ITB:

Menapak menuju
Keberhasilan Transformasi

 

 

 

 

 

 

Januari 2003

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kata Pengantar

 

Tahun 2003, ITB memasuki tahun ketiga dari lima tahun masa transisi yang ditetapkan untuk sepenuhnya menjadi sebuah Perguruan Tinggi yang otonom dengan status Badan Hukum Milik Negara (PT-BHMN) dengan kemandirian yang tinggi dalam penyelenggaraan program kegiatan serta pengelolaan dan pengembangan sumber dayanya

Namun, kemandirian tersebut bukan sesuatu yang dengan sendirinya tercipta dengan pemberian status BHMN tersebut, melainkan suatu kemampuan yang harus dikembangkan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan. Dengan kemandirian tersebut diharapkan dapat diciptakan organisasi ITB yang dapat secara cerdas dan tangkas menjawab dinamika perubahan dalam masyarakat, baik lokal, nasional dan global.

Policy Paper ini merupakan sebuah rangkuman tentang arah, kebijakan dan langkah-langkah yang telah dilakukan dalam proses transformasi ITB, khususnya pada tahun 2002, serta tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam proses tersebut. Selain sebagai evaluasi diri (lessons learned), tulisan ini merupakan informasi tentang proses transformasi ITB yang ingin disampaikan kepada segenap warga ITB, serta pihak lain, khususnya PT lain yang akan melakukan proses transformasi dan pemerintah yang peranannya sangat diharapkan dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk keberhasilan proses transformasi PT di Indonesia.

Tak lupa, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada segenap jajaran Pimpinan ITB serta seluruh warga ITB yang telah berperan aktif dalam proses transformasi yang telah dilakukan. Pada tahun 2003 dan tahun-tahun mendatang, partisipasi aktif yang lebih luas diharapkan dari seluruh warga ITB untuk mempercepat proses transformasi menuju ITB yang dicita-citakan.

 

Bandung, Januari 2003

Rektor ITB

Kusmayanto Kadiman

 


I. Pengantar

 

 

Sejak diterbitkannya PP 155/2000 pada 26 Desember 2000, tidak terasa ITB telah memasuki tahun kedua dan akan segera memasuki tahun ketiga proses transformasi menuju ITB dengan status Badan Hukum Milik Negara (BHMN). Proses transformasi tersebut diawali dengan tahapan melengkapi struktur kelembagaan ITB-BHMN yang telah menghasilkan Senat Akademik, Majelis Wali Amanat, dan Rektor ITB. Selanjutnya, pelantikan Rektor ITB pada tanggal 10 Nopember 2001 menandai awal proses transformasi kelembagaan ITB yang sesungguhnya.

Namun merupakan suatu kesia-siaan jika status BHMN digunakan hanya sebagai suatu label sebuah perguruan tinggi (PT) tanpa perbaikan pada kinerjanya. Otonomi dalam sistem pengelolaan PT yang ditawarkan melalui status BHMN bukan suatu kondisi yang tercipta seketika dengan diberikannya status tersebut, melainkan suatu kondisi yang yang harus dibangun melalui pengembangan kemampuan dalam pengelolaan suatu organisasi pendidikan tinggi secara mandiri, baik dalam penyelenggaraan kegiatan, serta pengelolaan dan peningkatan sumber daya yang dimilikinya. Berangkat dari sebuah PT Negeri dengan sistem manajemen birokrasi yang kental dengan pengaruh dari pemerintah pusat, proses transformasi ITB menuju PT-BHMN yang ideal bukanlah suatu proses yang mudah. Dalam keterbatasan sumber daya internal dan dukungan eksternal dari pemerintah, diperlukan motivasi yang sangat kuat, visi yang jelas dan upaya yang konsisten dalam melakukan perubahan menuju sasaran yang ditetapkan.

Secara singkat, tulisan ini menguraikan pengalaman ITB dalam melakukan proses transformasi dari sebuah PT Negeri menjadi PT-BHMN beserta tantangan dan kendalanya. Selain sebagai evaluasi diri (lessons learned), tulisan ini juga bertujuan untuk membagi pengalaman ITB, baik kepada PT lain, khususnya yang akan melakukan proses transformasi, maupun kepada pemerintah yang peranannya sangat diharapkan dalam menciptakan kondisi yang kondusif untuk keberhasilan proses transformasi PT di Indonesia. Tulisan ini disusun berdasarkan informasi yang disampaikan dalam empat dokumen utama, yaitu (1) Laporan Penyelenggaraan dan Pengembangan Institut Teknologi Bandung Tahun 2002, (2) Rencana Kerja dan Anggaran Instititut Teknologi Bandung Tahun 2002, (3) PP 155/2000 yang menetapkan status ITB sebagai BHMN, dan (4) Rencana Transisi ITB.

2. Transformasi ITB

 

 

2.1 Sasaran Transformasi ITB

 

Status BHMN bukanlah merupakan sasaran dalam proses transformasi ITB. Status tersebut hanya digunakan sebagai momen untuk melakukan perubahan mendasar pada sistem kelembagaan ITB guna menciptakan agility pada sistem dan organisasinya sehingga mampu berperan secara nyata di masyarakat dalam menjawab tantangan zaman secara cerdas dan tangkas.

