Menciptakan Peluang dari Timbulnya Masalah-Masalah di Era Teknologi

Oleh Fivien Nur Savitri, ST, MT

Editor -


Studium Generale merupakan kegiatan rutin yang diselenggarakan dalam rangka menambah wawasan mahasiswa ITB tentang pengetahuan yang tidak didapatkan di kelas. Minggu ini merupakan minggu terakhir perkuliahan di Semester 1 Tahun Akademik 2017/2018.

“Kegiatan Studium Generale di ITB merupakan kegiatan terstruktur yang dijadwalkan secara periodik bagi seluruh mahasiswa ITB untuk memperluas wawasan mahasiswa dan diharapkan kegiatan ini akan melengkapi pengetahuan yang diperoleh oleh mahasiswa di bangku kuliah melalui kurikulum yang sudah kita tetapkan” Ujar Prof Irawati, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Organisasi ITB, dalam sambutannya mewakili Rektor ITB.

Lebih lanjut disampaikan oleh Irawati, bahwa pembicara Studium General diisi oleh para pakar, praktisi, birokrat dan pejabat pemerintahan. Berkenaan dengan Teknologi Finansial sebagai tema Studium General hari ini yang disampaikan pimpinan dari Bank Central Asia, maka dikatakan oleh Irawati bahwa ITB juga memiliki Program Studi Matematika yang mempelajari finansial yang mungkin kedepan dapat bekerja sama di bidang teknologi finansial. 



Studium General hari ini (28/11/2017) diisi oleh Wakil Presiden Direktur Bank Central Asia, Armand Wahyudi Hartono.  Hartono memulai perkuliahan dengan menyampaikan apa yang terjadi di dunia pada akhir dekade ini dengan fokus pada teknologi dan efeknya kepada keuangan dan dunia pekerjaan. “Perubahan jaman itu selalu ada opportunity dan ada masalah. Hanya dalam waktu 8 tahun semua dapat berubah. Setelah 2013, saat perangkat mobile dapat dimiliki oleh semua orang maka mulailah terjadi masalah. Namun demikian, saat ada masalah maka disitulah ada opportunity”, ujar Hartono.

Perubahan jaman membuat setiap orang harus mampu beradaptasi. Opportunity dan problem selalu ada berdampingan. Sebagai contoh Michele Phan (Youtubers) dan PewDiePie (Gamers) merupakan orang yang mengambil peluang dan menghasilkan pendapatan yang luar biasa dari perkembangan internet. Hal ini tentunya berbeda dengan jaman dimana Martin Cooper di awal tahun 1990 an yang masih menggunakan telepon seluler dengan ukuran masih besar.

Hartono lebih lanjut mengatakan bahwa pada tahun 1990, terdapat 90% dari total transaksi perbankan dilakukan di Cabang, 10% dilakukan oleh mesin elektronik. Sedangkan hari ini, di tahun 2017, 97% transaksi perbankan dilakukan oleh mesin elektronik dan 3% dilakukan di Cabang. Sedangkan dari sisi nominal 57% masih dilakukan di Cabang dengan jumlah transaksi yang meningkat hampir 20 kali lipat. “Dulu sebagai perbandingkan kami (BCA) butuh teller 200 orang, sekarang hanya butuh satu atau dua orang karena sudah diambil oleh mesin, dan yang tidak bisa diambil alih oleh mesin adalah relasi, inovasi, programming, analisa data dan komputing”, ujar Hartono. 


Melengkapi presentasinya, Hartono mengatakan bahwa dalam kurun waktu 10 tahun kedepan 90% alat elektronik akan terkoneksi ke internet (Internet of Things) dan itu semua merubah industri termasuk keuangan, karena dari semua itu dapat digunakan untuk pembayaran. Kemudian 2/5 dari sebuah gadget ada media sosial seperti facebook dan instagram,  dengan matematika semua dapat dianalisa datanya untuk menciptakan bisnis baru. “Inilah dunia eksponensial bukan dunia linier” ujarnya. Dengan ilmunya di bidang keuangan yang mumpuni Hartono mengatakan bahwa untuk inovasi, ada namanya S-Curve, dimana semua bisnis atau ciptaan akan digantikan oleh suatu berikutnya. Mengapa akan digantikan oleh industri baru, dirinya mengatakan karena pada dasarnya manusia ingin sesuatu yang instan. Namun dirinya memastikan bahwa tidak ada yang instan untuk membuat yang instan.

Perubahan yang cepat tidak cukup hanya dikembangkan sekali. Sukses adalah suksesi, yang artinya dengan adanya pengganti yang lebih baik, itulah yang disebut dengan sukses ujarnya. “Dunia saat ini bentuknya tidak jelas, tapi serba terkoneksi, jadi ayo berkolaborasi dan bersinergi antar bidang ilmu”, ujar Hartono penuh semangat. 

Setiap manusia butuh kemampuan adaptasi dan tunggu beberapa tahun kemudian dimana peran manusia akan hilang, seperti teknologi kendaraan tidak memerlukan pengendara atau supir yang saat ini sudah diuji coba di negara Jepang. Dengan adanya handphone, alat yang mengkoneksikan manusia, maka dapat menghubungkan supir, peta dan tentunya juga pembayaran. Singkatnya menurut Hartono adalah pikirkanlah network, bila dulu berupa hirarki, sekarang ini kita butuh network dan juga butuh data yang besar yang saat ini mengalir deras. “Kalau dulu data itu ibarat berada di sebuah danau maka data saat ini mengalir begitu deras” ujar Hartono usai memperlihatkan video internet of things di sela-sela presentasinya.

Di akhir penyampaian kuliahnya, Hartono mengingatkan bahwa jangan pernah merasa besar, bahwa perusahaan-perusahaan besar yang dahulunya sangat besar, seperti Kodak, Nokia, Polaroid dan Blockbuster saat ini telah mati dan berpulang akibat tidak mampu beradaptasi.

Studium Generale ditutup oleh moderator dengan memberikan kesempatan mahasiswa untuk bertanya kepada pembicara. Moderator menambahkan bahwa Institut Teknologi Bandung menghasilkan sarjana bukan untuk  siap kerja tapi siap menghadapi perubahan atau beradaptasi di lingkungan yang baru. Tentunya sangat berharap apa yang telah disampaikan oleh pembicara dapat memberikan motivasi bagi mahasiswa ITB, mengingat pergantian teknologi  akan terus berkembang dan tidak akan ada habisnya. Dengan 25 juta data transaksi per hari maka big data akan tercipta untuk diolah menjadi sesuatu yang bermakna terutama di dunia Fintech (Financial Technology).


Penyerahan beasiswa secara simbolik kepada 20 mahasiswa dengan nilai total 300 juta rupiah disampaikan langsung oleh Hartono selaku Wakil Presiden Direktur BCA kepada ITB melalui  Irawati. Di akhir acara, ITB dan BCA juga saling memberikan cinderamata tanda terima kasih. Ucapan terima kasih juga tak luput disampaikan oleh Irawati kepada Bank Central Asia yang telah mengisi kegiatan Studium General di ITB.


scan for download