Studium Generale ITB: Energi dan Pemberdayaan Masyarakat

Oleh Adi Permana

Editor -


BANDUNG, itb.ac.id – Energi merupakan salah satu pilar paling fundamental untuk menyukseskan pembangunan suatu bangsa. Tidak dapat dipungkiri bahwa energi adalah salah satu kebutuhan mendasar yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Melalui mata kuliah KU-4078 Studium Generale, Anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ir. Tri Mumpuni menjelaskan pentingnya penciptaan passion pada masyarakat untuk membangun kebutuhan energinya sendiri melalui persiapan sosial dan penerapan teknologi skala kecil yang terbesar. Kuliah umum ini diselenggarakan pada hari Rabu (1/2/2023).

Selama ini, listrik sebagai sumber energi utama menjadi suatu hal yang “jauh” dari masyarakat. Jauh dalam artian bahwa masyarakat hanya berperan pasif sebagai konsumen dan tidak mengetahui mekanisme penyediaan listrik. Namun, sebenarnya listrik merupakan sumber energi yang dapat dihasilkan dari masyarakat itu sendiri.

“Melalui konsep ‘live-in’ dan penerapan teknologi skala kecil yang tersebar, masyarakat hendaknya menjadi subjek pembangunan sehingga perlu disiapkan dan dilibatkan secara aktif, mulai dari perencanaan, pembangunan, pengelolaan, hingga perawatan,” ujar Tri.

Berbagai langkah sudah mulai dilakukan masyarakat Indonesia untuk turut menghasilkan energi listrik dan berbagai energi lainnya dari sumber yang terbarukan. Mulai dari pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga udara, hingga biogas dari pemanfaatan feses ternak. Tentunya peran dari institusi pendidikan, pemerintah, hingga masyarakat luas yang dikolaborasikan dan sinambung dapat memaksimalkan potensi penciptaan sumber energi terbarukan untuk Indonesia.

Penciptaan teknologi untuk pemberdayaan rakyat harus memperhatikan berbagai aspek. Pertama, haruslah sesuai dengan kapasitas sumber daya manusia lokal. Tidak ada artinya teknologi yang canggih apabila masyarakat tidak mengerti cara pemakaian dan cara pemanfaatannya. Namun, bukan berarti teknologi yang diciptakan harus bersifat kuno agar sumber daya manusia lokal dapat menikmatinya.

“Maka dari itu, diperlukannya capacity building untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia lokal,” ujar Tri. Upaya untuk menyelaraskan teknologi dengan kapasitas sumber daya manusia lokal dapat dilakukan dengan cara pemberdayaan dan juga berbagi ilmu. Upaya ini disebut dengan ilmu tekno-antropologi.

“Proses melarutkan teknologi pada budaya, tradisi, dan kebiasaan hidup masyarakat lokal dapat menghasilkan senyawa teknologi dengan budaya, tradisi, dan kebiasaan hidup masyarakat lokal yang sinergis dan harmonis,” tegas Tri. Bukan hanya memperhatikan aspek teknologi dan juga masyarakat, pemberdayaan rakyat melalui teknologi juga harus memperhatikan aspek ekologi atau daya dukung lingkungan lokal. Terlibatnya aspek ekologi bukanlah memanfaatkan sumber daya semaksimal mungkin, namun memanfaatkan sumber daya sesuai dengan kondisi lingkungan serta kondisi masyarakat.

Maka dari itu, peran kita sebagai mahasiswa dengan ilmu yang kita miliki dapat dimanfaatkan untuk turut membangun masyarakat, membangun negeri ini, serta membangun kehidupan yang lebih baik untuk masa depan. “Orang yang berani memberdaya diri sendiri, meninggalkan kenyamanan hidup untuk memahami arti kemerdekaan sejati dan memerdekakan bangsanya,” tegas Tri.

Reporter: Yoel Enrico Meiliano (Teknik Pangan, 2020)


scan for download