ITB, dalam konteks sebagai perguruan tinggi yang menekuni ilmu pengetahuan, teknologi, seni (IPTEKS) dan ilmu-ilmu kemanusiaan, dewasa ini berada pada persimpangan jalan dalam menyongsong perubahan zaman pada milenium ketiga. ITB harus dapat berperan secara efektif dan proaktif dalam menjawab kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta persoalan sosio-ekonomi masyarakat. Oleh karena itu perubahan status menjadi BHMN harus dilihat dari perspektif semangat menuju yang lebih baik, selaras dengan kebutuhan masyarakat dan komunitas akademik. Transformasi ITB diarahkan untuk mewujudkan academic excellence, kesejahteraan warga ITB, serta perubahan dan perkembangan masyarakat (Gambar 1).

 

Gambar 1. Sasaran utama proses transformasi ITB

 

2.2 Permasalahan Transformasi ITB

 

Secara garis besar, permasalahan transformasi ITB berkaitan dengan delapan permasalahan pokok, yaitu: strategi, struktur, sistem, stakeholders, sumber daya, kompetensi, kepemimpinan dan nilai budaya bersama (cultural shared value). Berikut uraian singkat mengenai setiap permasalahan dengan profil sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 2.

 

 

 

 

 

 

 



Gambar 2.
Permasalahan transformasi ITB

(1) Strategi

Untuk mendukung proses transformasi, disusun strategi dengan ciri sebagai berikut:

·         Menjamin terlaksananya transformasi kelembagaan ITB sebagai suatu proses perubahan guna mewujudkan operational excellence dan future innovation for value creation secara bertahap dan berkesinambungan;

·         Menghubungkan peluang dengan potensi sumber-daya yang dimiliki ITB (linking opportunity and competence);

·         Memanfaatkan networking (alliance);

·         Memenuhi harapan dan aspirasi stakeholders dengan selalu menjaga keseimbangan antara kepentingan stakeholders dengan kelangsungan operasi (sustainability) ITB-BHMN.

(2) Struktur

Untuk mendukung proses transformasi kelembagaan ITB secara sistematis, konsisten dan bertahap (dalam 5-10 tahun), struktur yang digunakan harus tanggap, seimbang (span of control), dan selalu berorientasi pada pencapaian misi dan sasaran kinerja organisasi. Perancangan struktur juga mempertimbangkan proses transisi dalam berbagai aspeknya (implementable).

(3) Sistem

Melengkapi struktur organisasi ITB-BHMN, dikembangkan beberapa sistem, untuk mendukung fungsi-fungsi perencanaan, pengembangan sumber daya manusia, manajemen operasi, dan layanan mahasiswa.

·         Perencanaan: diarahkan untuk memungkinkan dilaksanakannya koordinasi, integrasi dan sinkronisasi perencanaan, baik secara vertikal maupun horisontal, guna mendukung pelaksanaan transformasi kelembagaan ITB.

·         Manajemen Akademik: diarahkan untuk mendukung integrasi program S1, S2 dan S3, serta menjamin kualitas proses sehingga dapat diwujudkannya academic excellence.

·         Keuangan: dirancang dengan mempertimbangkan keterpaduan, efisiensi, efektivitas, desentralisasi dan akuntabilitas institusi. Setiap unit organisasi memperoleh otonomi yang luas dalam mengelola aktivitas, organisasi dan sumberdayanya dalam kerangka sistem dan organisasi ITB-BHMN. Setiap program kegiatan direncanakan dengan mengacu pada Rencana Kerja dan Anggaran ITB yang telah ditetapkan.

·         Manajemen Sumber Daya: diarahkan pada sistem pengelolaan sumber daya berbasis kebutuhan institusi dan pemanfaatan maksimal dari kompetensi yang dimiliki untuk pertumbuhan institusi, serta menjamin dapat difungsikannya sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini diperlukan keterpaduan pengelolaan kegiatan sourcing, integrating, maintaining dan developing sumber daya.

·         Kemitraan: diarahkan pada pendayagunaan kompetensi yang dimiliki oleh ITB secara melembaga.

·         Informasi: disiapkan untuk mendukung integrasi operasional manajemen keuangan, kepegawaian, sarana dan prasarana, kemitraan serta manajemen akademik.


(4) Stakeholders

Stakeholders ITB terdiri dari dosen, pegawai non dosen, mahasiswa, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, alumni, dan masyarakat umum lainnya. Dua aspek yang menjadi fokus perhatian adalah:

·         Aspirasi dan Ekspektasi Stakeholders

MWA merupakan lembaga perwakilan stakeholders ITB-BHMN. Dengan demikian, harapan dan aspirasi stakeholders diharapkan tercermin melalui amanat yang diberikan oleh MWA kepada Rektor dalam mengemban misi pengelolaan dan pengembangan ITB-BHMN.

·         Stakeholders Relation

Eksekutif senantiasa secara proaktif melakukan hubungan dengan stakeholders dan organ-organ ITB-BHMN. Oleh karenanya, suatu sekretariat dibentuk untuk mengelola hubungan eksekutif dengan organ-organ ITB-BHMN (MWA, Senat Akademik, dan  Majelis Guru Besar).

(5) Sumber Daya

Tranformasi kelembagaan ITB memerlukan sumber daya, terutamanya sumber daya manusia, kapital, fisik, dan sosial yang unggul dan dapat diandalkan. Oleh karenanya, dilakukan auditing resources yang dimiliki ITB, serta revitalisasi dan restrukturisasi unit-unit pengelolanya.

