Dialog Seni dan Teknologi: Meninjau Integrasi Seni dan Teknologi Bersama Prof. I Gede Wenten

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id — Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) bersama Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ITB mengadakan webinar bertajuk Dialog Seni dan Tenologi pada Rabu (20/7/2022). Pada Webinar kali ini, FSRD ITB mengundang narasumber Prof. I Gede Wenten dipandu dengan penanggap Dr. Andryanto Rikrik Kusmara. Pelaksanaan webinar berlangsung secara daring melalui platform Zoom.

Prof. I. Gede Wenten saat ini menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB. Ia juga merupakan Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Riset-riset Prof. Wenten menjadi salah satu tolak ukur bagi Indonesia karena pencapaiannya yang tinggi. Beliau memiliki banyak penghargaan untuk penelitian serta inovasi-inovasi yang telat diciptakan. Prof. Wenten juga pernah bekerja sama dengan salah satu Dosen Seni Rupa ITB yakni Tisna Sanjaya, S.Sn., M.A., Ph.D., dalam proyek integrasi teknologi dan seni dalam filtrasi air sungai yang dinamakan Mata Air Ibu di Imah Budaya Cigondewah.

Sebagai perguruan tinggi yang memiliki motto globally respected and locally relevan, ITB sedang berusaha melebarkan perannya dalam pengabdian masyarakat. Namun, hal tersebut dilakukan dengan prinsip basis ilmiah yang kuat. Prof. Wenten mengatakan bahwa harapan ke depannya pengabdian masyarakat ITB benar-benar dimaksimalkan.

Berkaitan dengan kolaborasinya dengan Tisna Sanjaya, S.Sn., M.A., Ph.D., Prof. Wenten berkata bahwa integrasi teknologi dan seni dimulai dari bagaimana alam bisa diubah menjadi lebih seni dan memiliki nilai jual. Ia berpikir bahwa ranah Seni Rupa bersatu dengan teknologi maka akan menjadi sesuatu.

“Ditambah lagi FSRD ITB sudah berkelas dunia dengan hasil-hasil penelitiannya, apalagi jika nantinya local content-nya tinggi serta kearifan lokalnya kuat, maka hal itu akan membawa dampak semakin harum ke kancah dunia,” ujar Prof. Wenten

Sebelumnya Prof. Wenten pernah bekerja sama dengan FSRD ITB dalam Proyek IGW Emergency Ultrafilter. Alat tersebut merupakan alat filtrasi air manual menggunakan pompa tangan saja hingga air kotor dapat menjadi air yang jernih. Dari tahun ke tahun inovasi tersebut selalu berkembang menuju efisiensi yang semakin maksimal. Hal itu ditandai dengan inovasi kesekian dari teknologi tersebut berupa IGW Green Ultrafilter yang meraih gold medal Ganesha Innovation Award. Cara kerja teknologi tersebut cukup sederhana, namun cukup berdampak bagi lingkungan yaitu dengan memasukkan air kotor atau bekas banjir ke dalam alat tersebut sehingga air tersebut akan menjadi jernih kembali.

Prof. Wenten menyampaikan bahwa Blue/Ocean Economy mulai berkembang sekarang, khususnya pada sektor living marine resource. Di Indonesia, keramba digunakan untuk budidaya ikan, teknologi yang sederhana, namun dampaknya besar. Menurut Prof. Wenten, akan lebih baik dikreasikan lebih lagi dengan membuat teknologi keramba yang canggih.

“Misalnya atapnya menggunakan solar panel untuk sumber pembangkit listrik, lalu dibuat control room di bagian tengah-tengahnya, bisa juga dilengkapi dengan teknologi penjernih air agar dapat dibuat air minum. Hal itu juga masih dapat lagi dikembangkan misalnya dengan membuat seawater desalination plant sekaligus menghasilkan garam,” ujar Wakil Rektor Bidang Riset dan Inovasi ITB itu.

Hal lain yang menjadi gagasan Prof. Wenten di bidang seni adalah Modern Tropical Coastal Civilization. Hal itu dengan mempertimbangkan carbon credit, aquaculture/ocean farming, energy/electricity, mineral/water, recreational, dan maaritime security. Gagasan ini semacam ide untuk membangun peradaban baru di pesisir pantai tropis karena selama ini kita kurang memaksimalkan pesisir kita. “Hal itu harus dipertimbangkan lagi karena Indonesia memiliki 17.000 pulau dan merupakan negara yang ada di garis equator,” ujarnya.

Selain dari sisi teknologi, Prof. Wenten mengharapkan gagasan membangun infrastruktur maritim nusantara juga dapat dipertimbangkan dari perspektif seni dan budaya.

Reporter: Inas Annisa Aulia (Seni Rupa, 2020)

Foto-foto: Inas Annisa Aulia



scan for download