Orasi Ilmiah Prof. Delik Hudalah: Pentingnya Penataan Ruang di Kawasan Pinggiran Kota

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

BANDUNG, itb.ac.id—Prof. Dr. Delik Hudalah, S.T., M.T., M.Sc., membawakan Orasi Ilmiah Guru Besar dalam acara Forum Guru Besar ITB yang diselenggarakan pada Sabtu (20/8/2022) di Aula Barat ITB. Dalam acara tersebut, Prof. Delik menyampaikan orasinya yang berjudul “Urbanisasi Wilayah di Era Global Memusat ke Pinggir, Menata Daerah Tak Bertuan.”

Prof. Delik Hudalah sendiri adalah Guru Besar di bidang Perencanaan Metropolitan yang tergabung dalam kelompok keahlian perencanaan wilayah dan perdesaan, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB. Pada saat Orasi Ilmiah, beliau tepat berulang tahun yang ke-40 tahun.

Prof. Delik Hudalah menyelesaikan SD, SMP, hingga SMA di Bandung. Ia melanjutkan jenjang sarjana di ITB prodi Perencanaan Wilayah dan Kota dan meraih gelar Sarjana Teknik tahun 2004. Beliau melanjutkan Magister Teknik di ITB lulus tahun 2006. Lalu meraih gelar Doktor di bidang ilmu keruangan dari University of Groningen, Belanda tahun 2010.

Prof. Delik Hudalah menjabat Lektor Kepala pada 1 September 2015, kemudian dilantik sebagai Guru Besar/Profesor pada 1 Agustus 2020 sehingga saat ini, Prof. Delik merupakan profesor termuda di Institut Teknologi Bandung.

Di awal Orasi Ilmiah, Prof. Delik menyampaikan fakta bahwa lebih dari separuh penduduk dunia tinggal di perkotaan. Sebagian besar dari jumlah ini tinggal di kawasan pinggirannya yang terus berkembang melampaui batas-batas administrasi kota asal dan adaptasi kelembagaan yang ada. Dinamisasi kawasan perkotaan yang dipengaruhi oleh urbanisasi menjadikan kota terus berevolusi untuk memenuhi fungsi dan kebutuhan masyarakatnya.

Menurut skala ruangnya, kawasan perkotaan dapat dibedakan menjadi empat, yaitu kota, kawasan metropolitan, kawasan megapolitan, dan koridor perkotaan megaregion. Pada masing-masing kawasan perkotaan ini, kawasan pinggirannya dianggap sebagai bagian yang kritis dalam penataan ruang karena perkembangannya sulit diprediksi. "Secara struktural, kawasan pinggiran dapat membentuk pusat kota baru. Secara pola, kawasan pinggiran dapat berwujud zona transisi antara desa dan kota," ujarnya.

Jika ditinjau dari struktur, terbentuknya pusat kota baru di pinggiran dapat terjadi karena proses dekonsentrasi yang dicirikan dengan penurunan/stagnansi jumlah penduduk dan pekerjaan di kota inti sehingga tidak seimbang dengan peningkatan aspek yang sama di kawasan pinggiran. Dekonsentrasi penduduk maupun pekerjaan ini kemudian akan menentukan apakah suatu kawasan perkotaan hanya akan ada satu pusat (monosentrik) atau banyak pusat (polisentrik).

"Pada kasus Jabodetabek dan Surabaya Metropolitan, fakta menunjukkan penyebaran industri pengolahan adalah salah satu fitur penting dekomposisi pekerjaan. Hal ini diindikasikan dengan persebaran kawasan dan kota industri menuju pinggiran. Disinyalir tanpa perencanaan yang terintegrasi pada skala wilayah, dekonsentrasi ini dapat terjadi secara acak (sprawl) sehingga boros lahan, energi, dan berbiaya ekonomi tinggi," ujar Prof. Delik.

Di sisi lain, kawasan pinggiran sebagai pola ruang dimaknai sebagai kawasan fungsional yang mengalami proses transformasi perkotaan. Kawasan ini seringkali terlalu berkembang hingga mencakup wilayah yang sangat luas tanpa memandang batas-batas administrasi yang ada. Karena hal inilah kawasan pinggiran sering disebut kawasan abu-abu yang mencakup kawasan suburban, peri-urban, dan desakota.

Prof. Delik menambahkan, "Kawasan pinggiran menjadi kawasan tak bertuan atau abu-abu dan sulit ditentukan batas fisik maupun nonfisiknya. Biasanya kawasan pinggiran membentuk gradasi/spektrum dengan variasi kemapanan yang beragam antara ciri perkotaan dan perdesaan."

Model dan praktik perencanaan maupun pengelolaan kawasan pinggiran yang terintegrasi merupakan kunci utama untuk menyukseskan penataan kawasan abu-abu ini. Konsep tersebut dibagi menjadi empat ranah yaitu perencanaan kawasan pinggiran, pengelolaan kawasan pinggiran, perencanaan kawasan perkotaan, dan pengelolaan kawasan perkotaan. Kajian dan intervensi difokuskan pada peningkatan kapasitas kelembagaan, kerja sama antar daerah, perencanaan kawasan terpadu dan multisektoral, serta penskalaan ulang negara.

Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)


scan for download