Prof. Rochim Suratman: 472 PTS, 8000 Dosen, 1800 Program, dan 300.000 Mahasiswa
"Hakekatnya pendidikan tidak mudah dan harus mendapat perhatian semua pihak" tutur guru besar ITB Prof.Dr.Ir.H.Rochim Suratman saat ditemui di ruang kerjanya, kantor Kopertis Jawa Barat. Berbicara tentang pendidikan perguruan tinggi memang sudah menjadi urusan beliau sejak lama. apalagi sejak tanggal 18 november 2006, beliau resmi menjadi koordinator kopertis wilayah IV Jawa Barat dan Banten yang bertugas dalam pengawasan, pengendalian, dan pembinaan (wasdalbin) perguruan tinggi swasta (PTS) di Jawa Barat dan Banten. Tentunya tak pelak, jika beliau harus sering menerima tamu dari PTS mengenai proses pendidikannya masing-masing. "Sudah seperti dokter menerima pasien" ungkap beliau tersenyum.
Tugas yang beliau emban ini mencakup 472 PTS Jawa Barat dan Banten dengan sekitar 8000 dosen, 1800 program, dan 300.000 mahasiswa. Selain dikenal sebagai guru besar di bidang proses produksi dan koordinator Kopertis wilayah IV, beliau juga menjabat sebagai ketua Kelompok Keahlian (KK) Ilmu dan Teknik Material ITB, dan sekretaris program magister dan doktor Teknik Material ITB disamping mengajar secara rutin. Disela-sela kesibukannya itu, beliau masih menyempatkan diri berolahraga bulutangkis setiap hari jumat bahkan berenang bersama anaknya di Cipanas. "Waktu anak saya belum berangkat (kuliah-red) ke Australia, saya masih sempat berenang di Cipanas karena airnya kan tidak dingin" akunya.
Mengenai pendidikan perguruan tinggi, menurut beliau ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu komitmen yang tinggi dari staf pengajar, kualifikasi staf pengajar yang harus ditingkatkan, dan peningkatan fasilitas laboratorium dan perpustakaan. Tentang komitmen staf pengajar, beliau menyinggung niat yang harus diluruskan oleh setiap pengajar. Beliau pun mengaku kalau dulu tidak pernah berpikir menjadi dosen. Bahkan setelah lulus sarjana dari Teknik Mesin ITB tahun 1974, beliau sempat berkerja di industri selama satu tahun. Ketika tawaran menjadi dosen diterimanya, beliau langsung meneruskan studi doktoral bidang metalurgi fisik di Katholieke Universitiet Leuven (KUL-Belgia). “Kembali ke Indonesia tepat 17 Agustus 1981” kenangnya. Namun, seiring berjalannya waktu beliau menyadarinya sebagai panggilan tanggung jawab agar bangsa dapat berubah dengan pendidikan yang lebih baik. "Dengan jadi dosen, ilmu saya lebih banyak" tambahnya. Selain itu, mahasiswa diharapkan dapat turut membantu dengan memberi "trigger" kepada dosennya agar lebih rajin. Mahasiswa diharapkan menagih jam kuliah yang batal diadakan.
Sedangkan untuk kualifikasi staf pengajar, menurut beliau bukan hanya aspek pendidikan doktornya saja yang dibutuhkan tapi juga aktivitas penelitiannya. Hal ini dimaksudkan agar ilmu dan pengajarannya bertambah dan selalu aktual.”Bukan hanya melulu dari naskah yang dia baca sehingga tidak berkembang” tukasnya. Mengenai fasilitas laboratorium dan perpustakaan, beliau mengatakan bahwa seharusnya untuk setiap program seorang mahasiswa minimal didampingi sepuluh buku dengan empat buku untuk satu judul tergantung dari rasionya dan juga peralatan laboratorium yang harus baik.
Untuk wilayah Jawa Barat dan Banten ini sendiri, beliau menyadari hanya sekitar 10 % perguruan tinggi swasta yang terbilang baik jika dilihat dari fasilitas gedung, laboratorium, rasio dosen dengan mahasiswa, dan parameter lainnya. Oleh karena itu, beliau merencanakan akan membentuk lima "center of excellent" di Sumedang, Tanggerang, Rangkasbitung, Cilegon, dan Bandung. Jadi ada perguruan tinggi yang bagus di daerah itu yang turut membantu pengembangan perguruan tinggi swasta yang ada disekitarnya.
