Rekomendasi ITB : Aplikasi Teknologi Lingkungan Dalam Upaya Restorasi Sungai Citarum

Oleh Fivien Nur Savitri, ST, MT

Editor -


Bandung, itb.ac.id - Air merupakan kebutuhan utama hampir semua makhluk hidup termasuk manusia. Lebih dari 80 persen tubuh manusia didalamnya terdapat komponen air.  Disamping itu, air juga digunakan untuk berbagai keperluan rumah tangga sehari-hari, industri, dan juga sumber pangan dan energi. Sebagai pendukung hidup utama manusia, air sudah seharusnya dijaga baik kuantitas maupun kualitasnya. Sungai Citarum yang melewati setidaknya 10 Kabupaten di Jawa Barat menjadi perhatian serius bagi Kodam III Siliwangi.

Saat ini kondisi sungai Citarum sepanjang dua ratus kilometer itu tercemar limbah. Sungai yang tercemar limbah akan menurunkan kadar oksigen dalam air sehingga mengganggu biota didalamnya. Tidak hanya itu, kerusakan kualitas air sungai akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan seperti banjir dan juga tanah longsor. Tentunya hal ini sangat memprihatinkan bagi kelangsungan hidup manusia di sekitarnya.


Kodam III Siliwangi Sosialisasikan Program Citarum Harum

Untuk itu pada hari Sabtu (20/1/2018), Kodam III Siliwangi mengundang mahasiswa, ormas, ulama, dan instansi dalam rangka Sosialisasi Program Citarum Harum Tahun 2018, di Graha Tirta Siliwangi Bandung. "Program ini penting untuk menuju Indonesia Emas, bukan Indonesia Cemas. Kita hasilkan mata air, bukan air mata. Dampak pencemaran air sungai ini sama besarnya dengan dampak akibat perang.”, tegas Panglima Kodam III Siliwangi, Mayjend TNI Doni Monardo. Butuh kerjasama dan keterlibatan semua pihak untuk membuat sungai Citarum menjadi ‘harum’, lanjut Mayjend Doni yang sebelumnya menjabat Panglima Kodam XVI Pattimura

Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof Kadarsah Suryadi, pada kesempatan ini hadir memenuhi undangan Pangdam III Siliwangi sebagai narasumber. Prof Kadarsah membawakan materi tentang penerapan teknologi ramah lingkungan bagi sungai Citarum. Kadarsah hadir didampingi oleh Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi,  dan Kemitraan (WRRIM), Prof Bambang R.Trilaksono, dan Direktur Eksekutif Pengelolaan Penerimaan Mahasiswa dan Kerjasama Pendidikan  (DEKTM), Prof Mindriany Syafila. 

Kadarsah menjelaskan kondisi sungai Citarum dengan menampilkan peta kondisi geografis sungai Citarum yang diperoleh dari hasil penelitian teknik geodesi dan geomatika. Kadarsah menjelaskan bahwa food (pangan), energi, dan water (air) berasal dari air sungai Citarum. Pertanian, perikanan, dan peternakan sudah semestinya dapat hidup berkat aliran air anak sungai Citarum. Kemudian dari hulu ke hilir sungai Citarum dapat ditemui waduk Saguling, waduk Cirata dan waduk Jatiluhur yang menghasilkan energi listrik sekitar 1.188 Mega Watt. Sekitar 27,5 juta warga dihidupi oleh aliran anak sungai Citarum.

Limbah industri, limbah domestik atau limbah rumah tangga, serta limbah kotoran ternak juga tinja manusia, dan erusi serta sedimentasi merupakan akar masalah pencemaran air sungai citarum. Tingkat turunnya mutu air sungai Citarum akibat limbah tersebut tidak hanya dapat dilihat dari kuantitas air limbah, melainkan juga kualitas air limbah. Limbah industri meskipun kuantitasnya lebih sedikit dibandingkan limbah rumah tangga, namun kualitas pencemarannya lebih tinggi, sehingga membutuhkan proses yang lebih lama untuk memperbaikinya. Pasalnya mutu air sungai menentukan apakah air tersebut dapat digunakan untuk keperluan air minum, sarana rekreasi air, peternakan atau budidaya ikan air tawar, dan pertanaman. 



Aplikasi Teknologi Lingkungan Untuk Berbagai Jenis Limbah

Pakar ITB telah meneliti, membuat dan mengaplikasikan teknologi untuk mengatasi limbah cair dan juga limbah sampah rumah tangga. ITB memiliki dua mesin pengolah bricket yang dapat mengolah sampah rumah tangga dengan kapasitas maksimal masing-masing 25 kilogram dan 100 kilogram setiap hari. Mesin ini merupakan hasil riset mahasiswa dan dosen dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB. Kemudian pengolahan limbah cair domestik menggunakan Bio-Septik tank yang sudah diterapkan di komplek permukiman dago pojok. Di komplek asrama kampus Jatinangor, ITB juga sudah mengaplikasikan sistem Johkasou dari hasil riset teknik lingkungan.

Untuk limbah peternakan dapat diolah menggunakan teknologi bio-digester yang memproses kotoran ternak atau tinja manusia menjadi biogas. Gas bio ini tentunya bermanfaat untuk keperluan memasak sebagai pengganti gas elpiji dalam rumah tangga. Perhatian khusus perlu ditujukan bagi industri yang masih memiliki rapor merah akibat memproduksi limbah yang tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan baku. Kadarsah merekomendasikan adanya revitasi IPAL (instalasi pengolahan air limbah) industri melalui konsultasi teknis, modifikasi IPAL, bersama para insinyur dari Teknik sipil, Teknik Lingkungan dan Kimia. Pelatihan teknologi produksi bersih bagi industri agar industri tersebut mampu mengurangi (reduce), menggunakan kembali  (reuse) serta melakukan daur ulang (recycle) sampah industrinya. Ilmuwan ITB juga telah berhasil mengembangbiakan bakteri pemakan limbah seperti immobilize alive petrophilic bacteria dan immobilized alive aerobic bacteria.

Selain Rektor ITB, tampak hadir juga sebagai narasumber, Sekretaris Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Barat, Dr. Prima Mayatiningtias, Rektor UNPAD, Prof. Tri Hanggono Achmad, dan Kapolda Jawa Barat, Irjen Pol Drs. Agung Budi Maryoto. Kepada jajarannya, Pangdam III Siliwangi, Mayjend Doni Monardo kembali menegaskan, “Temuilah masyarakatmu, hiduplah bersama mereka, dan mulailah dari apa yang mereka miliki”. Semoga revitalisasi sungai Citarum dapat segera terwujud untuk Indonesia Emas di Tahun 2045.


scan for download