(6) Kompetensi

Transformasi ITB-BHMN selalu memposisikan excellence in operation dalam pendidikan, penelitian dan pengembangan, serta pemberdayaan atau pelayanan pada masyarakat.

(7) Kepemimpinan

Untuk memandu proses perubahan yang direncanakan, dikembangkan kepemimpinan transformasional ITB-BHMN yang berfokus pada kepentingan stakeholders, bersifat kolektif, dan decisive (tegas), serta proaktif.

(8) Nilai Budaya Bersama (Cultural Shared Value)

Transformasi ITB merupakan perubahan mendasar yang mempersyaratkan individu menjunjung tinggi budaya akademik dan mempunyai sikap strive for excellence, berorientasi pada kepentingan stakeholders, memiliki  komitmen untuk berbuat yang terbaik bagi ITB dan meyakini misi historis ITB (cultural focus).


2.3 Agenda Transformasi ITB

Mengacu pada delapan isu pokok transformasi ITB, maka disusun rencana strategis yang dituangkan dalam bentuk Agenda Transformasi ITB sebagai landasan penyusunan program-program kegiatan dalam rencana kerja dan anggaran tahunan ITB, khususnya berkenaan dengan program transformasi ITB. Perubahan mendasar yang akan dilakukan melalui Program Transformasi ITB merupakan suatu transformasi kelembagaan dan bukan semata-mata menyangkut pengembangan dan pertumbuhan organisasi. Oleh karenanya, proses transformasi kelembagaan ini perlu direncanakan dengan seksama agar tujuan transformasi untuk mewujudkan visi dan menjalankan misi ITB dapat direalisasikan.
Sebagai suatu lembaga, ITB-BHMN mengemban tanggung jawab ke luar yaitu memenuhi amanah publik dan sekaligus ke dalam yaitu memajukan komunitas akademik untuk mencapai academic excellence. Proses transformasi kelembagaan pada dasarnya adalah proses perubahan yang memungkinkan potensi komunitas akademik (internal integration) untuk dapat merespons tantangan jaman (external adaptation) dan misi bersejarah ITB. Masyarakat luas mengharapkan kepeloporan ITB dalam pembaharuan masyarakat dan dalam membawa bangsa Indonesia keluar dari keterpurukan. Oleh karena itu, diperlukan suatu model perubahan yang memberi ruang kepada partisipasi warga dan interaksi dinamis dari keempat organ utama ITB-BHMN (MWA, Senat Akademik, Majelis Guru Besar, dan Eksekutif) untuk menjalankan perannya.
Secara garis besar, agenda perubahan-perubahan akan dilakukan dalam empat tahapan AIDA, yaitu Awareness, Interest, Desire dan Acceptance & Action. Tahapan AIDA tersebut merupakan tahapan implementasi dari program transformasi ITB-BHMN, yang akan dilakukan dalam kurun waktu antara 2002 sampai 2006, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 3.

Agenda Transformasi terdiri dari pokok-pokok kegiatan berikut:

§         Pengenalan kondisi baru ITB-BHMN dan menyiapkan critical mass yang diharapkan akan dicapai melalui identifikasi agen-agen perubahan menuju perubahan perilaku setiap anggota komunitas ITB-BHMN.

§         Pembangkitan kesadaran melalui pemberian arahan, stimulasi, komunikasi. Identifikasi dan penanganan masalah pada setiap tingkatan komunitas, baik di tingkat departemen, forum karyawan, dosen maupun mahasiswa, dalam rangka mendapatkan komitmen dan kesediaan berkolaborasi untuk menjalankan transformasi ITB.

§         Audit organisasi dan sumber daya, baik fisik, modal, manusia dan sosial, dimulai dengan dibuatnya potret kondisi aktual ITB, dilanjutkan dengan pembentukan Unit Pengawas Internal (UPI), untuk menjalankan azas completing the loop dari setiap proses kegiatan ITB-BHMN.

§         Penciptaan iklim akademik yang bersih dan teratur, baik dari segi lingkungan fisik (eksternal dan internal), maupun dari segi manajemen birokrasi. Program ini dimulai dilaksanakan dengan dicanangkannya gerakan “Kampus Bersih” yang berkelanjutan, sebagai gerakan budaya untuk dapat memelihara lingkungan yang bersih dan teratur secara terus-menerus yang menjadi tanggung jawab sosial seluruh warga komunitas akademik ITB.

§         Pengembangan jaringan dan aliansi strategis antara ITB dengan pemerintah  dan masyarakat, baik lokal, nasional, maupun global. Tahapannya dimulai dengan perintisan dan pengembangan aliansi strategis, dilanjutkan dengan pengembangan sistem pengelolaan kemitraan, yang akan dilakukan melalui penciptaan keberhasilan pengelolaan auxiliary business, inkubator dan kegiatan-kegitan penelitian serta pemberdayaan masyarakat.

§         Pengembangan sistem manajemen ITB-BHMN, melalui pengembangan dan implementasi sistem keuangan, sistem perencanaan (termasuk sistem informasi dan manajemen aset),  penyusunan konsep SUK (Satuan Usaha Komersial), SKD (Satuan Kekayaan dan Dana) dan Kewirausahaan ITB yang dilanjutkan dengan pendirian SUK dan SKD, untuk lebih menjamin pertumbuhan yang diwujudkan dalam kontribusinya pada rencana kerja dan anggaran ITB.