Selain di bidang pendidikan, Guru Besar ini juga akrab dengan dunia industri dan aktif dalam beberapa organisasi keprofesian. Pengalaman di bidang industri adalah sebagai tenaga ahli dalam bidang material dan proses di PT PINDAD dan PT IPTN, tenaga ahli failure analysis di PT Pusri, tim audit material dan proses di PT MEDCO Methanol Indonesia, dan anggota Dewan Pengarah Lembaga Inspeksi Teknis B4T-Deperindag. Dalam bidang keprofesiannya, beliau sendiri tergabung dalam organisasi kepakaran seperti APMACA (Asia-Pacific Corrosion and Material Association), AWF (Asean Welding Federation), IWS (Indonesian Welding Society), Indocor (Indonesian Corrosion Association), IATO (Ikatan Ahli Teknik Otomotif Indonesia), dan MMI (Anggota Masyarakat Material Indonesia). Mengenai kepakaran dosen dan hubunggannya dengan industri, beliau mengharapkan kepakaran dosen itu dapat dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan industri sehingga dosen akan kaya dengan pengalaman yang dapat diberikan saat mengajar dan industri terbantu melalui keahlian dosen tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pola hubungan kemitraan dengan industri dan regulasi untuk mendukungnya. Beliau juga mengingatkan agar hal itu semua terorganisasi dan dosen tetap memperhatikan waktu kuliah, "Jangan waktu kuliah dosennya tidak ada dan malah proyek" imbuhnya.
Selama berinteraksi dengan beliau, dapat dilihat perhatiannya yang besar terhadap kedisiplinan, dan pengembangan pendidikan. Beliau mengkhawatirkan kesadaran terhadap pendidikan dan kedisiplinan mahasiswa ITB mulai berkurang walaupun kemampuannya masih tetap luar biasa. Beliau pun menyayangkan kreativitas yang seakan kurang dimunculkan oleh mahasiswa-mahasiswa ITB sekarang ini. "Lomba robotika kita kalah, lomba motor bakar kita juga kalah" katanya. Hal ini beliau sinyalir karena mahasiswa kurang dapat membagi waktu dengan baik dan memaksimalkannya untuk aktivitas berguna seperti aktivitas di Lab. Padahal menurutnya, ketentuan rentang waktu kuliah yang semakin pendek harus disiasati dengan baik oleh mahasiswa.
Mengakhiri pembicaraan, beliau berpesan agar kita tidak menyukai kemapanan dalam artian selalu melakukan perbaikan diri. Selain itu menurutnya, melakukan perbaikan sikap, perbaikan keilmuan, perbaikan proses, dan perbaikan fasilitas wajib dilakukan oleh setiap orang. “Perbaikan itu harus menjadi bagian dari hidup,”pesannya.
Tugas yang beliau emban ini mencakup 472 PTS Jawa Barat dan Banten dengan sekitar 8000 dosen, 1800 program, dan 300.000 mahasiswa. Selain dikenal sebagai guru besar di bidang proses produksi dan koordinator Kopertis wilayah IV, beliau juga menjabat sebagai ketua Kelompok Keahlian (KK) Ilmu dan Teknik Material ITB, dan sekretaris program magister dan doktor Teknik Material ITB disamping mengajar secara rutin. Disela-sela kesibukannya itu, beliau masih menyempatkan diri berolahraga bulutangkis setiap hari jumat bahkan berenang bersama anaknya di Cipanas. "Waktu anak saya belum berangkat (kuliah-red) ke Australia, saya masih sempat berenang di Cipanas karena airnya kan tidak dingin" akunya.
Mengenai pendidikan perguruan tinggi, menurut beliau ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu komitmen yang tinggi dari staf pengajar, kualifikasi staf pengajar yang harus ditingkatkan, dan peningkatan fasilitas laboratorium dan perpustakaan. Tentang komitmen staf pengajar, beliau menyinggung niat yang harus diluruskan oleh setiap pengajar. Beliau pun mengaku kalau dulu tidak pernah berpikir menjadi dosen. Bahkan setelah lulus sarjana dari Teknik Mesin ITB tahun 1974, beliau sempat berkerja di industri selama satu tahun. Ketika tawaran menjadi dosen diterimanya, beliau langsung meneruskan studi doktoral bidang metalurgi fisik di Katholieke Universitiet Leuven (KUL-Belgia). “Kembali ke Indonesia tepat 17 Agustus 1981” kenangnya. Namun, seiring berjalannya waktu beliau menyadarinya sebagai panggilan tanggung jawab agar bangsa dapat berubah dengan pendidikan yang lebih baik. "Dengan jadi dosen, ilmu saya lebih banyak" tambahnya. Selain itu, mahasiswa diharapkan dapat turut membantu dengan memberi "trigger" kepada dosennya agar lebih rajin. Mahasiswa diharapkan menagih jam kuliah yang batal diadakan.
