Cahyo Widiantoro, “ Sarjana untuk Ayah Ibu”

Oleh Adi Permana

Editor -


BANDUNG, itb.ac.id – Keterbatasan ekonomi bukanlah penghalang bagi seseorang untuk belajar di perguruan tinggi negeri impiannya dan juga sebagai jembatan meraih cita-cita. Banyak upaya bisa dilakukan asal mau berusaha dan bersungguh-sungguh. Salah satunya ialah dengan mengikuti program beasiswa Bidikmisi dari pemerintah.

Program beasiswa Bidikmisi adalah program bantuan biaya pendidikan yang diberikan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mulai tahun 2010 kepada mahasiswa yang memiliki potensi akademik memadai namun kurang mampu secara ekonomi. Cahyo Widiantoro adalah salah satu mahasiswa ITB penerima beasiswa Bidikmisi tersebut. 

Cahyo lulus dari Program Studi Teknik Material - FTMD dengan IPK Cumlaude, 3.72. Dia pun akan diwisuda pada Wisuda Ketiga ITB Tahun Akademik 2018/2019, Jumat, 19/7/2019, di Gedung Sabuga ITB. Pada tugas akhirnya, dia mengangkat tentang “Pengaruh Penambahan Klorheksidin dan Setil Trimetil Amonium Bromida terhadap Sifat Mekanik dan Aktivitas Antibakteri Nanokomposit Gigi Restoratif”. Selama kuliah, Cahyo dikenal aktif sebagai tutor di Asrama Sangkuriang ITB, kegiatan himpunan, dan di Unit Lingkung Seni Sunda (LSS). 

Tentang Cahyo

Cahyo merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Kedua orang tuanya berpisah ketika ia masih duduk di bangku TK. Dibawah asuhan sang nenek, Cahyo mengaku belajar tentang disiplin dan selalu bersyukur dalam setiap keadaan. “Dulu ketika saya minta jajan, nenek selalu menyuruh saya untuk memilih antara jajan atau sekolah. Apabila uang dipakai untuk jajan, berarti tidak ada uang untuk saya bisa bersekolah. Nenek juga mendidik saya untuk hidup mandiri,” cerita Cahyo saat berbincang dengan Reporter Humas ITB, belum lama ini.

Cahyo bercerita bahwa keluarga besarnya sebagian besar tidak memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi. Namun ada satu orang pamannya yang menginspirasi Cahyo memberanikan diri bercita-cita untuk menempuh pendidikan setinggi-tingginya.

Berkuliah di Institut Teknologi Bandung menjadi target mimpi selanjutnya setelah ia lulus dari SMAN 1 Surakarta. “Ketika saya sampaikan kepada ayah keinginan saya untuk berkuliah, ayah tampak berkaca-kaca. Ayah mengaku tidak pernah terbayang akan dapat menghantarkan anaknya untuk berkuliah. Ayah hanyalah buruh yang terbiasa bekerja keras sejak kecil,”ucapnya.
 
Ayahnya pernah menjadi buruh tani, tukang becak, hingga ikut orang tanpa kepastian upah, dan kini beternak sapi pedaging secara mandiri. Ia selalu ingat pesan ayahnya untuk selalu menjaga diri dan berhati-hati dalam bertindak. Setelah mendapat restu dari orang tuanya untuk kuliah, Cahyo mulai mengurus pendaftaran masuk perguruan tinggi melalui jalur SNMPTN dan mendaftar beasiswa Bidikmisi. Ia pun sangat bersyukur ketika dinyatakan lulus seleksi menjadi mahasiswa Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara di ITB.

“Saya pulang ke Sragen setiap liburan semester. Setiap kembali ke Bandung, orang tua selalu membekali saya dengan satu karung beras. Saya dapat menghemat pengeluaran selama kuliah dengan menanak nasi sendiri,” kata Cahyo.

Cahyo pernah membuka jasa laundry ketika tingkat satu. Di tingkat kedua, Cahyo masuk di jurusan Teknik Material dan aktif di berbagai kegiatan seperti menjadi tutor asrama, asisten dosen, kegiatan unit dan himpunan, serta kepanitiaan lainnya. 

Ia mulai mengurangi kesibukan di luar akademik sejak memasuki tingkat ketiga dan empat, dan mulai memperdalam keilmuan dengan mengikuti perlombaan seperti PKM dan karya ilmiah, serta konferensi internasional di Malaysia dan Thailand.

“Gelar sarjana ini saya persembahkan terkhusus untuk kedua orang tua dan keluarga besarku, guru-guru dan para dosen yang dengan sabar membimbing dan membagikan ilmu pengetahuan, teman-teman seperjuangan yang mendorongku menjadi lebih baik, serta rakyat Indonesia yang telah membiayai studi saya selama mengenyam pendidikan,” kata Cahyo.

Ketika ditanya motivasinya untuk selalu semangat belajar, ia mengatakan, “Yang membuat saya semangat belajar adalah keinginan untuk membanggakan kedua orang tua. Selain itu, lingkungan yang mendukung seperti teman-teman dekat yang selalu menyemangati saya. Jangan lupa untuk mencoba semua kesempatan yang ada di ITB dan di luar ITB. Buatlah timeline dan target selama kuliah agar lebih terarah. Jangan lupa untuk membangun relasi dan pertemanan yang luas,” pesannya.

Reporter : Elisabeth Sirumapea (Manajemen 2020)

scan for download