribu bph karena keterbatasan teknologi di beberapa kilang di Indonesia. Kebutuhan BBM di Indonesia mencapai 1,5 juta bph, sehingga Indonesia harus mengimpor kekurangannya baik dalam bentuk BBM maupun minyak mentah.

Seputar BBM Bersubsidi

Dalam diskusi publik subsidi BBM Dosen Teknik Perminyakan ITB, Ir. Tutuka Ariaji, MSc., Ph.D. menjelaskan mengenai keuntungan dan kerugian masing-masing. "Subsidi BBM mempunyai keuntungan ekonomi untuk menahan laju inflasi dan angka kemiskinan, namun memiliki kerugian yakni pembangunan sektor lain menjadi terhambat diantaranya infrastruktur dan menyebabkan tidak tumbuhnya energi alternatif sehingga berakibat mengurangi ketergantungan pada energi BBM," jelas tutuka.

Subsidi BBM ini telah diatur pada amanat konstitusi UUD pasal 33. Pada tahun 2012 subsidi BBM telah menacapai Rp 211,9 triliun atau sekitar 21% dari APBN. "Pada tahun 2013 dan 2014 masing-masing menurun di angka Rp 199,9 dan Rp 194,9 triliun. Namun angka subsidi BBM tahun 2015 diperkirakan akan melonjak tajam menjadi Rp 291 triliun," jelas Tutuka.

Seperti yang dijelaskan bahwa tujuan subsidi adalah menekan laju kemiskinan di indonesia, namun kenyataannya tidak seperti itu. Hal ini terkait dengan pernyataan Kementrian ESDM yang menyebutkan bahwa 77% subsidi BBM dinikmati oleh 25% orang kaya, dan hanya 20% subsidi BBM dinikmati 25% orang misikin. "Inilah yang harus dibenahi. Seharusnya pembatasan subsidi BBM menjadi 46 juta kilo liter seharusnya tetap bisa mencukupi kebutuhan BBM bersubsidi. Namun kenyataan bahwa terjadi antrian yang mengular di SPBU dikarenakan adanya oknum-oknum yang menyalah gunakan BBM bersubdidi ini," tambah Dr. Ir. Djoko Siswanto, M.B.A. selaku Direktur BBM Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

Menurut Djoko permasalahan utama dari BBM bersubsidi bukan pada kuotanya, melainkan pada pendistribusiannya yang banyak melibakan oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Terdapat peraturan yang sudah dikelurakan oleh BPH Migas mengenai BBM bersubsidi, seperti peraturan BPH Migas No.3 Tahun 2012 tentang pengendalian jenis bahan bakar tertentu untuk mobil barang yang digunakan pada Kegiatan Perkebunan dan Pertambangan. "Walaupun sudah diatur, tapi tetap saja ada kebocoran, maka dari itu kita semua harus saling mendukung pengawasan, pencegahan, dan penindakan pada setiap kecurangan pemakaian BBM bersubsidi," jelas Djoko.

Isu mengenai BBM ini bukan hanya milik pemerintah, melainkan milik semua masyarakat Indonesia termasuk diantaranya mahasiswa. "Mahasiswa harus memiliki unsur berikut, yakni aktif, berwawasan,dan inisiatif serta selalu mengkaji sesuatu secara multi displin. Diharapkan melalui diskusi publik ini, mahasiswa dapat menambah wawasan dan mengkaji apa yang sedang  dilakukan pemerintah benar atau tidak. Apabila tidak benar, mahasiswa harus berbicara dengan lantang namun tetap harus memiliki dasar yang logis dan cemerlang," tutup Tutuka.

Sumber Gambar: Diambil dari berbagai sumber


scan for download