Sedangkan untuk kualifikasi staf pengajar, menurut beliau bukan hanya aspek pendidikan doktornya saja yang dibutuhkan tapi juga aktivitas penelitiannya. Hal ini dimaksudkan agar ilmu dan pengajarannya bertambah dan selalu aktual.”Bukan hanya melulu dari naskah yang dia baca sehingga tidak berkembang” tukasnya. Mengenai fasilitas laboratorium dan perpustakaan, beliau mengatakan bahwa seharusnya untuk setiap program seorang mahasiswa minimal didampingi sepuluh buku dengan empat buku untuk satu judul tergantung dari rasionya dan juga peralatan laboratorium yang harus baik.
Untuk wilayah Jawa Barat dan Banten ini sendiri, beliau menyadari hanya sekitar 10 % perguruan tinggi swasta yang terbilang baik jika dilihat dari fasilitas gedung, laboratorium, rasio dosen dengan mahasiswa, dan parameter lainnya. Oleh karena itu, beliau merencanakan akan membentuk lima "center of excellent" di Sumedang, Tanggerang, Rangkasbitung, Cilegon, dan Bandung. Jadi ada perguruan tinggi yang bagus di daerah itu yang turut membantu pengembangan perguruan tinggi swasta yang ada disekitarnya.
Selain di bidang pendidikan, Guru Besar ini juga akrab dengan dunia industri dan aktif dalam beberapa organisasi keprofesian. Pengalaman di bidang industri adalah sebagai tenaga ahli dalam bidang material dan proses di PT PINDAD dan PT IPTN, tenaga ahli failure analysis di PT Pusri, tim audit material dan proses di PT MEDCO Methanol Indonesia, dan anggota Dewan Pengarah Lembaga Inspeksi Teknis B4T-Deperindag. Dalam bidang keprofesiannya, beliau sendiri tergabung dalam organisasi kepakaran seperti APMACA (Asia-Pacific Corrosion and Material Association), AWF (Asean Welding Federation), IWS (Indonesian Welding Society), Indocor (Indonesian Corrosion Association), IATO (Ikatan Ahli Teknik Otomotif Indonesia), dan MMI (Anggota Masyarakat Material Indonesia). Mengenai kepakaran dosen dan hubunggannya dengan industri, beliau mengharapkan kepakaran dosen itu dapat dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan industri sehingga dosen akan kaya dengan pengalaman yang dapat diberikan saat mengajar dan industri terbantu melalui keahlian dosen tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pola hubungan kemitraan dengan industri dan regulasi untuk mendukungnya. Beliau juga mengingatkan agar hal itu semua terorganisasi dan dosen tetap memperhatikan waktu kuliah, "Jangan waktu kuliah dosennya tidak ada dan malah proyek" imbuhnya.
Selama berinteraksi dengan beliau, dapat dilihat perhatiannya yang besar terhadap kedisiplinan, dan pengembangan pendidikan. Beliau mengkhawatirkan kesadaran terhadap pendidikan dan kedisiplinan mahasiswa ITB mulai berkurang walaupun kemampuannya masih tetap luar biasa. Beliau pun menyayangkan kreativitas yang seakan kurang dimunculkan oleh mahasiswa-mahasiswa ITB sekarang ini. "Lomba robotika kita kalah, lomba motor bakar kita juga kalah" katanya. Hal ini beliau sinyalir karena mahasiswa kurang dapat membagi waktu dengan baik dan memaksimalkannya untuk aktivitas berguna seperti aktivitas di Lab. Padahal menurutnya, ketentuan rentang waktu kuliah yang semakin pendek harus disiasati dengan baik oleh mahasiswa.
Mengakhiri pembicaraan, beliau berpesan agar kita tidak menyukai kemapanan dalam artian selalu melakukan perbaikan diri. Selain itu menurutnya, melakukan perbaikan sikap, perbaikan keilmuan, perbaikan proses, dan perbaikan fasilitas wajib dilakukan oleh setiap orang. “Perbaikan itu harus menjadi bagian dari hidup,”pesannya.
scan for download