Peneliti Kegempaan ITB Lakukan Pemetaan Surface Rupture Sesar Palu-Koro

Oleh Adi Permana

Editor -

*Rekahan di permukaan sebagai efek dari pergeseran sesar Palu Koro setelah gempa 7,4 pada 28 September lalu (Foto: Adi Permana/Humas ITB)


PALU, itb.ac.id -- Gempa yang terjadi di Kab. Donggala, Kota Palu, Kab. Sigi dan sekitarnya akhir September 2018 lalu diyakini disebabkan oleh pergerakan sesar Palu-Koro. Untuk mendukung data yang lebih akurat mengenai pergeseran sesar tersebut, tim ITB bersama Pusat Studi Gempabumi Nasional (PuSGeN)-Kementerian PUPR, dan LIPI melakukan pemetaan surface rupture, dari sepanjang jalan Palu Toli-Toli, Kota Palu hingga Kulawi di selatan.

Surface rupture merupakan penelitian untuk mengetahui retakan atau sobekan di permukaan karena pergerakan sesar. Dr. Astyka Pamumpuni dari Geologi ITB mengatakan, bahwa gempa dari sesar Palu Koro ini merupakan akibat pergerakan sesar mendatar (strike-slip) mengiri.

"Dari data satelit yang kemarin ada, itu kelihatan ada pergeseran di permukaan sekitar 4-6 meter. Kita sudah petakan dari utara ke selatan, ternyata pergeseran bervariasi. Yang jelas kita sudah confirm ada pergeseran di permukaan, ternyata memang bervariasi, perbedaannya mencapai 2-3 meter dari satu tempat dengan tempat yang lain," kata Dr. Astyka kepada Humas ITB di Palu, Kamis (11/10/2018).

*Din-din dan jalan terlihat melengkung karena pergeseran slike-slip sesar Palu-Koro (Foto: Adi Permana/Humas ITB)

Berdasarkan hasil survei juga diketahui banyak rumah-rumah rusak dari mulai ringan sampai berat akibat pergeseran sesar. Terutama untuk rumah yang berada tepat di atas atau dilewati sesar tersebut. Jalan-jalan juga banyak yang mengalami rusak, bergelombang, bahkan amblas karena pergeseran tersebut.

Dijelaskan Dr. Astyka, sesar Palu-Koro terbentuk jutaan tahun yang lalu, dan menjadi zona sesar yang panjang. "Kalau kita lihat dari sejarah geologi dan tektoniknya, memang ini zona yang cukup besar dan aktif sekali. Hal itu terlihat antara lain dari data GPS dan kegempaan," ungkapnya.

Sesar ini memanjang dari Palu sampai ke selatan dan ke timur. Penelitian mengenai sesar ini sudah pernah dilakukan. Salah satunya dilakukan oleh Dr. Mudrik Rahmawan Daryono, peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Menurutnya sesar Palu-Koro mengalami pergeseran membelah Pulau Sulawesi dengan kecepatan sekitar 30 hingga 40 milimeter pertahunnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Mudrik pada 2012 itu berupa uji paritan di Desa Omu untuk mengetahui kejadian gempa di masa lalu, metode yang dilakukan yaitu paleoseismologi. Paleoseismologi adalah studi tentang kejadian gempa masa lalu.

"Setelah uji paritan, kita menemukan kejadian gempa bumi tahun 1909 dengan pergeseran 5,5 meter dan vertikalnya 1,5 meter, dan sekarang tahun 2018 terjadi gempa bumi dan ada pergeseran yang jelas vertikal hampir satu meter. Ini segmen saluki, menunjukkan bahwa siklus gempa bumi 2018 pengulangan gempa bumi 1909," kata Dr. Mudrik.

Jika mengacu pada penelitian tersebut, gempa bumi dengan potensi magnitude 7 di sesar Palu-Koro memiliki siklus kurang lebih 100 tahunan. "Dari kejadian gempa sekarang, kita harus mempersiapkan pembangunan Kota Palu ini dengan kejadian gempa di 100 tahun kemudian, bangunan kota palu yang harmoni dengan gempa bumi," ungkapnya.

Dr. Astyka menambahkan, bahwa pasca bencana gempa di Palu, ITB dan lembaga lain fokus untuk memetakan zona pergeseran yang terjadi di permukaan untuk memetakan detail pergeseran permukaan (surface rupture).

Hasil pemetaan surface rupture akan sangat berguna sebagai dasar rekonstruksi dan pengembangan kedepannya. Pemetaan surface rupture ini akan sangat baik jika di dukung dengan data yang lebih detil, misalnya LIDAR.

"Jalan juga bergeser. Ini (surface rupture/sobekan sesar) harus dipetakan dulu, nanti akan kita susun bagaimana ke depannya. Pemetaan ini akan melibatkan banyak pihak terkait, PusGen, LIPI, Badan Geologi, termasuk kementrian dan pemda," pungkasnya.



scan for download