§         Pengembangan dan penerapan sistem kepegawaian ITB-BHMN, baik menyangkut staf non-akademik maupun staf akademik:

       Sistem kepegawaian untuk staf non akademik dirancang melalui tahapan-tahapan disain organisasi, sistem insentif struktural, sistem penilaian kinerja, sistem remunerasi baru, sistem pendidikan dan pelatihan, sehingga terwujud sistem kepegawaian baru staf non akademis ITB-BHMN;

      Sistem kepegawaian untuk staf akademis, dirancang akan dilakukan assesmen dengan melihat kebutuhan pasar dan pengembangan IPTEKS, sesuai dengan program tridharma, dilanjutkan dengan penyusunan struktur & organisasi, pembuatan perencanaan & penugasan staf akademis, agar dapat dilakukan sistem penilaian baru untuk mendapatkan sistem remunerasi baru dan pengembangan karir baru staf akademik, menuju pembakuan sistem kepegawaian baru staf akademik.


 

Gambar 2. Agenda Transformasi ITB 2002 – 2006

 


§         Aligning core activities dalam bidang pendidikan, penelitian dan pemberdayaan masyarakat, melalui program restrukturisasi, reposisi dan revitalisasi aktivitas inti, menuju pengembangan keunggulan akademik, agar dapat menciptakan pertumbuhan dan mempertahankan keberlangsungan aktivitas ITB (sustainability).

2.4 Prinsip Perubahan

 

Program Transformasi ITB disusun berdasarkan prinsip bahwa proses transformasi kelembagaan akan memerlukan perubahan fundamental dari sistem dan organisasi ITB. Namun, untuk menjaga efektivitas program transformasi dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya yang ada, maka setiap perubahan hanya akan dilakukan jika memungkinkan terjadinya penciptaan nilai (value creation). Oleh karena itu, perubahan-perubahan yang diperlukan adalah perubahan yang nyata dan efektif (mudah), bersifat efisien (murah) dan yang meningkatkan produktivitas (menghasilkan). Tabel 1 berikut memperlihatkan kuadran kerja yang melandasi penyusunan program-program Transformasi ITB.

Tabel 1. Kuadran kerja program transformasi ITB

 

Benefit:

Finansial/

Non Finansial

Biaya

Tetap

Turun

Tetap

Tidak Ada Perubahan

Efisiensi

(Murah)

Naik

Efektivitas

(Mudah)

Nilai Maksimum

(Menghasilkan)

Dalam implementasinya, program transformasi ITB akan menggunakan pendekatan 4B, yaitu: Bertahap, Berjenjang, Bersepakat dan Berkelanjutan.

a.    Bertahap: Perubahan dilakukan dengan mempertimbangkan resiko, dampak dan skala prioritas.

b.   Berjenjang: Perubahan harus dapat menjamin keseimbangan antara otoritas yang diberikan dan pertanggungjawaban. ITB-BHMN dioperasikan sebagai korporasi yang sehat, sehingga setiap unit organisasi akan difungsikan sebagai unit mandiri dan bertanggungjawab.

c.    Bersepakat: Perubahan harus dilandasi oleh adanya komitmen dan kolaborasi dari civitas academica (partisipasi luas).

d.   Berkelanjutan: Perubahan harus dapat dijalankan secara berkesinambungan. Setiap unit organisasi perlu melakukan evaluasi diri untuk dapat menentukan kapasitas institusi.

3. Tantangan dan Hambatan dalam Transformasi ITB

 

Sebagaimana perubahan pada setiap organisasi, tantangan dan hambatan dihadapi oleh ITB dalam menjalankan proses transformasi kelembagaan saat ini.

 

3.1 Tantangan Transformasi ITB

 

Tantangan utama dalam suatu proses perubahan adalah karakteristik perubahan itu sendiri yang bersifat dinamis, berpotensi menimbulkan konflik dengan sistem dan nilai-nilai lama, serta mengandung ketidakpastian, sehingga diperlukan visi yang kuat untuk memberikan arah perubahan secara jelas dan nyata, serta rencana yang efektif dan proaktif termasuk dalam alokasi anggaran untuk menjaga keseimbangan dalam perubahan dan konsistensi proses perubahan tersebut menuju sasaran yang ditetapkan. Untuk mendukung keberhasilan proses transformasi, maka tantangan yang harus dihadapi ITB adalah:

1.       Mengembangkan kepemimpinan transformasional yang mampu membangun kesamaan dalam kesadaran  akan urgency dan visi terhadap proses transformasi yang sedang dan akan dilaksanakan;

2.       Membangun kepemimpinan kolektif yang kuat dan efektif, melibatkan Rektor, MWA, Senat Akademik dan  Majelis Guru Besar, untuk mereduksi potensi konflik yang relatif tinggi pada masa transisi;

3.       Membangun kepercayaan (trust) di antara warga ITB khususnya dan stakeholders ITB umumnya terhadap kesungguhan dan kejujuran Pimpinan ITB dalam melakukan proses transformasi kelembagaan;

4.       Menjaga kelangsungan operasi ITB untuk tetap dapat memenuhi ekspektasi stakeholders terhadap produk dan layanan ITB dengan baik.

5.       Mengelola proses transisi secara efektif dan proaktif sehingga tidak menghambat proses perubahan secara keseluruhan.

