Penjelasan Pengaturan Tata Suara untuk Kenyamanan Ibadah

Oleh Adi Permana

Editor -


BANDUNG, itb.ac.id—Kenyamanan dalam beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing dan hidup bertoleransi antaragama merupakan hak yang tidak bisa ditanggalkan dari dalam diri masyarakat. Akan tetapi, akhir-akhir ini sedang ramai mengenai penggunaan pengeras suara masjid untuk berbagai kegiatan keagamaan khususnya azan.

Dosen dari Kelompok Keilmuwan Fisika Bangunan Ir. R. Sugeng Joko Sarwono, M.T., Ph.D., menjelaskan, sejatinya regulasi terkait pengaturan pengeras suara masjid sudah ada sejak 1978. Regulasi ini Ketika dipublikasikan kembali ke publik menuai banyak tanggapan dari berbagai pihak.

“Pada dasarnya, yang diatur bukan azannya, tetapi energi suara dari perangkat elektronik yang digunakan masjid terkait,” ujar Ir. Joko dalam acara webinar bertajuk “Dakwah Nyaman dengan Speaker Masjid yang Berkesan” pada Jumat, 25 Februari 2022 lalu yang dihelat oleh LPPM ITB bekerja sama dengan Masjid Salman ITB.

Dia menceritakan, secara historis, azan pada masa lampau memakai corong manual yang membesar di ujung yang satu lagi dan di atas ketinggian tertentu untuk mencapai pendengaran para jemaah untuk memenuhi panggilan salat. Makin berkembangnya teknologi, penggunaan pengeras suara elektronik jauh lebih efektif seperti yang kita dengar di masa ini.
Sumber suara mempunyai tiga komponen di antaranya energi kekerasan (dalam bentuk desibel), pitch (frekuensi), dan waktu. Komponen yang sering dipermasalahkan yakni energi kekerasannya (loudness) yang tidak sesuai dengan batas aman pendengaran. Regulasi imbauan pemerintah untuk memberikan solusi dari permasalahan ini dengan besar 100 dB yang diukur pada jarak 1 meter (batas maksimal pendengaran manusia 140 dB)

Pengukuran kekuatan ini tidak bisa hanya mengandalkan telinga karena setiap orang memiliki kemampuan dengar yang berbeda. Perangkat yang bisa digunakan oleh awam bisa boleh dari perangkat pada ponsel sudah cukup karena bisa mengukur dengan mudah dan gratis. Kuantitas pengeras suara yang digunakan perlu disesuaikan dengan bentuk ruangan masjid terkait. Apabila pengeras suara diperlukan untuk dalam ruangan, sebaiknya diarahkan ke bawah supaya terdengar jelas oleh para jemaah.

Dalam kesempatan tersebut, Eep S. Maqdir selaku konsultan tata suara mengatakan bahwa selain energi, waktu pemakaian juga perlu diperhatikan. Perambatan suara pada malam dengan siang hari memiliki perbedaan yang signifikan. Pada malam hari ketika hari terdengar sunyi loudness hendaknya diturunkan kekuatannya begitu juga sebaliknya ketika siang hari.

Pengetahuan para teknisi audio masjid juga harus mumpuni. Fitur pada pengeras suara yang umum digunakan kebanyakan masih sebatas bass dan treble, ada pun Eep menyarankan juga fitur equalizer untuk mereduksi noise yang dikeluarkan. Perangkat tambahan berupa compressor juga disarankan karena bisa menekan suara menjadi lebih nyaman didengar ketika terlalu keras.

Reporter: Lukman Ali (Teknik Mesin/FTMD, 2020)


scan for download