Kuliah Umum Pendidikan Anti Korupsi Bersama Bibit Samad Rianto

Oleh prita

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Setelah sempat menghadirkan beberapa petinggi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Chandra Hamzah beberapa saat lalu, ITB bekerja sama dengan KPK menghadirkan narasumber Bibit Samad Rianto, wakil ketua KPK pada Rabu (17/02/2010) pukul 13.00 WIB. Berlokasi di Aula Barat ITB, kuliah umum Pendidikan Anti Korupsi (PAK) kali ini mengambil topik "Perlawanan Internasional Pemberantasan Korupsi".

Pada awal kuliah umum ini, Bibit Samad Rianto, doktor manajemen pendidikan kelahiran Kediri tersebut, mengemukakan tentang seluk beluk dan definisi korupsi. Menurut transparansi internasional, korupsi merupakan perilaku pejabat publik, yang secara legal ataupun tidak legal memperkaya diri sendiri dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan pada mereka. "Ketika timbul niat dan peluang, diiringi dengan adanya kemampuan dan sasaran korupsi, maka korupsi terjadi," ungkapnya. Pasal-pasal Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sendiri terdapat dalam UU No.31/1999 dan UU No.20/2001, sedangkan pemberantasannya terdapat di Pasal 1 Butir 3 UU No.30/2002.

Beliau kemudian memaparkan tentang penyebab terjadinya korupsi pada masyarakat. Menurutnya, rendahnya pengetahuan masyarakat tentang korupsi itu merupakan salah satu alasannya. Tidak seimbangnya kebutuhan dengan tingkat penghasilan juga menyebabkan seseorang memanfaatkan kewenangannya itu, dan lambat laun masyarakat menjadi serakah. "Ketika penghasilan lebih kecil daripada besar kebutuhan, masyarakat akan berusaha untuk menutupi kebutuhannya dengan cara-cara terselubung," ungkapnya.

 

 Gunung Es Korupsi

Bibit menggunakan konsep "Gunung Es Korupsi" untuk mengilustrasikan bagaimana teknik pemberantasan korupsi. Menurutnya, gunung es yang timbul diatas permukaan air merupakan Tindak Pidana Korupsi, dimana gunung es ini tidak akan hancur apabila sumber gunung es yang berada di bawah permukaan air tidak turut dihancurkan. Es di bawah permukaan air sebagai akar-akar Tindak Pidana Korupsi merupakan potensi masalah penyebab korupsi.

Potensi masalah ini dapat terdiri dari berbagai hal, misalnya sistem. Sistem politik memainkan peranan yang penting pada terjadinya korupsi. "Pendidikan sistem politik masyarakat masih rendah, sehingga masyarakat lahir pada paham pragmatisme," jelas Bibit. Selain itu, budaya di Indonesia juga membiasakan masyarakat untuk menganggap korupsi sebagai hal yang wajar. Mental-mental masyarakat juga belum mengakar pada ketaatan hukum.

Kondisi Korupsi di Indonesia

Sejak 1957 melalui operasi militer, Indonesia telah mencanangkan pemberantasan korupsi dalam lingkup kegiatan tak terstruktur. Hal ini berlanjut hingga 2003 sampai sekarang, dimana pemberantasan korupsi dikendalikan oleh KPK. Namun, permasalahan aktual yang terjadi adalah dunia luar masih menganggap Indonesia sebagai negara yang rawan korupsi. Untuk itu, KPK memberantas Tindak Pidana Korupsi sebagai kejahatan dengan pola deteksi aksi, dimana KPK berperan sebagai pendorong dan pendobrak.

KPK telah mengusahakan untuk memberantas aparat penyelenggara negara dan hukum, dan pihak-pihak yang berwenang di dalamnya. Namun, sulitnya pemberantasan korupsi disebabkan beberapa faktor mendasar. Pertama, sistem yang ada memang koruptif, artinya memang besar potensi korupsi dalam kehidupan kita, seiring dengan lemahnya pengawasan. Kedua, budaya untuk taat pada hukum di Indonesia cenderung lemah. "Orang sedari kecil sudah diarahkan menjadi koruptor," tambah Bibit.

Peran serta masyarakat, LSM, mahasiswa, dan media turut mempengaruhi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Peran masyarakat misalnya, seharusnya membangun komunitas anti korupsi dengan mencegah diri sendiri dan orang lain agar tidak terlibat, serta ikut memerangi korupsi. Hal yang sama berlaku untuk mahasiswa, dimana mahasiswa mempunyai peran untuk menjaga diri dan komunitas mahasiswa untuk tidak korupsi, serta dengan membangun dan memelihara gerakan moral anti korupsi.

[Christanto]


scan for download