6.       Menyelaraskan perubahan antar elemen sistem untuk mendapatkan keselarasan gerak dalam proses perubahan.

7.       Menyelaraskan kecepatan perubahan dengan dinamika perubahan beserta kondisi yang berkembang sebagai akibat perubahan-perubahan yang telah dilakukan.

8.       Menerapkan sistem perencanaan yang mampu mengakomodasikan secara luas aspirasi dan partisipasi warga ITB dalam sistem penyelenggaraan ITB-BHMN.

9.       Meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya ITB yang terbatas untuk menjaga kesinambungan upaya transformasi kelembagaan ITB.

10.    Memadukan segala niat dan upaya untuk menciptakan paduan kekuatan tinggal landas bagi ITB untuk menuju sasaran transformasi yang telah ditetapkan.

3.2 Hambatan Transformasi ITB

 

Hasil evaluasi terhadap program transformasi ITB pada tahun 2002 menunjukkan bahwa belum seluruh program transformasi mencapai sasaran yang ditetapkan. Namun demikian, sebagian besar program transformasi telah berhasil memasuki tahap inisiasi dari proses transformasi, yang pada tahun 2003 diharapkan dapat dilanjutkan dengan kecepatan perubahan yang lebih tinggi.

Secara garis besar, hambatan dalam pelaksanaan program transformasi ITB pada tahun 2002 bersumber pada beberapa faktor, baik yang bersifat individu, kelompok, organisasi dan sistem penyelenggaraan, maupun yang bersifat eksternal dari luar organisasi ITB. Bagian berikut menguraikan secara singkat hambatan-hambatan tersebut beserta dampaknya terhadap proses transformasi di ITB.

3.2.1 Hambatan Internal

(1)    Konflik kepentingan

Otonomi individu yang demikian kuat dalam sistem PT Negeri yang lalu menyebabkan tak dapat dihindarkannya benturan kepentingan antar individu atau kelompok, baik dalam tahap persiapan konsep ITB-BHMN, pembentukan kelengkapan organisasi ITB-BHMN, seperti pembentukan Senat Akademik (SA), Majelis Wali Amanat (MWA) dan pemilihan rektor, serta tahap awal proses transformasi kelembagaan ITB pada tahun 2002.

Konflik kepentingan tersebut juga berpotensi menyebabkan perbedaan persepsi yang berdampak pada ketidakselarasan dalam pengelolaan proses transformasi, khususnya jika hal tersebut melibatkan Pimpinan ITB, baik Pimpinan Eksekutif, MWA, SA maupun MGB yang merupakan unsur pimpinan kolektif ITB-BHMN.

(2)    Sikap apriori atau curiga terhadap perubahan

Sikap apriori atau curiga merupakan suatu sikap umum yang muncul dalam menghadapi suatu perubahan. Munculnya sikap tersebut juga dirasakan, khususnya pada saat awal proses transformasi ITB mulai digulirkan. Pada saat tersebut diseminasi informasi tentang rencana transformasi beserta sasaran yang akan dituju baru saja dimulai, keyakinan (trust) terhadap kesungguhan dan komitmen Pimpinan ITB dalam melakukan transformasi secara konsisten belum terbangun, dan hasil nyata proses transformasi belum dapat diwujudkan.  Dalam  kondisi tersebut, sikap sebagian besar warga ITB adalah menunggu dan belum terdorong untuk berpartisipasi aktif dalam proses transformasi. Hal tersebut berdampak pada keterlambatan pembentukan critical mass yang diperlukan untuk segera mendorong proses transformasi di awal tahun 2002.

(3)    Pengaruh budaya dan sistem kerja lama

Pada awal perubahan, tidak terhindarkan munculnya pengaruh budaya dan sistem kerja lama dalam implementasi sistem dan organisasi baru ITB. Terlepas dari  upaya  yang  dilakukan untuk mengatasi hal tersebut, dampak budaya dan sistem kerja lama terhadap efektivitas sistem dan organisasi baru dalam penyelenggaraan ITB sangat dirasakan, khususnya dalam kasus berikut (Tabel 2).

(4)    Struktur organisasi

Struktur organisasi merupakan kerangka kerja yang menggambarkan alokasi dan pengelolaan sumber daya, serta garis komunikasi dan pengambilan keputusan dalam organisasi. Struktur organisasi dirancang untuk mendukung strategi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasarannya.

Dalam proses transformasi yang bersifat sangat dinamis, struktur organisasi dapat menjadi hambatan pada saat kemajuan proses transformasi memasuki tahapan baru dengan karakteristik permasalahan yang memerlukan strategi pengelolaan yang berbeda. Sebagai contoh, memasuki tahun 2003 di mana diantisipasi akan diperlukan akselerasi dalam perubahan yang dilakukan, akan diperlukan suatu struktur yang lebih fleksibel dan tanggap terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, baik dalam lingkungan internal maupun eksternal ITB, dengan tetap berorientasi pada pencapaian sasaran secara konsisten.  

 

Tabel 2. Contoh budaya dan sistem kerja lama berserta dampaknya pada efektivitas penerapan sistem baru ITB-BHMN

 

Aspek

Budaya/Sistem Nilai Lama

Dampak

Unit-unit organisasi baru

Menekankan pada wewenang daripada tugas dan kewajiban.

Fungsi yang tidak maksimal.

