Tim KK Hidrografi ITB Bantu Implementasikan Desa Tanggap Banjir di Kabupaten Bireuen

Oleh Adi Permana

Editor -


BANDUNG, itb.ac.id—Dalam beberapa tahun terakhir, Kabupaten Bireuen, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, kerap mengalami banjir di beberapa kawasan. Berdasarkan pemberitaan terkini, banjir pada 2022 dinilai yang paling parah akibat curah hujan deras yang berlangsung relatif lama.

Sebagai bagian dari Program Pengabdian Masyarakat (PPM), tim KK Hidrografi ITB memutuskan untuk turun membantu masyarakat di Kabupaten Bireuen, terutama dalam memahami penyebab dan dampak bahaya banjir. Selain itu, mereka juga memberikan ilmu terkait adaptasi dan mitigasi bencana banjir berdasarkan kondisi eksisting di lapangan.

Dalam sebuah studi yang diterbitkan pada 2006, UNESCO menyebutkan bahwa banjir bandang memberikan empat efek negatif bagi masyarakat, yakni dampak fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Kegiatan pengabdian yang dilakukan oleh tim KK Hidrografi ITB berharap dapat melindungi masyarakat dari dampak-dampak tersebut melalui integrasi pemahaman komprehensif tentang kebencanaan. Tim telah memulai rangkaian program sejak Februari lalu dan diproyeksikan rampung pada November 2022.

Sebagai permulaan, tim melakukan wawancara dengan Keuchik (Kepala Desa) Teupin Mane, Abdul Jalil. “Dari sana, kami mengetahui perihal desa lain yang sempat mengalami banjir yang lebih parah, yaitu Desa Juli Meunasah Tambo,” sebut Dr. Ir. Eka Djunarsjah, M.T., yang memimpin tim dalam kegiatan PPM. Banjir di Desa Juli memiliki ketinggian lebih dari 1,5 meter sehingga merendam rumah-rumah warga dan meninggalkan kerugian materiil.

*Sumber: Infografis Media Indonesia

Setelah menyambangi dan berbicara dengan mantan camat desa tersebut, keterangan tentang curah hujan yang tidak menentu pada November dan Desember pun didapatkan. Kemudian, mereka juga menduga bahwa banjir disebabkan oleh saluran irigasi yang kecil dan dipersempit dengan penanaman rumput susu sebagai pakan ternak oleh warga. Banjir juga diperparah dengan air yang terbawa dari danau atau waduk dan tidak terdapatnya pintu air.

Tim KK Hidrografi ITB menyadari akan pentingnya manajemen pemberian arahan dan aturan sehingga masyarakat dapat mengetahui langkah-langkah mitigasi bencana. Berkaca dari alam, nenek moyang masyarakat Aceh juga memiliki beragam kearifan lokal. Misalnya, budaya gotong royong yang selalu diterapkan dalam mengamankan lingkungan sebagai bentuk peringatan dini yang efektif dalam menjaga lingkungan dari ancaman banjir.

Meskipun telah memiliki pengetahuan yang turun temurun, peningkatan kapasitas masyarakat, baik dari segi fisik maupun nonfisik, masih sangat diperlukan. “Kegiatan fisik dapat berupa pemanfaatan lahan dan penyediaan tempat evakuasi, sementara kapasitas nonfisik meliputi mempelajari gejala alam dan saling mengingatkan antarsesama untuk siaga,” jelas Dr. Eka. Hal ini dapat membentuk budaya kesiapsiagaan dalam komunitas masyarakat.

Sebagai upaya mitigasi banjir, masyarakat Kabupaten Bireuen menggunakan meunasah atau masjid sebagai area evakuasi. Area ini mereka pilih karena kondisi bangunan yang memang dibuat lebih tinggi. Dalam proses ini, keuchik dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) berperan penting dalam memberikan arahan. Dengan adanya stakeholders dan lokasi evakuasi, harapannya wilayah studi Kecamatan Bireun sudah siap untuk menjadi desa tanggap banjir.

*Artikel ini telah dipublikasi di Media Indonesia rubrik Rekacipta ITB, tulisan selengkapnya dapat dibaca di laman https://pengabdian.lppm.itb.ac.id

Reporter: Sekar Dianwidi Bisowarno (Rekayasa Hayati, 2019)


scan for download