Teknik Pertambangan ITB Pelopori Kegiatan “International Symposium of Mining in Asia”

Oleh Adi Permana

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id – Program Studi Sarjana Teknik Pertambangan Institut Teknologi Bandung menyelenggarakan International Symposium of Mining In Asia (MIA) di Conference Hall, Gedung CRCS Kampus ITB, Jalan Ganesa, Bandung, Rabu (25/7/2018). Simposium ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Society of Mining Professors (SOMP) Regional Meeting ke-8 yang dilaksanakan pada tanggal 26 – 27 Juli 2018 dan Field Trip pada tanggal 28 Juli 2018 ke Unit Bisnis Penambangan Emas di desa Pongkor, Bogor yang dioperasikan oleh PT. Antam Tbk.


Dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2018, simposium ini membawa tema “Pertambangan di Asia: Kondisi Saat Ini dan Prospeknya di Masa Depan”. Selain mempertemukan akademisi dan professional dari berbagai negara, peneliti, pemerintah, dan stakeholder lainnya, simposium ini juga membahas tentang perkembangan industri pertambangan di Asia dan kesempatan serta tantangannya bagi perkembangan pendidikan pertambangan di Asia, khususnya di Indonesia.

Hadir dalam simposium ini para staf pengajar dan mahasiswa dari berbagai negara seperti: Jerman, Jepang, Australia, Spanyol, Vietnam, Afrika Selatan, Namibia, dan Myanmar). Dari Indonesia, lebih dari 75 orang dosen yang tergabung dalam Forum Komunikasi Program Studi Teknik Pertambangan Indonesia dan beberapa wakil dari Perusahaan Pertambangan, Asosiasi Pertambangan Indonesia (API/IMA), dan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) turut berkontribusi dalam acara ini. Simposium “Mining in Asia” ini merupakan yang pertama, dan akan diselenggarakan secara periodik.

Ketua Panitia Penyelenggara, Dr.-Ing. Aryo Prawoto Wibowo, M.Eng., mengatakan, simposium ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran  tentang kegiatan pertambangan di berbagai negara Asia dan prospeknya di masa mendatang. Saat ini lebih dari 33 Perguruan Tinggi di Indonesia telah menyelenggarakan pendidikan teknik pertambangan dalam jenjang D2, D3, S1, S2, dan S3, dan telah menghasilkan  sekitar 1.600 orang lulusan Teknik Pertambangan per tahun dengan berbagai jenjang, utamanya Sarjana. Lulusan tambang tersebut sebagian akan mengisi lapangan pekerjaan di perusahaan tambang di dalam negeri. Sebagian lagi diproyeksikan untuk dapat mengisi berbagai posisi di perusahaan tambang internasional, khususnya di kawasan asia. Untuk itu, kualitas lulusan tambang dari berbagai Perguruan Tinggi kita perlu selalu ditingkatkan agar memenuhi persyaratan kualifikasi tenaga kerja di negara lain.

“Kita perlu melakukan standarisasi pendidikan teknik pertambangan agar siap mengekspor lulusan dalam negeri untuk berkompetisi di industri pertambangan, baik di dalam maupun di luar negeri.  Kegiatan selama 4 hari tersebut diharapkan dapat memfasilitasi rekan-rekan dosen teknik pertambangan dari berbagai Perguruan Tinggi di Indonesia untuk mulai membangun jejaring dan berkenalan dengan profesor – professor tambang mancanegara dan berkolaborasi untuk meningkatkan kompetensi kita,” kata Aryo.

Berdasarkan data dari U.S. Geological Survey, produksi mineral dan batubara dari kawasan Asia meningkat secara signifikan dalam dekade terakhir. Bahkan produksi beberapa mineral seperti aluminium, nikel, bijih tembaga, dan batubara dari negara-negara Asia mencapai >50% produksi dunia. Ini merupakan indikasi meningkatnya jumlah kegiatan penambangan di negara-negara Asia yang kemudian diikuti oleh meningkatnya permintaan para profesional pertambangan.

Pertumbuhan industri pertambangan di negara berkembang selalu menghasilkan beberapa masalah, antara lain manfaat ekonomi yang optimal bagi negara produsen, kebijakan yang sesuai untuk investasi pertambangan, profesional pertambangan nasional versus ekspatriat, manajemen dampak lingkungan atau tantangan sosial dan ekonomi setempat.

Isu-isu penting tersebut dibahas dalam simposium dan pertemuan regional SOMP ini. Termasuk pengembangan industri pertambangan, pendidikan pertambangan, dan saling berbagi pengalaman dari berbagai negara atau wilayah tentang pertambangan. “Kita akan cari peluang untuk terjalinnya kolaborasi dan kerjasama dalam hal pendidikan dan penelitian karena itu akan mempercepat kita untuk meningkatkan mutu atau kualitas pendidikan pertambangan kita,” lanjutnya.

Aryo menjelaskan bahwa dengan adanya kegiatan ini, ada beberapa keuntungan yang dapat diambil. Yakni adanya internasionalisasi yang membuka peluang terjalinnya kolaborasi dengan para profesor dan praktisi pertambangan luar negeri, terbukanya jejaring yang luas untuk ikut mengembangkan industri pertambangan di Asia khususnya Indonesia, dan ajang untuk mengukur kualitas pendidikan teknik pertambangan dengan negara-negara yang lain.

“Ini juga ada forkom (forum komunikasi) prodi teknik pertambangan seluruh Indonesia; mereka bisa menggunakan kesempatan ini untuk meningkatkan kapasitasnya, berdiskusi dengan para dosen dan prkatisi pertambangan dari berbagai negara. Ada belasan mining professor yang hadir dalam kegiatan tersebut, saya berharap rekan-rekan dosen teknik pertambangan dapat memanfaatkannya,” ujarnya. 

Sementara itu, Ketua Panitia Pengarah, Prof. Dr. Rudy Sayoga Gautama berharap acara seperti ini bisa dilakukan secara rutin, untuk membantu menghasilkan pendidikan pertambangan di Indonesia yang semakin membaik. ”Semoga dapat dijadikan kegiatan yang rutin, ya mungkin dua atau tiga tahun sekali,” katanya.

Reporter: Jonatan Kevin Daniel

scan for download