Sistem Manajemen Akademik berbasis elektronik

Sistem kerja berbasis kertas.

Menghambat pencapaian sasaran efektivitas dan efisiensi sistem manajemen akademik.

Sistem Penilaian Kinerja

Dilakukan oleh atasan kepada bawahan, formalitas, tidak obyektif (misalnya, mempertimbangkan hubungan antara penilai dan yang dinilai)

     Menghambat pencapaian sasaran;

     Belum dapat digunakan sepenuhnya sebagai dasar penentuan insentif berbasis kinerja.

Sistem Perencanaan:

 

 

     Evaluasi diri unit kerja

     Dilakukan sebagai formalitas, dilakukan secara parsial dari proses penyusunan rencana

     Menghambat pencapaian sasaran;

     Belum dapat diguna-kan sepenuhnya seba-gai dasar perencanaan.

     Rencana kerja dan anggaran unit kerja

     Dilakukan sebagai formalitas, tidak konsisten dengan hasil evaluasi diri atau tidak mengacu pada kebutuhan nyata

     Diperlukan sejumlah iterasi dalam proses penyusunan rencana.

Pengelolaan proses kegiatan lintas unit organisasi, contoh Auxilliary Business ITB, pembentukan unit organisasi baru

Kuatnya “dinding pembatas” antar silo-silo unit organisasi 

     Ketidakselarasan dalam kebijakan dan tindakam implementasinya;

     Menghambat kelancaran aliran proses kegiatan antar unit organisasi.

Penataan sarana dan prasarana

Sikap possesiveness yang kuat terhadap fasilitas yang digunakan

Friksi dan keterlambatan dalam proses penataan.

(5)    Keterbatasan sumber daya

Walaupun ada kecenderungan menurun, ketergantungan ITB pada dana pemerintah masih relatif besar, yaitu sebesar 36,7% dari total anggaran sebesar Rp 246,131 milyar pada tahun 2002, dan sebesar 32,5% dari total anggaran sebesar Rp 246,5 milyar pada tahun 2003. Kurang-lebih 50% dari dana pemerintah tersebut merupakan dana operasi rutin yang sebagian besar digunakan untuk pembayaran gaji PNS (Pegawai Negeri Sipil) di ITB. Bentuk penggunaan dan pertanggung-jawaban dana pemerintah yang sangat kaku mengurangi fleksibilitas ITB dalam alokasi anggaran, khususnya di bidang sumber daya manusia (SDM) serta pembangunan sarana dan prasarana.

Keterbatasan sumber daya lain yang sangat dirasakan adalah dalam bidang SDM, khususnya berkenaan dengan aspek kualitatif, meliputi pengetahuan dan keterampilan, serta persepsi dan sikap terhadap proses transformasi yang sedang dan akan dilakukan. Keterbatasan jumlah SDM dengan kualifikasi yang diperlukan berdampak pada keterlambatan realisasi beberapa program transformasi.

3.2.2 Hambatan Eksternal

Disamping faktor internal, sejumlah faktor eksternal menjadi penghambat bagi kelangsungan proses transformasi di ITB, dan beberapa perguruan tinggi lainnya karena sifat pengaruhnya yang menyeluruh terhadap lingkungan operasi eksternal perguruan tinggi di Indonesia. Di antara hambatan tersebut yang terutama adalah:

(1)   Belum adanya pranata hukum BHMN yang koheren dan komprehensif

Sangat dirasakan kurangnya kesiapan pemerintah dalam menyiapkan pranata hukum yang secara koheren dan komprehensif dapat mendukung kelancaran operasi PT-BHMN. Dari sisi hukum, kekuatan PP RI No. 155 Tahun 2000 yang dikeluarkan pemerintah untuk mengesahkan status ITB sebagai BHMN sangat lemah dibandingkan dengan undang-undang yang mengatur sistem pengelolaan keuangan pemerintah dan perpajakan. Hal ini bersifat sangat menghambat kelancaran operasi ITB-BHMN. Sebagai contoh, tidak masuknya terminologi BHMN dalam nomenklatur perpajakan menyebabkan pengenaan pajak badan usaha milik negara (BUMN) pada kegiatan-kegiatan ITB-BHMN yang merupakan organisasi not for profit.

 

(2)  Belum adanya skema bantuan pemerintah yang efektif

Hingga saat ini komitmen pemerintah dalam bentuk bantuan finansial untuk mendukung transformasi PT-BHMN menjadi world class university belum diwujudkan secara nyata. Sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, sebagian besar bantuan dana pemerintah diberikan dalam bentuk gaji PNS yang jumlah dan penggunaannya di luar kendali ITB. Dengan kebijakan zero-growth untuk jumlah PNS di PT-BHMN, dan jika masa transisi status PNS menjadi pegawai ITB-BHMN ditetapkan 5 tahun, maka pada akhir tahun 2005 kontribusi dana pemerintah pada anggaran ITB akan menurun secara signifikan. Hal tersebut berarti, dalam kurun waktu yang sama kapasitas pendapatan (earning capacity) ITB harus ditingkatkan secara drastis. Selain untuk mengimbangi penurunan kontribusi dana pemerintah, ITB harus meningkatkan kapasitas pendapatannya untuk mengatasi peningkatan anggarannya, sejalan dengan program pengembangan ITB sebagai world class university. Dengan keterbatasan sumber daya dan pengalaman yang ada, kondisi tersebut berpotensi mengganggu upaya pencapaian sasaran transformasi ITB, yaitu academic excellence dan pelopor kemajuan, dan bukan usaha komersialisasi yang berlebihan. 

