Environmentalks 2017 : Menilik Progres dan Tantangan Target 100-0-100

Oleh Sitti Mauludy Khairina

Editor -

Environmental Talks


BANDUNG, itb.ac.id - Sebagai upaya mewujudkan Indonesia yang sejahtera, Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) membuat target 100-0-100. Target yang diharapkan terwujud pada tahun 2019 ini mencakup 100% akses air minum, 0% permukiman kumuh, dan 100% akses sanitasi sesuai arahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) III. Dalam rangka mendukung program tersebut, Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) ITB menggelar acara “” yang dilaksanakan pada Sabtu (18/11/17) di Ruang Seminar Perpustakaan Pusat lt. 1 Kampus ITB.

Environmentalks ialah final road map dari serangkaian diskusi yang telah dilakukan sebelumnya oleh Divisi Diskusi Kreatif Departemen Keilmuan HMTL ITB. Acara yang dimoderatori oleh Tatwadhika Rangin Siddhartha (Teknik Lingkungan 2013) ini menghadirkan pembicara-pembicara mumpuni di masing-masing sektor, seperti Fajar Eko Antono S.T., Kepala Sub Direktorat Sistem Penyediaan Air Minum Khusus, Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Kementrian PUPR M.Sc., Dr. Iwan Kustiawan S.T., M.T., Dosen Kelompok Keahlian Perencanaan dan Perancangan Kota Planologi ITB, dan Dr. Ir. Tresna Dermawan Kunaefi, Dosen Teknik Lingkungan ITB.


Tantangan Dalam Pemenuhan Akses Air Minum

Fajar memaparkan bahwa air minum merupakan sector yang strategis karena memenuhi kebutuhan hidup mendasar dari manusia. Tantangan dalam penyediaan akses air minum terpadu ialah bagaimana menyediakan teknologi yang tepat guna sehingga kebermanfaatannya dapat dirasakan oleh masyarakat. Terhitung hingga tahun 2016, akses pelayanan air minum sudah mencapai 71.14 %. Upaya dalam pemenuhan akses tersebut ialah melalui aspek 3M, yakni aspek material, money, and man.

Dewasa kini, pemenuhan akses air minum dinilai belum menjadi prioritas utama dari pemerintah daerah jika dibandingkan sector infrastruktur. Maka dari itu, terdapat strategi khusus agar target 100% akses air minum tercapai, yaitu pengaturan, pembinaan dan pengawasan, pengelolaan dan optimalisasi, pembangunan baru, dan peningkatan system penyediaan air minum bukan jaringan perpipaan (SPAM BJP).


Kampung Kota Sebagai Potensi Bukan Persoalan

Target berikutnya ialah 0% permukiman kumuh. Permukiman kumuh ialah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Di Indonesia, kampung kota dekat dengan istilah permukiman kumuh. Padahal, kampung kota pun masih merupakan bagian dari perkotaan itu sendiri sehingga patut dipertimbangkan kesejahteraannya. “Pembangunan kota itu harus inklusif, no one’s left behind.” ujar Iwan.

Pola penanganan permukiman kumuh dimulai dengan langkah-langkah berikut, yakni pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali. Tahap pemugaran dilakukan dengan penerapan Kampung Improvement Program (KIP) salah satunya, sedangkan tahap peremajaan memegang prinsip urban renewal, dan tahap permukiman kembali berupa relokasi atau memindahkan permukiman tersebut ke wilayah lain.

Bukan hanya program fisik, upaya pemberantasan permukiman kumuh juga ditekankan pada pemberdayaan masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial. Program yang diimplementasikan diharapkan bukan datang dari pemerintah, melainkan dari masyarakat itu sendiri. “Kampung itu boleh jadi potensi, bukan persoalan.” ungkap Iwan.


Sanitasi Berbasis Masyarakat

Untuk mencapai target yang terakhir, 100% akses sanitasi, Tresna menerangkan perihal sanitasi berbasis masyarakat. Tantangan yang dihadapi dewasa kini tidak hanya tentang hal-hal fisik dan teknis, tetapi bagaimana teknologi yang sudah diterapkan dapat digunakan oleh masyarakat hingga bisa terpelihara. Sanitasi berbasis masyarakat menekankan pada keterlibatan masyarakat dalam upaya mencapai akses sanitasi tersebut. Akses sanitasi yang dibangun harus bisa diterima dan digunakan sesuai dengan apa yang masyarakat harapkan.

Tresna menjelaskan, terdapat beberapa faktor penting dalam keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan sanitasi berbasis masyarakat, yakni faktor dampak lingkungan, dampak sosial, gender, budaya, teknologi, kelembagaan, pembiayaan, peran swasta, peraturan, dan keterlibatan masyarakat. Poin keterlibatan masyarakat menjadi signifikan karena masyarakatlah yang akan memelihara dan mengembangkan sehingga perlu dilakukan pemberdayaan terhadap masyarakat itu sendiri.


Hingga tahun 2016, sudah tercapai 72% akses air bersih, 8% permukiman kumuh, dan 64% akses sanitasi. Pada akhirnya, semua program yang disusun pemerintah mustahil berjalan lancar apabila tidak ada partisipasi dari masyarakat itu sendiri. Dengan terlaksananya kegiatan Environmentalks, Michael Hasibuan (Teknik Lingkungan 2015) selaku ketua pelaksana berharap peserta yang berpartisipasi dapat menjadi agen-agen perubahan demi tercapainya target 100-0-100 di tahun 2019.


sumber gambar : dokumentasi HMTL ITB


scan for download