Penggunaan Optimasi Swarm Dalam Permasalahan Sumber Daya Air

Oleh Adi Permana

Editor -


BANDUNG, itb.ac.id – Air adalah sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia, dan persoalannya tidak hanya mencakupi satu atau dua sudut pandang. Maka dari itu, manajemen dan konservasinya tidak terlepas dari berbagai upaya untuk menjaganya secara holistik.

Salah satu cara untuk mengelola sumber daya air secara efisien adalah pemodelan dan analisis sistem, di mana teknik optimasi, machine learning, artificial intelligence, dan evolutionary algorithms diimplementasi dalam performanya. Pendekatan ini mengambil prinsip-prinsip alam untuk memecahkan permasalahan manajemen air.

Supaya diseminasi dan pembahasan sistem optimasi sistem sumber daya air lebih mendalam kepada masyarakat luas, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Institut Teknologi Bandung (LPPM ITB) bekerja sama dengan The Conversation mengadakan seri workshop pada Rabu (6/7/2022).

Dr. Faizal Rohmat, dosen peneliti Pusat Teknologi Teknik Sumber Daya Air, FTSL ITB, menjadi narasumber workshop ke-5 ini. Dia mengatakan bahwa fokus riset yang dia tekuni saat ini adalah swarm optimization dalam bidang sumber daya air untuk mencari solusi alokasi air terbaik dengan jaminan keberlanjutannya serta memastikan alirannya secara akurat.

Dalam penelitian itu, ia menggunakan sekawanan burung sebagai contoh. “Secara individu, burung-burung ini memiliki kecerdasan yang terbatas. Namun, secara kolektif, mereka mampu meningkatkan instingnya dan dapat memecahkan masalah yang kompleks.”

“Komunikasi adalah solusi dari semua masalah,” Dr. Faizal menegaskan. Seperti sekawanan burung, pemecahan masalah yang kompleks bisa berhasil dengan cara komunikasi. Konsep ini dapat dimasukan dalam metode Particle Swarm Optimization (PSO) yang terinspirasi dari interaksi antara sekawanan burung.

Sebagai contoh kasus, sekawanan burung ini sedang mencari posisi terbaik untuk mencari lokasi makanan. Misal ada tiga burung yang sedang mencari lokasi dengan posisi dan gerak yang saling berbeda dan beracakan. Setiap kali mereka bergerak, mereka akan mengevaluasi posisi mereka masing-masing dan saling berkorespondensi hasil penilaian mereka. Burung yang berada di posisi terdekat dengan lokasi makanan akan berkomunikasi dengan burung-burung lain. Secara gradual, burung-burung lain akan mendekati posisi burung tersebut dan mereka bergerak bersama menuju tempat terbaik untuk mendapatkan makanan.

Di Colorado, AS, bagian bawah lembah sungai Arkansas dimanfaatkan oleh penduduk untuk irigasi ekstensif. Daerah sana kering, tetapi alokasi air cukup baik sehingga daerah tersebut menjadi salah satu daerah irigasi yang lumayan produktif dan memenuhi kebutuhan pangan warga sekitar. Selain itu, air yang digunakan di Colorado kemudian mengalir ke Kansas, di mana Kansas juga menaruh perhatian khusus kepada manajemen air Colorado.

Tidak hanya permasalahan alokasi air ke daerah sendiri dan Kansas, Colorado sendiri harus memiliki manajemen air yang kuat agar dapat menghadapi isu iklim dan permintaan bahan makanan yang terus meningkat. Untuk memastikan keberlanjutan masa depan, permasalahan ini dapat diatasi dengan trial-and-error, di mana pihak-pihak bertanggung jawab bisa mengatur kapan menyimpan dan merilis air serta informasi mengenai pengirimannya dan banyaknya. Perencanaan alokasi air ini sangat rumit dan tentu menjadi sulit untuk mencari solusi optimal. Oleh karena itu, algoritma PSO yang mirip dengan ilustrasi sekawanan burung dipakai sebagi inspirasi pemecahan masalah sumber daya air.

“Bayangkan satu burung di kelompok itu adalah satu agen optimasi kita,” Dr. Faizal menjelaskan. “Satu ekor burung ini akan mencari solusi, dan ini bisa diibaratkan sebagai pencarian solusi untuk studi kasus permasalahan air di Colorado.” Segala respon yang didapatkan dari pencarian seperti alokasi dan waktu penyimpanan air akan dievaluasi di sistem sebelum diberikan feedback. “Intinya satu agen optimasi mencoba satu kebijakan. Kemudian, informasi ini dicoba di lingkungan tersebut sebelum mendapatkan feedback.”

Feedback tersebut lalu dikomunikasikan dengan kawanan agen optimasi lain dan dibandingkan supaya hasil terbaik didapatkan oleh sistem. Dari sini, semua agen optimasi akan bergerak ke arah yang lebih baik secara gradual. Prosedur trial-and-error ini dilakukan secara iteraktif dengan hampir ribuan agen optimasi, di mana satu kawanan agen optimasi bergerak secara acak di satu fungsi optimasi dan saling berkomunikasi untuk konversi ke satu arah yang optimal.

“Dengan prinsip-prinsip alam dan komunikasi, masalah kompleks dapat dipecahkan,” Dr. Faizal menyatakan. “Metode ini dapat diterapkan di daerah irigasi Indonesia untuk optimasi penggunaan dan alokasi air, terutama dengan fakta bahwa Indonesia memiliki sekitar 200 bendungan.”

Reporter: Ruth Nathania (Teknik Lingkungan, 2019)


scan for download