Smart Development in Tourism: Integrasi Teknologi dan Pariwisata

Oleh Anggun Nindita

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id – Smart City bukan lagi istilah asing, konsep ini memungkinkan penerapan teknologi pada perkotaan. Namun, bagaimana jika konsep ini diaplikasikan pada industri pariwisata? Untuk itu, Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB membuka diskusi terkait topik ini melalui International Virtual Course Winter School 2023 pada Jumat (15/09/2023).

Acara ini diselenggarakan secara daring melalui platform Zoom Meeting. Dosen SAPPK ITB, Dr.Eng. Maya Safira, S.T., M.T., hadir sebagai pemateri di acara diskusi tersebut. Beliau menyampaikan materi tentang Smart Development in Tourism. Materi ini menitikberatkan pentingnya pengembangan pariwisata yang cerdas dan berkelanjutan.

Smart tourism development merujuk pada integrasi strategis dan berkelanjutan antara teknologi informasi dan komunikasi (TIK), wawasan berbasis data, dan solusi inovatif untuk meningkatkan industri pariwisata.

Hal ini melibatkan pemanfaatan alat digital, konektivitas, dan infrastruktur pintar dengan tujuan menciptakan pengalaman perjalanan yang lebih efisien, menyenangkan, dan bertanggung jawab bagi wisatawan serta mendorong kesejahteraan ekonomi, lingkungan, dan sosial jangka panjang di destinasi pariwisata.

Smart tourism melibatkan berbagai aspek, termasuk konektivitas digital, analitika data, integrasi TIK, infrastruktur pintar, keterlibatan wisatawan, keberlanjutan, partisipasi masyarakat, keamanan, pelestarian budaya, pemasaran, dan promosi. “Semua komponen ini harus diintegrasikan dengan baik untuk mencapai keberhasilan dalam pengembangan destinasi smart tourism,” ujar Dr. Maya.

Industri pariwisata adalah industri yang sangat tergantung pada informasi. Oleh karena itu, pemahaman tentang perubahan teknologi dan perilaku wisatawan sangat penting. Teknologi Komunikasi Informasi memungkinkan individu untuk dengan mudah berkontribusi dengan pendapat, opini, dan kreativitas mereka, sehingga hubungan antara perjalanan dan teknologi semakin erat.

"Contoh nyata dari destinasi pariwisata pintar adalah Pulau Sentosa di Singapura. Pulau ini berhasil menggabungkan teknologi canggih dengan keindahan alam dan hiburan. Sentosa menawarkan pengalaman terkoneksi dengan internet berkecepatan tinggi, transportasi cerdas, dan alat interaktif digital yang meningkatkan pengalaman pengunjung," tuturnya.

Selain itu, penggunaan teknologi Augmented Reality (AR) dan Virtual Reality (VR) di tempat seperti Universal Studios. Pulau ini juga berkomitmen pada keberlanjutan dengan menggunakan tenaga surya dan praktik ramah lingkungan lainnya serta telah mendapatkan pengakuan atas inisiatif pariwisata pintarnya.

Meskipun menawarkan banyak manfaat, pengembangannya juga dihadapkan pada berbagai tantangan. Beberapa tantangan utama termasuk biaya tinggi dalam mengimplementasikan teknologi pintar, inklusivitas digital untuk semua wisatawan, perlindungan privasi data pengunjung, pemeliharaan dan kompatibilitas sistem, serta menjaga keseimbangan antara modernisasi dan pelestarian budaya dan lingkungan.

Untuk mengatasi tantangan dalam pengembangan smart tourism, strategi yang tepat diperlukan. Ini mencakup kolaborasi antara pemangku kepentingan, alokasi sumber daya yang memadai, kemitraan antara sektor publik dan swasta, serta pengembangan pedoman dan praktik terbaik.

Beliau menyimpulkan, smart tourism bukanlah sekadar tren, tetapi menjadi imperatif strategis bagi destinasi wisata dan bisnis. Hal ini mendukung daya saing destinasi dengan memenuhi tuntutan wisatawan modern yang mencari pengalaman yang mulus, personal, dan berkelanjutan.

“Oleh karena itu, para pemangku kepentingan diajak untuk mengambil tindakan dengan mengadopsi strategi smart tourism yang menggabungkan teknologi, keberlanjutan, dan inklusivitas,” pungkas Dr. Maya.

Penulis: Hafsah Restu Nurul Annafi (Perencanaan Wilayah dan Kota 2019)


scan for download