Remote Observing Kerjasama GAO dengan ITB

Oleh Krisna Murti

Editor -

Sabtu (17/6) kemarin, bertempat di Observatorium Bosscha, Gunmao Astronomical Observatory (GAO) bekerjasama dengan ITB mengadakan ‘remote observing’ (pengamatan jarak jauh) via internet. Kerjasama semacam ini antara GAO dan ITB adalah untuk yang kedua kalinya. ‘Remote observing’ kali ini menyuguhkan belahan langit Selatan yang teramati di Bosscha kepada 100-an audiens di GAO. Dr. Taufik Hidayat, Kepala UPT Observatorium Bosscha, memberikan sambutannya dalam pembukaan acara yang dilaksanakan mulai pukul 18.30 WIB. Sepanjang acara, bergantian Dr. O. Hashimoto (GAO) dan Dr. H. L. Malasan dari Bosscha memandu para audiens di GAO dalam mengamati berbagai konstelasi bintang di belahan langit Selatan, seperti ‘Southern Cross’ (layang-layang), ‘Scorpion’ (kalajengking), Sagitarius, ‘Jewel Box’, Alfa-Centauri, Beta-Centauri, Gamma-Centauri, dan Omega-Centauri. Keseluruhan acara yang berakhir pada pukul 20.00 WIB ini dibawakan dalam bahasa Jepang. Langit malam itu sangat cerah, sehingga memudahkan pengamatan. “Kami tadinya sudah menyediakan dua skenario. Skenario pertama, yang kami gunakan saat ini, adalah skenario untuk cuaca yang cerah. Skenario lainnya tadinya akan kami gunakan apabila cuaca malam ini mendung ataupun hujan.”, ungkap Dr. Hashimoto. Metode yang digunakan dalam ‘remote observing’ ini adalah ‘teleconference’ biasa. Dengan dua buah laptop, sebuah ‘webcam’, sebuah kamera TGv-M (Tenmon Guide Video Movie), sebuah LCD projector beserta layarnya, sebuah VTR (Video Tape Recorder), dan sebuah teleskop hasil kerjasana GAO-ITB, acara ‘remote observing’ ini sudah dapat dilaksanakan. Dengan ‘software’ Microsoft NetMeeting, ‘teleconference’ antara GAO dengan Bosscha pun berlangsung. Sedangkan gambar langit belahan Selatan yang ditangkap oleh kamera TGv-M disalurkan ke GAO lewat Broadstream. Bandwidth 512 Kbps yang dialokasikan untuk acara ini sayangnya selama acara hanya 200 Kbps yang efektif terpakai sehingga sesekali suara yang dikirim dari GAO terdengar terputus-putus. Perbedaan waktu antara Jepang dan Indonesia yang besarnya dua jam membuat acara ini dimulai pada pukul 18.30 WIB. “Di Jepang sekarang sudah pukul 20.30”, ungkap Dr. Hashimoto. Gunmao Astronomical Observatory (GAO), adalah sebuah observatorium di perfektur Gunmao, sebuah perfektur yang terletak 120 kilometer arah Barat Laut dari Tokyo, Jepang. “Mengamati bintang di belahan langit Selatan tak semudah dahulu lagi. Polusi cahaya dari daerah pemukiman telah membaurkan cahaya bintang di malam hari. Penyumbang polusi cahaya terbesar adalah Kotamadya Bandung. Akibat polusi cahaya dari Kodya Bandung, akan sulit untuk mengamati bintang langit Selatan di bawah tigapuluh derajat (dari horizontal bumi, red).”, ucap Dr. Taufik selaku Kepala UPT Observatorium Bosscha seusai acara berakhir. Perjuangan mempertahankan kelestarian Bosscha sebagai cagar budaya memang belum berakhir. Rencana pembangunan real estate di sekitar Bosscha mengancam kelangsungan Bosscha sebagai satu-satunya observatorium di Indonesia. “Polusi cahaya yang sudah ada sekarang pun sudah sangat parah. Bayangkan akibatnya jika rencana pembangunan itu terlaksana. Sekarang saya hanya memegang surat pernyataan Pak Kusmayanto (sewaktu masih menjabat rektor ITB, red) yang menyatakan ITB menolak rencana pembangunan itu sebagai satu-satunya kekuatan. Pembangunan tidak dapat terlaksana tanpa persetujuan warga daerah rencana pembangunan. Salah satunya adalah Observatorium Bosscha.”, jelas Dr. Taufik lebih lanjut tentang keberlangsungan Bosscha. (astriddita)

scan for download