12 Hari Mempelajari Pengelolaan Hutan Produksi, Hutan Lindung, dan Hutan Rakyat

Oleh Nida Nurul Huda

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Dalam rangka peningkatan kualitas calon sarjana, program studi (prodi) Rekayasa Kehutanan ITB mengadakan kegiatan praktek lapang selama 12 hari di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta. Kegiatan tersebut berlangsung hampir 2 pekan pada (22/05/14-02/06/14). KPH Purwakarta merupakan pengelola wilayah yang lebih kecil di bawah Divisi Regional Jawa Barat di bawah Perum Perhutani.

Sebelumnya, dua semester terakhir mahasiswa Rekayasa Kehutanan telah beberapa kali melakukan kuliah lapangan di kawasan hutan konservasi, seperti TWA & CA Pananjung Pangandaran dan TN Bukit Barisan Selatan. Dalam kegiatan kali ini, mahasiswa diajak untuk mengenal dan memahami pengelolaan hutan produksi dan hutan lindung dibawah ruang lingkup Perum Perhutani. Jenis hutan produksi yang dipelajari oleh mahasiswa di KPH Purwakarta adalah Hutan Tanaman Industri (HTI) dengan Kelas Perusahaan (KP) Tectona grandis (Jati) untuk produksi hasil hutan kayu. Sedangkan untuk produksi hasil hutan bukan kayu (hhbk) para mahasiswa mempelajari pengelolaan hutan pinus untuk diambil getahnya. Untuk hutan lindung, para mahasiswa diajak untuk mengetahui  pengelolaan hutan lindung di Kab. Subang dan hutan mangrove.

 

Hutan Produksi dan Hutan Lindung

Setiap harinya, para mahasiswa akan berjalan menjajaki petak per petak hutan yang representatif untuk dijadikan tempat berkegiatan. Menurut Dr. Yoyo Suhaya, S.Hut., MSi (Dosen Pembimbing Praktek Lapang), KPH Purwakrta dipilih karena kelengkapannya akan berbagai jenis hutan, yaitu hutan lindung, hutan produksi, dan hutan mangrove.  Luas KPH Purwakarta berkisar 60.464,63 Ha, dengan beberapa Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) dan Resot Pemangkuan Hutan (RPH). Para mahasiswa melaksanakan kegiatan dua kabupaten berbeda, Purwakarta dan Subang di RPH Campaka dan RPH Cijambe.

Dalam berkegiatan, para mahasiswa benar-benar dibimbing dari nol tentang pengelolaan hutan langsung dengan petugas Perum Perhutani. Misalnya pada KP Jati, mahasiswa diajarkan dan mempraktekkan secara langsung cara pemeliharaan hutan, mulai dari persemaian, penyiangan tanaman pengganggu, pendangiran (pengemburan tanah), pewiwilan (kegiatan menghilangkan tunas-tunas air pada tanaman), penjarangan, sampai pemanenan (penebangan kayu).  Untuk KP Pinus, mahasiswa diajarkan cara menyadap getah pinus, teknik persemaian pinus, dan pengelolaan hutan pinus.

Tak hanya hutan produksi, para mahasiswa juga mempelajari pengelolaan hutan lindung dan hutan mangrove. Pengetahuan mengenai fungsi pokok hutan lindung sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, peran masyarakat sekitar terhadap hutan lindung, dan bentuk kerjasama Perum Perhutani bersama masyarakat juga dijelaskan di kegiatan ini.

 

Analisis Permasalahan Sosial dengan Hutan Rakyat

Permasalahan kehutanan Indonesia tidak terlepas dari masalah-masalah sosial terlebih pada masyarakat sekitar hutan. Jika tidak terjalin hubungan tau kerjasama yang baik antar pemangku kepentingan di bidang kehutanan dengan masyarakat akan timbul permasalah sosial. Untuk menganalisis masalah tersebut para mahasiswa diajak untuk melihat Hutan Rakyat (hutan milik warga) dan berdiskusi dengan pemiliknya di Desa Cirangkong, kec. Cijambe, kab Subang.

Rata-rata luas hutan rakyat yang dimiliki warga berkisar 0,25-0,5 Ha. Hingga saat ini, berdasarkan hasil pengamatan kemampuan dan keterampilan warga dalam pengelolaan hutan masih minim. "Kebanyakan warga disini memanen dan menjual kayunya bila ada kebutuhan mendesak seperti biaya masuk sekolah, pernikahan, dan berbagai keperluan yang menelan biaya yang cukup besar," jelas Nida Nurul Huda (Rekayasa Kehutanan 2012). Hal tersebut dalam bidang kehutanan dikenal dengan 'Tebang Butuh'.

Selain itu, pengelolaan tanaman kayu pada lahan milik warga minim karena warga masih mengandalkan hasil dari tanaman semusim. Tanaman semusim di daerah ini di dominasi oleh Nanas. Kebanyakan hutan rakyat di desa ini bertipe tumpang sari, yaitu mencampu tanaman semusim dan tanaman tahunan atau tanaman kayu di satu lahan.

Mahalnya harga pupuk juga menjadi kendala pengelolaan lahan. Berdasarkan hasil diskusi, tak jarang pemupukan hanya dilakukan sekali dalam satu periode masa tanam. Permasalahan-permasalah tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi calon lulusan Rekayasa Kehutanan kedepannya. Pemahaman akan hutan yang tak hanya sekedar suatu ekosistem, namun juga ekosistem yang memiliki pengaruh besar akan keberlangsungan kehidupan umat manusia.


scan for download