Dr. Taufiq Hidayat: Proyek Teleskop Radio Terbesar di Dunia untuk Menelisik Sejarah Atmosfer Bumi Lewat Observasi Titan

Oleh Ria Ayu Pramudita

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Astronom sekaligus dosen Program Studi Astronomi ITB, Dr. Taufiq Hidayat, telah kembali dari fasilitas Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) yang terletak di dataran tinggi Chajnantor, Republik Cile pada Jumat (17/06/11) setelah melakukan serangkaian proses commissioning terhadap fasilitas astronomi baru tersebut. Dalam kunjungannya ke sana, Dr. Taufiq juga berpartisipasi dalam audisi proposal observasi ilmiah pertama untuk dilaksanakan di observatorium tersebut pada 30 September 2011.

Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA) merupakan sebuah proyek astronomi terbesar yang pernah ada, yang lahir berkat kerja sama antara Eropa, Amerika Utara, Asia Timur dengan Republik Cile. ALMA merupakan teleskop radio spesial yang dapat menangkap gelombang elektromagnetik pada panjang gelombang milimeter hingga submilimeter (1-0,01 mm). Sebelum ALMA ada, panjang gelombang ini sulit diteliti, akibat banyaknya gangguan dari atmosfer berupa penyerapan energinya oleh uap air. Karena itu, dataran tinggi Chajnator di Republik Cile yang memiliki tingkat kelembaban hanya 10% dipilih sebagai lokasi dari teleskop ini, selain karena faktor ketinggian.


Sebagai teleskop radio, ALMA bukanlah sebuah teropong optik, melainkan antena berbentuk parabola untuk menangkap gelombang radio.  ALMA merupakan kesatuan dari 66 antena berpresisi tinggi ditambah dengan 12 antena kecil (yang disebut sebagai ALMA Compact Array) sebagai solusi dari kebutuhan untuk menghasilkan
citra dengan resolusi tinggi (aperture synthesis). Bisa ibayangkan jika ALMA hanya diwakili oleh sebuah antena tunggal, aka diameternya bisa mencapai berkilo-kilo meter dan akan sangat susah dibuat. Saat ini ALMA telah selesai 60% dan dijadwalkan untuk selesai 100% pada tahun 2013.


Fasilitas baru ini membuka kesempatan observasi baru bagi para astronom, utamanya bagi yang memiliki minat pada panjang gelombang milimeter/submilimeter. Dr. Taufiq sendiri tertarik untuk menggunakan ALMA untuk mengamati atmosfer Titan, satelit dari Planet Saturnus, dan mengamati komposisi kimia dari termosfer dan mesosfer Titan, pada ketinggian 500-900 meter. Radiasi dari lapisan atmosfer ini memiliki panjang gelombang submilimeter dengan frekuensi sekitar 900 GHz, sehingga cocok diteliti menggunakan ALMA.


Titan memiliki atmosfer yang sangat tebal dan diperkirakan menyerupai atmosfer Bumi primitif. Saat ini komposisi dari atmosfer Titan adalah 98% gas nitrogen, tidak berbeda jauh dengan atmosfer Bumi yang mengandung 78% gas nitrogen, dengan perkiraan atmosfer Bumi primitif memiliki lebih banyak gas nitrogen dan lebih sedikit oksigen. Kemiripan lain antara atmosfer Titan dan Bumi adalah adanya siklus gas, di mana Bumi memiliki siklus hidrologi (air), sementara Titan memiliki siklus metana dan etana. "Harapannya dengan mengamati atmosfer Titan, akan idapatkan insight mengenai bagaimana cara kerja atmosfer Bumi pada zaman dahulu hingga mencapai komposisinya sekarang," ujar Dr. Taufiq.


Kiprah dalam Bidang Astronomi


Selain terlibat dalam commissioning ALMA dan berniat melakukan observasi Titan di sana, Dr. Taufiq memiliki kiprah yang sangat luas dalam dunia astronomi Indonesia. Sebagai salah seorang astronom yang pernah menjabat sebagai Kepala Observatorium Bosscha (2006-2010), namanya diabadikan sebagai nama asteroid 12179 Taufiq / 5030 T-3. Selain itu beliau juga pernah menjabat sebagai Ketua Komite dari International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) yang diselenggarakan di Bandung. Pria kelahiran Surabaya, 27 April 1965 ini aktif dalam bidang riset simulasi numerik dalam teori pembentukan tata surya, mengembangkan astronomi radio, dan berupaya membangun observatorium baru di tempat lain di Indonesia.

Sumber gambar Dr. Taufiq dan ALMA.


scan for download