Menjaga Tepian Tanah Air: Libatkan Pakar Beragam Disiplin Ilmu

Oleh Fathir Ramadhan

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id-Menjaga Tepian Tanah Air, terselenggara atas kerja sama antara ITB, Wanadri, dan Rumah Nusantara, mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali mengenal 'pagar terdepan' rumahnya, yaitu pulau-pulau dan batas laut terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Rangkaian acara ini berlangsung selama lima hari, pada Senin-Jumat (25-29/10/10) di gedung Campus Center Timur ITB. Sebagai kampus teknologi, ITB memiliki potensi untuk menciptakan teknologi tepat guna bagi pulau-pulau terluar, untuk aspek kesejahteraan penduduk lokal, peningkatan devisa negara, maupun kedaulatan.

Capaian: Kenali Batas Terluar

Di bentangan perairan Indonesia, terdapat 92 pulau terluar yang berada di perbatasan dengan negara lain atau perairan internasional. Namun batasan terluar ini belum banyak dikenali oleh penduduk Indonesia sendiri. Informasi mengenai pulau-pulau batas luar Indonesia masih sangat minim di buku-buku pendidikan sekolah.

"Saat saya berkunjung ke salah satu pulau terluar Indonesia, saya sangat terkejut mengetahui bahwa di sana tidak ada patroli," tutur Budi Brahmantyo, salah seorang narasumber lokakarya. "Penduduk lokalnya begitu sederhana (minim teknologi dan informasi-red), sehingga meragukan apakah mereka sanggup bertahan jika ada perselisihan dengan pihak asing.

Pendekatan untuk mempelajari batas terluar Indonesia harus dilakukan dari berbagai disiplin ilmu. Diskusi mengenai aspek hukum dan teknis untuk permasalahan perbatasan Indonesia; teknologi tepat guna; serta manajemen sumber daya hayati, konservasi, dan eco-pariwisata menjadi topik-topik lokakarya.


Libatkan Banyak Pakar

Rangkaian acara terdiri atas tiga lokakarya, dua seminar, dan pameran produk-produk hayati dan nonhayati hasil temuan Ekspedisi Garis Depan Nusantara (GDN) ke pulau-pulau terdepan Indonesia.

Pada Senin (25/10/10) acara diawali oleh lokakarya pertama dengan topik "Permasalahan Perbatasan Wilayah NKRI di Pulau-pulau Terdepan Indonesia". Pembahasan lokakarya mencakup dua subtopik: aspek hukum serta aspek teknis untuk menunjang hankam Indonesia. Lokakarya hari pertama menghadirkan Sobar Sutisna (Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional), Trismadi (Kolonel Laut), Etty R. Agoes (Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjadjaran), serta Sutrisno (sekretaris Badan Pengelola Perbatasan) sebagai narasumber.

Pada Selasa (26/10/10) acara dilanjutkan dengan lokakarya kedua. Bertemakan "Teknologi Tepat Guna untuk Pulau-pulau Terdepan Indonesia", sesi acara ini menghadirkan para pakar teknologi, antara lain Noorsalam R. Nganro (pakar teknologi hayati ITB), Nur Ana Indah Paramitha (pakar oseanografi PT T-Files), Ricky L. Tawekal (pakar transportasi ITB), I Gede Wenten (pakar persediaan air bersih ITB), Utjok W. R. Siagian (pakar energi ITB), serta Onno W. Purbo (pakar komunikasi). Selain lokakarya, diselenggarakan pula seminar "Teknik Fotografi Alam" oleh Donny Hermansyah, selaku anggota tim Ekspedisi GDN.

Pada Rabu (27/10/10), "Eco-pariwisata dan pemberdayaan Sumber Daya Alam Pulau-pulau Terdepan Indonesia" menjadi tema diskusi lokakarya ketiga. Firmansyah Rahim (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI), Priana Wirasaputra (Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung), Myra P. Gunawan (pakar perencanaan dan pengembangan kebijakan ITB), Noorsalam R. Nganro, serta Budi Brahmantyo (pakar geologi ITB) membahas subtopik eco-pariwisata, manajemen sumber daya hayati, dan konservasi.

Pada Kamis (28/10/10) diadakan perumusan deklarasi hasil ketiga sesi lokakarya. Deklarasi ini nantinya akan diserahkan kepada wakil pemerintah, sebagai rumusan pemikiran para ahli dan elemen masyarakat yang terlibat dalam pembahasan mengenai aspek-aspek kunci pulau-pulau terdepan Indonesia. Setelah perumusan deklarasi, diselenggarakan seminar "Perjalanan Ekspedisi GDN ke Pulau-pulau Terdepan Indonesia", dengan Aat Soeratin (Wanadri) sebagai narasumber.


scan for download