(3)  Kesalahan persepsi: ‘komersialisasi berlebihan’ dalam penyelenggaraan kegiatan ITB-BHMN

Hambatan ini terkait erat dengan hambatan kedua. Kesan ‘komersialisasi berlebihan’ sebagai dampak perubahan status ITB menjadi BHMN muncul sebagai akibat dari peningkatan kontribusi dana yang diperlukan dari para mitra atau stakeholders ITB dalam memanfaatkan produk dan jasa, serta aset (tangible dan intangible) ITB-BHMN.

Dalam keterbatasan dukungan finansial dari pemerintah, mengantisipasi peningkatan kebutuhan dana untuk penyelenggaraan dan pengembangan ITB-BHMN, sejumlah upaya dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pendanaan ITB secara mandiri. Beberapa upaya yang telah dilakukan adalah perbaikan dalam pengelolaan sumber dana yang di antaranya bersumber pada:

        Kegiatan kerjasama ITB dengan para mitranya, baik di bidang pendidikan, penelitian dan pemberdayaan masyarakat;

        Pemanfaatan aset-aset ITB, baik yang bersifat tangible maupuan intengible; dan

        Sumbangan biaya pendidikan dari mahasiswa.

Melalui peningkatan efisiensi internal dan efektivitas organisasi, peningkatan kontribusi dana dari para mitra atau stakeholders ITB diupayakan seminimum mungkin. Namun terlepas dari upaya tersebut, peningkatan kontribusi dana yang terjadi bersamaan dengan perubahan status ITB menjadi BHMN telah menimbulkan kesalahan persepsi tentang adanya upaya komersialisasi secara berlebihan dalam penyelenggaraan kegiatan ITB-BHMN. Persepsi tersebut selanjutnya berpotensi menimbulkan kondisi kontra produktif terhadap kegiatan penyelenggaraan dan pengembangan ITB umumnya, serta proses transformasi ITB khususnya.

Ketiga hambatan tersebut di atas sangat kuat pengaruhnya terhadap kapasitas dan fleksibilitas organisasi dalam pengelolaan kegiatan dan sumber dayanya guna mendukung proses perubahan yang diperlukan. Untuk mengatasi hambatan eksternal tersebut, bersama-sama dengan tiga PT-BHMN lain, telah diusulkan kepada pemerintah untuk dapat mengesahkan dan memberlakukan dengan segera peraturan perundang-undangan yang bersifat koheren dan komprehensif mengenai BHMN. Namun hingga kini belum didapatkan solusi nyata terhadap permasalahan tersebut.

 

4. Kebijakan Operasional

 

 

Mengantisipasi munculnya hambatan internal sebagaimana disebutkan di atas, maka dirumuskan beberapa kebijakan operasional berikut.

(1)        Orientasi Kegiatan pada Kebutuhan Institusi

Semua kegiatan/program harus berdasarkan pada kebutuhan institusi. Dalam kondisi konflik antar kebutuhan atau kepentingan, maka solusi yang diambil harus dengan menempatkan kepentingan ITB di atas kebutuhan atau kepentingan individu atau kelompok (ITB FIRST).

(2)        Pendekatan Perubahan: 3M & 4B

Mempertimbangkan efektivitas program dan efisiensi sumber daya, prinsip 3M (Mudah, Murah dan Menghasilkan) digunakan untuk menentukan perubahan yang akan dilakukan. Dalam implementasinya, prinsip 4B (Bertahap, Berjenjang, Bersepakat & Berkelanjutan) diterapkan sebagai wujud pemberdayaan segenap komponen institusi ITB melalui desentralisasi yang terkoordinasi dari aktivitas dan program, organisasi, serta sumber daya ITB.

(3)        Institusi menawarkan pilihan, individu melakukan evaluasi diri untuk memilih (komitmen)

Berkenaan dengan perubahan yang menyentuh status atau kondisi individu staf ITB,  disusun spektrum alternatif yang memungkinkan setiap individu memilih perubahan status atau kondisi yang diinginkan sesuai dengan komitmen yang dapat diberikan dalam mewujudkan visi dan menjalankan misi ITB. Dalam hal ini, ITB akan menawarkan pilihan dan setiap individu melakukan evaluasi diri untuk menentukan pilihan  atau komitmennya.

(4)        Performance-based & fairness

Alokasi anggaran ITB ke unit-unit organisasi harus dapat menjamin terselenggaranya pelayanan standar oleh setiap unit organisasi. Namun demikian, untuk mencegah terjadinya ‘band wagon effect’ atau ‘demonstration effect’, serta dengan mempertimbangkan keterbatasan sumber daya dan sekaligus untuk mendorong perbaikan kinerja, alokasi sumber daya akan dilakukan berdasarkan kinerja dan keadilan (performance-based & fairness).  Termasuk di dalamnya adalah sistem insentif untuk peningkatan kesejahteraan staf ITB.

Dalam implementasinya, sistem alokasi atau insentif berbasis kinerja dan keadilan akan memerlukan mekanisme kontrol yang memberikan masukan (feedback) kepada pihak manajemen mengenai kinerja yang dihasilkan oleh individu maupun unit kerja. Pada Satuan Akademik, tugas mekanisme kontrol tersebut dilakukan oleh Unit Pengawas Internal (UPI) yang saat ini sedang dalam proses persiapan pembentukannya.

