Dr. Firman Hartono: Rintis Mesin Misil Turbojet Sebagai Langkah Kemandirian Teknologi Militer

Oleh Ahmad Furqan Hala

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Perkembangan teknologi bidang militer di Indonesia saat ini belum setara dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Rusia. Namun bukan berarti Indonesia tidak memiliki kemampuan untuk menciptakan peralatan untuk keperluan militer atau alat tempur sendiri. Penelitian yang dilakukan Dr. Firman Hartono, S.T, M.T., salah satu dosen Teknik Penerbangan Institut Teknologi Bandung, telah membuktikan bahwa Indonesia juga mampu mengembangkan teknologi di bidang kemiliteran, yaitu teknologi mesin turbojet untuk misil jenis cruise.
Berbeda dengan misil balistik yang langsung diluncurkan dengan proyektil parabola dan jarak yang terbatas, misil jenis cruise adalah misil yang mampu terbang dengan jarak tempuh yang cukup jauh untuk mengejar target dan dengan ketinggian hanya kurang lebih dua puluh meter di atas permukaan laut. Kemampuan ini membuat misil jenis cruise  mampu menghindar dari radar dan menjadikannya sebagai misil yang efektif. Misil ini terdiri atas bagian navigasi yang terkomputerisasi, bagian bahan bakar, dan bagian mesin penggerak misil. Mesin yang menggerakkan misil tersebut adalah mesin turbojet.

Mesin turbojet yang dikembangkan Dr. Firman Hartono dinamai Mesin Turbojet 500 N. Mesin ini merupakan hasil kerjasama dengan rekan-rekan lain di berbagai bidang, seperti: aerodinamika, termodinamika, perpindahan panas, teknik produksi, dan material. Kerjasama ini dilakukan karena mesin turbojet misil adalah aplikasi dari banyak fokus keilmuan. Dr. Firman Hartono juga menjelaskan bahwa alasan beliau memilih untuk melakukan penelitian terhadap mesin misil turbojet adalah karena kriteria pembuatan misil sendiri tergolong relatif tidak berat. "Pengoperasian mesin misil yang biasanya hanya selama satu hingga dua jam membuat material dasar mesin mudah dicari di dalam negeri tanpa perlu impor dari luar. Kebetulan di Indonesia juga belum dikembangkan," ujar Dr. Firman Hartono.

Layaknya semua perjalanan yang sukses, penelitian ini juga menghadapi kendala dalam keberjalannya. Riset dan pembuatan mesin membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan pembiayaan riset dari pemerintah terbatasi oleh waktu. Bergantinya periode pemerintahan membuat birokrasi-birokrasi baru dalam pendanaan riset menjadi sedikit berbeda dan lebih sulit. Selain bekerjasama dengan berbagai bidang lain, penelitian mesin turbojet ini juga bekerjasama dengan Kementrian Pertahanan dan Keamanan (KEMHAN) dalam hal pendanaan. Sayangnya KEMHAN baru bisa mengusahakan bantuan dana internal untuk riset ini pada tahun 2016. Akan tetapi, kendala ini tidak serta merta membuat riset terhenti.  Dr. Firman menjelaskan bahwa masih ada komponen-komponen lain dari mesin turbojet tersebut yang bisa dijadikan bahan penelitian dan dikaji lebih dalam terlebih dahulu seperti efisiensi bahan bakar atau kompresor mesin. "Kalau pendanaan lagi macet seperti ini kita melakukan penelitian berbasis perhitungan dan komputasi, soalnya tidak perlu biaya besar," tambah beliau.

Mesin turbojet 500 N yang dikembangkan Dr. Firman Hartono ini sebenarnya adalah mesin turbojet yang sederhana. Namun dengan modifikasi dan riset-riset lanjutan, akan terus dilakukan perbaikan-perbaikan pada mesin turbojet tersebut. Pembuatan mesin turbojet yang berkualitas dengan biaya produksi yang rendah menjadi tantangan tersendiri di masa yang akan datang. Dari mesin turbojet misil ini, diharapkan dapat lahir karya cipta teknologi lain yang lebih besar dari anak bangsa. "Kita harus memakai produk anak bangsa, yang dimulai dari keinginan untuk menciptakan karya dalam negeri seperti ini," tutup Dr. Firman Hartono.



Peliputan oleh:
Fatimah Larassaty Putri Pratami (Fakultas Teknologi Pertambangan dan Perminyakan 2014)
Irfaan Taufiiqul R. (Teknik Kimia 2013)
Nur Huda Arif Indiarto (Teknik Kimia 2012)

Peserta ITB Journalist Apprentice 2015

scan for download