Teknologi Fotokatalitik untuk Mereduksi Emisi Gas Rumah Kaca

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana


BANDUNG, itb.ac.id – “Saya asli Bandung, dan pada tahun 2000-an udara sana masih segar,” Wibawa Hendra Saputera, Ph.D., mulai memaparkan topik riset dia “Light-Driven Catalysis: Creating Fuels from Greenhouse Gas Emission” secara daring di Workshop Series LPPM (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat) ITB pada hari Rabu (15/02/2023). “Tetapi udara Bandung saat ini semakin lembab. Saya bahkan bisa merasa sesak napas jika berjalan di pinggir jalan raya.”

Semakin meningkatnya polusi udara di daerah, semakin banyaknya emisi gas rumah kaca dalam bentuk gas karbon dioksida yang dihasilkan dari aktivitas industri dan kendaraan bermotor. International Energy Agency menyatakan bahwa emisi gas karbon dioksida di Indonesia sudah mencapai sekitar 510 juta ton per tahun di 2020.

Jika tidak ditanggulangi lebih lanjut, polusi udara akan semakin parah dan meyebabkan gangguan kesehatan, pemanasan global, kenaikan permukaan laut, kekeringan, kebakaran hutan, kerusakan ekosistem, dan dampak sistemik lainnya.

Dengan harapan dapat meregulasi konsentrasi emisi karbon dioksida di atmosfer, Wibawa menyarankan untuk memanfaatkan kembali emisi tersebut menjadi suatu bahan bakar atau kimia yang lebih bernilai. Pemanfaatan karbon dioksida ini dapat dibagi menjadi tiga tahap utama, yaitu penangkapan dan penyimpanan karbon, pengurangan karbon, dan pemanfaatan karbon.

Banyak negara yang sedang mengembangkan dan mengimplementasi teknologi pemanfaatan karbon dioksida. Indonesia pun adalah salah satunya. Di Jatibarang, Indramayu, karbon dioksida yang ditangkap dari emisi pembangkit listrik digunakan sebagai fluida pendorong minyak. “Dari contoh aplikasi di Pertamina, kita dapat melihat bahwa gas karbon dioksida yang semula merupakan limbah atau polutan udara bisa dipakai lagi untuk mendukung proses-proses industri migas.”

Alternatif teknologi pemanfaatan karbon dioksida yang dapat dikembangkan adalah proses katalitik, yang melibatkan senyawa kimia untuk mempercepat laju reaksi dalam pembentukan produk tertentu. Dalam kondisi temperatur dan tekanan tinggi, proses ini lebih dikenal dengan proses termokatalitik dan sudah diaplikasikan secara luas. Namun, proses tersebut masih memerlukan biaya yang cukup tinggi dan resiko kondisi kerja yang tinggi.

Salah satu teknologi yang sedang dikembangkan sebagai pilihan yang lebih baik dan efektif dari termokatalitik adalah teknologi fotokatalitik. Teknologi ini menggunakan sumber sinar dan katalis untuk mempercepat laju reaksi. Harga proses tersebut relatif murah dan lebih aman karena sumber sinar dapat merupakan sinar UV, tampak atau matahari. Selain itu, ketiga sinar ini memiliki energi lebih rendah dan dapat dioperasikan pada kondisi temperatur dan tekanan ruang.

“Katalis yang dapat digunakan dalam teknologi fotokalitik adalah material yang berbasis semikonduktor,” Wibawa menambahkan. Contoh material tersebut adalah titanium dioksida dan seng oksida. “Jika ditinjau dari sisi molekuler, material semikonduktor memiliki celah pita energi pada rentang 2-4 elektron volt, sehingga proses penyinaran efektif dalam memisahkan muatan negatif dan positifnya.” Proses perpisahan ini menyebabkan reaksi simultan reduksi dan oksidasi.

Teknologi fotokatalik bisa menghasilkan bahan kimia yang dapat digunakan kembali dan lebih bernilai serta materi limbah yang lebih aman bagi lingkungan. Maka dari itu, pengolahan limbah industri dapat dilakukan lebih efektif dengan teknologi tersebut supaya limbah yang dihasilnya memenuhi standar yang diberlakukan. Implementasi teknologi fotokatalitik lainnya adalah dekomposisi air, dimana air “diubah” menjadi hidrogen dan oksigen. Hidrogen yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan bakar fuel cell.

Menurut Wibawa, Indonesia dapat mengaplikasi teknologi fotokatalitik lewat reduksi karbon dioksida menjadi bahan kimia yang lebih bernilai seperti metanol. Metanol dapat digunakan lagi sebagai bahan baku pembuatan biodiesel dan dimetil eter, keduanya adalah sumber energi untuk keperluan sehari masyarakat. Metanol juga dapat digunakan dalam skala industri seperti industri polimer dan resin.

Teknologi fotokatalitik bersifat berkelanjutan dan mendukung ekonomi sirkular karena fokus dengan pengurangan, penggunaan kembali, dan pendauran ulang limbah- bisa dibilang teknologi tersebut memanfaatkan sumber energi terbarukan dalam jangka panjang. Selanjutnya, teknologi fotokatalitik dapat mendukung SDG (Sustainable Development Goals) nomor 7 terkait energi bersih dan terjangkau, nomor 13 terkait aksi-aksi iklim, dan nomor 3 tentang kesehatan dan kesejahteraan baik.

“Teknologi fotokatalik ini adalah teknologi yang ramah lingkungan yang dapat mendukung target pemerintah dalam implementasi net zero emission pada tahun 2060,” Wibawa menyatakan.

Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)


scan for download