(5)        Completing the loop

Untuk memicu peningkatan kualitas secara berkelanjutan dan efektivitas alokasi sumber daya, maka setiap program kegiatan ITB harus didasarkan pada perencanaan yang mempertimbangkan perbaikan dan pengembangan kondisi yang diperlukan. Selanjutnya, perencanaan diikuti dengan perancangan, implementasi, operasi, analisis dan evaluasi, serta perbaikan dan pengembangan program kegiatan.

(6)        Resource leveraging & institutionalized

Kegiatan kemitraan merupakan upaya untuk menjembatani kompetensi ITB-BHMN dengan masyarakat (pendidikan tinggi, pemerintah, industri dan masyarakat umum). Dalam penyelenggaraan dan pengembangannya, kegiatan kemitraan harus dapat mendayagunakan kompetensi yang dimiliki oleh ITB secara maksimal (resource leveraging) dan melembaga (institutionalized) guna proses penciptaan nilai.

Secara bersama-sama kebijakan operasional tersebut diharapkan dapat menciptakan paduan kekuatan yang diperlukan oleh ITB untuk tinggal landas dari kondisi lama menuju kondisi baru yang diinginkan. Efektivitas kebijakan operasional akan ditentukan oleh konsistensi dalam implementasinya, yang mempengaruhi pola perubahan yang akan terjadi. Gambar 4 pada halaman berikut memperlihatkan perbandingan pola perubahan ‘tanpa’ dan ‘dengan’ dukungan kebijakan operasional dan pranata hukum yang efektif.

 


Gambar 4 (a)

Gambar 4 (b)

Gambar 4. Kondisi perubahan: (a) tanpa dukungan kebijakan operasional & pranata hukum yang efektif dan (b) dengan dukungan kebijakan operasional & pranata hukum yang efektif

5. Penutup

 

Secara optimis, perubahan status ITB menjadi BHMN dapat dipandang sebagai peluang yang sangat penting untuk mengawali perubahan fundamental yang diperlukan untuk dapat mewujudkan cita-cita ITB sebagai world class university. Tetap dengan menjaga kelangsungan operasi rutin, sejumlah perubahan awal telah dilakukan pada tahun 2002 untuk membangun sistem kelembagaan ITB yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Sebagai konsekuensi dari komitmen ITB untuk menjaga kelangsungan operasinya, maka dalam keterbatasan sumber daya internal ITB dan dukungan eksternal dari Pemerintah perubahan-perubahan yang dapat dilakukan pada tahun 2002 masih terbatas pada tahap inisiasi proses transformasi, meliputi penataan sistem dan organisasi serta sarana-prasarana penunjangnya, dan penumbuhan kesadaran akan program transformasi ITB.

Upaya terbesar dalam proses inisiasi proses transformasi adalah menghilangkan atau mengurangi inertia terhadap perubahan, khususnya yang bersumber pada kuatnya kepentingan individu atau kelompok, kuatnya sikap apriori atau curiga terhadap perubahan yang akan dilakukan, dan  kuatnya pengaruh budaya dan sistem kerja lama pada sikap kerja individu atau kelompok.

Selanjutnya, tantangan utama dalam suatu proses perubahan adalah dinamika perubahan itu sendiri yang memerlukan penyelarasan dan konsistensi antar perubahan untuk menuju sasaran yang ditetapkan. Perbedaan antara sistem dan nilai-nilai lama dengan sistem dan nilai-nilai baru berpotensi menimbulkan konflik yang menuntut kepemimpinan dengan visi transformasi yang kuat untuk memandu arah perubahan yang akan dilakukan, penyelarasan perubahan dilakukan untuk menciptakan paduan kekuatan yang diperlukan ITB untuk tinggal landas dari kondisi lama menuju kondisi baru yang diinginkan.

Sejalan dengan upaya yang dilakukan oleh ITB, dukungan pemerintah diharapkan untuk membangun infrastruktur institusional bagi PT-BHMN dalam bentuk perangkat perundang-undangan yang dapat mendukung kelancaran proses transformasi perguruan tinggi di Indonesia. Prose transformasi ITB dan PT lainnya, hendaknya dilihat pemerintah sebagai upaya transformasi kelembagaan untuk meningkatkan secara sistematis kualitas produk dan proses pendidikan tinggi di Indonesia agar dapat berperan secara nyata dalam kemajuan bangsa dan IPTEKS secara global. Karenanya, pemerintah berkepentingan untuk mencegah kegagalan proses transformasi yang sedang dan akan dilakukan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

 

Sumber Pustaka Utama

 

 

----------------, Laporan Penyelenggaraan dan Pengembangan Institut Teknologi Bandung Tahun 2002, Bandung, Institut Teknologi Bandung, Nopember 2002.

----------------, Rencana Kerja dan Anggaran Institut Teknologi Bandung Tahun 2002, Bandung, Institut Teknologi Bandung, Juli 2002.

----------------, PP RI Nomor 155 Tahun 2000 tentang Penetapan Institut Teknologi Bandung sebagai Badan Hukum Milik Negara, Jakarta, Desember 2000.

----------------, Rencana Transisi ITB, Bandung, Institut Teknologi Bandung, Mei 2000.