Dies Natalis Ke-59 ITB : “In Harmony with Nature : In Harmonia Progression”

Oleh Ahmad Fadil

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Memperingati ulang tahun ke-59 tahun, Institut Teknologi Bandung menggelar sidang terbuka pada hari jumat, (2/3/2018), di Aula Barat. Acara yang berlangsung mulai pukul delapan pagi itu, diikuti oleh pimpinan dan anggota Majelis Wali Amanat, Senat Akademik, Forum Guru Besar, para sesepuh dan tamu kehormatan, serta dosen dan para pegawai tenaga kependidikan.

“Pada hari ini, kita bersama-sama memperingati 59 tahun perjalanan institusi pendidikan tinggi yang kita cintai dan banggakan, Institut Teknologi Bandung. Kalau kita tengok ke belakang, kita akan dapati bahwa sejak awal kelahirannya, ITB telah menjadi miniatur kebhinnekaan bangsa Indonesia. ITB telah menjadi wadah yang mempertemukan dan mempersatukan Anak-Anak Bangsa dari berbagai penjuru Tanah Air, dalam sebuah cita-cita bersama: terwujudnya kedaulatan dan kemajuan bangsa Indonesia melalui penguasaan dan pemajuan ilmu pengetahuan,” ujar Rektor ITB Prof Kadarsah Suryadi memulai sambutannya.
Perhatian ITB yang sebelumnya diarahkan pada pengembangan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan hayati, kerekayasaan, serta bidang seni IPTEK, saat ini berkembang ke bidang ilmu sosial dan humaniora yang bersifat khusus. Pengembangan ini untuk memperkaya, memperkuat dan memberikan arah stratejik bagi pengembangan IPTEK, ujar Kadarsah.
Disampaikan oleh Kadarsah, kecerdasan buatan, teknologi internet, rekayasa genetika yang memperpadukan sains dengan kemampuan komputasi yang tinggi, energi terbarukan, dan kemajuan penyimpanan energi pada baterai merupakan contoh-contoh teknologi disruptive yang akan membawa perubahan dramatis yang mulai dirasakan dampaknya.

Senada dengan yang disampaikan Kadarsah, sebelumnya Ketua Majelis Wali Amanat (MWA-ITB), Betti Alisjahbana juga mengatakan dalam pidatonya, bahwa Era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) menantang semua organisasi, perusahaan, pemerintahan, pendidikan, termasuk Perguruan Tinggi seperti ITB untuk senantiasa melakukan perubahan-perubahan dan terobosan-terobosan agar senantiasa relevan dan tidak menjadi korban perubahan (disruptive).

Dikatakan oleh Betti, bahwa saat ini beberapa perusahaan tidak mensyaratkan gelar lagi pada proses rekrutmennya, melainkan pada keahliannya menyelesaikan pekerjaan-pekerjaannya secara kreatif.  “Saat ini kita melihat perusahaan-perusahaan seperti Google, Ernst&Young, Apple, PricewaterhouseCoopers dll., sudah tidak mensyaratkan gelar lagi dalam rekrutmennya. Mereka mencari kandidat yang penuh inisiatif yang bisa belajar sendiri tentang apa-apa saja yang dibutuhkan,” kata Betti.

Setelah Ketua MWA-ITB, pidato selanjutnya disampaikan oleh Ketua Senat Akademik, Prof Indratmo Soekarno. Dalam pidatonya, Indratmo berkata “Perguruan Tinggi saat ini harus menghadapi kompetisi secara global, di mana tantangan utamanya adalah melahirkan lulusan yang siap bersaing di tingkat nasional, regional maupun global.”


Hidup Sehat Dan Harmoni Bersama Alam
Mengangkat tema “In Harmony with Nature : In Harmonio Progressio”, Profesor Ketut Adhnyana membetot perhatian para undangan Dies Natalis ITB. Pasalnya, tema terkait kesehatan yang dibawakan Ketut merupakan keseharian yang umum dibahas oleh masyarakat dengan berbagai budaya.
Sehat tidak hanya sekedar ketidakhadiran penyakit, namun juga sehat secara mental dan secara sosial. “Kondisi sehat kerap disepelekan dan dianggap tidak memiliki arti penting dibandingkan dengan kekayaan, kekuasaan, penghargaan, pengetahuan maupun keamanan. Namun nilai dari suatu kondisi sehat baru benar-benar dimengerti dan dihargai ketika sudah tidak ada lagi,” tukas Ketut.
Hidup sehat dan harmoni bersama alam, diyakini oleh Ketut sebagai suatu proses yang dinamis dan seimbang. Ketut menuturkan bahwa, “Individu sehat merupakan simfoni yang sangat harmonis antara genetik dan faktor lingkungan (internal dan eksternal). Faktor-faktor tersebut ada yang tidak dapat diubah (unmodified risk factors) seperti genetik, usia, jenis kelamin dan kehidupan masa lampau (karma). Sedangkan faktor-faktor seperti gaya hidup (lifestyle), aktivitas fisik (exercise), pola makan (diet), lingkungan tempat kita hidup seperti stress adalah faktor-faktor yang dapat diubah (modified risk factors).”

Lebih lanjut Ketut menerangkan pengaruh stres, pola makan, dan pengaruh olahraga terhadap kesehatan, serta menerangkan obat-obatan dari alam. Seperti ekstrak perikarp manggis untuk penanganan obesitas, lobak yang biasa digunakan sebagai bahan masakan soto bandung untuk penderita diabetes melitus, dauh sirih untuk osteoporosis, kunyit untuk tukak pekik, ciplukan untuk penderita autoimun, dan ekstrak jahe merah untuk penderita tuberkulosis.
Obat bahan alam memiliki potensi yang sangat besar baik ditinjau dari aspek kelimpahan sumber daya alam, tradisi yang sangat panjang maupun efektivitas dalam memelihara kesehatan dalam aspek preventif, promotif dan rehabilitativ maupun kuratif, salah satunya dengan menjadikan tradisi dalam aktivitas keseharian. “Diperlukan terobosan yang revolusioner dari seluruh komponen bangsa (stakeholder) untuk menjadikan bahan alam Indonesia tuan rumah di negerinya sendiri, Indonesia tercinta,” kata Prof Ketut Adhnyana menutup orasi ilmiahnya.

Masih dalam rangka peringatan Dies Natalis, di tempat terpisah, presiden Keluarga Mahasiswa ITB, Ahmad Wali Radhi menyampaikan harapan dan rasa optimisnya untuk bangsa dan negara Indonesia, "zaman modern ini, rasanya tepat jika menjadikan perguruan tinggi sebagai laboratorium pembinaan utama dalam mencetak sumber daya manusia unggul," katanya. Radhi merupakan mahasiswa Teknik Pertambangan angkatan 2014, yang baru saja terpilih menggantikan Ardhi Rasyi Wardana.




scan for download