Mengenal Seluk Beluk Program Studi Astronomi ITB

Oleh Abdiel Jeremi W

Editor -

Max Planck Institute for Astronomy

BANDUNG, itb.ac.id – ITB adalah salah satu rumah bagi pendidikan sains, teknologi, seni, dan bisnis. Di antara berbagai ragam disiplin ilmu di ITB, terdapat sebuah disiplin yang selalu menarik perhatian banyak orang, yakni astronomi. Program studi yang lahir pada tahun 1951 ini terus berkarya dan mengedukasi masyarakat, di bawah naungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA). Beberapa alumni astronomi ITB adalah Dr. Hanindyo Kuncarayakti di Universitas Chile, Dr. Tri Laksmana Astraatmadja di (MPIA) Jerman, dan Premana W. Premadi, Ph. D. yang baru-baru ini diabadikan dalam nama sebuah asteroid.

Alumni-alumni tersebut tentunya telah melewati proses pendidikan astronomi, setidaknya di S1 Astronomi ITB. Program studi Astronomi membuka tiga strata pendidikan, yakni S1, S2, dan S3. Ketiga strata ini telah terakreditasi BAN-PT dengan peringkat A. Selain itu, pendidikan sarjana (S1) Astronomi ITB adalah salah satu dari sebelas program studi (prodi) ITB yang telah terakreditasi secara internasional oleh ASIIN. Selain itu, Astronomi ITB adalah satu-satunya jurusan astronomi di Asia Tenggara. Berdasarkan data Kemenristek Dikti, saat ini terdapat 81 mahasiswa dan 19 dosen di seluruh strata prodi Astronomi ITB.


Sebagai program studi berstandar internasional, Astronomi ITB memiliki fasilitas-fasilitas yang mendukung keberjalanan perkuliahan. Beberapa di antaranya adalah perpustakaan di lantai 6 gedung Center for Advanced Science (CAS), ruang diskusi bagi mahasiswa, ruang perkuliahan yang sejuk, koneksi internet, laboratorium komputasi, serta Observatorium Bosscha. Kehadiran fasilitas-fasilitas tersebut memastikan keberjalanan kuliah dengan atmosfer akademik yang kondusif. Kini, prodi Astronomi ITB terletak di lantai keenam gedung CAS. Pada lantai ketujuh gedung tersebut, sedang dikembangkan fasilitas teleskop beserta rumah teleskop untuk mewadahi aktivitas pengamatan dari sekitar prodi.


Warisan Sejarah untuk Mengukir Sejarah
Observatorium Bosscha adalah fasilitas unik yang digunakan oleh civitas akademik Astronomi ITB. Kompleks observatorium ini didirikan oleh Nederlandsch-Indische Sterrekundige Vereeniging/NISV (Perhimpunan Astronom Hindia Belanda) pada awal tahun 1920-an atas dasar keperluan fasilitas observasi astronomi di Bumi bagian (lintang) selatan. Karel Albert Rudolph Bosscha dan Ursone adalah dua orang pengusaha yang menjadi pendana utama proyek tersebut. Kedua orang tersebut menyerahkan hak milik tanah mereka kepada NISV. Selain itu, K. A. R. Bosscha juga menyediakan telesop refraktor ganda Zeiss dan teleskop refraktor Bamberg. Nama Bosscha kemudian diabadikan untuk mengingat jasanya. Pada tahun 1951, NISV menyerahkan Observatorium Bosscha kepada pemerintah RI, hingga akhirnya menjadi bagian dari ITB sejak ITB didirikan, yakni pada tahun 1959. Tahun 1951 juga merupakan tahun yang bersejarah karena pada tahun tersebut pendidikan astronomi secara resmi berdiri dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Gale Bruno van Albada sebagai Guru Besar Astronomi.


Sekarang, Observatorium Bosscha melayani beberapa kepentingan. Selain sebagai warisan sejarah dan sarana pembelajaran luar sekolah bagi khalayak umum, Bosscha juga merupakan kompleks pengamatan astronomi dengan beberapa teleskop untuk berbagai keperluan pengamatan. Beberapa mata kuliah S1 Astronomi mewajibkan pesertanya untuk melaksanakan observasi astronomi di observatorium ini. Pengamatan yang dilakukan berkisar pada metode fotometri, astrometri, dan spektroskopi. Praktikum astronomi ini melatih mahasiswa untuk cermat dalam merencanakan pengamatan yang efektif, efisien, dan saintifik. Selain itu, praktikum di Bosscha juga mempertajam kemampuan komunikasi dan kerjasama antarmahasiswa. 


Astronomi ITB dan Indonesia
Dengan latar belakang budaya dan tradisi yang kental, Indonesia cukup akrab dengan pendidikan astronomi dan astrologi. Namun, pendidikan astronomi di perguruan tinggi adalah hal yang ilmiah. Setiap fenomena astronomi yang dipelajari dalam Astronomi ITB selalu dijelaskan oleh sains secara rasional dan ilmiah. Proses pendidikan ini membentuk pola pikir analitik, aliran logika yang berlandaskan kaidah ilmiah, serta kemampuan untuk mengomunikasikan pikiran para peserta didik. Seorang mahasiswa Astronomi ITB dididik sedemikian rupa untuk memiliki pengetahuan fisika, kimia, dan matematika yang mumpuni untuk memahami fenomena alam dalam rentang yang ekstrim. Contohnya, reaksi pembentukan unsur helium dari unsur hidrogen melalui reaksi fusi di inti Matahari dengan temperatur yang sangat panas. Fisika, kimia, dan matematika adalah alat yang digunakan oleh astronom untuk memahami fenomena dalam tata surya, bintang, galaksi, hingga alam semesta.


Sebagai bagian dari ITB, Astronomi ITB juga bertanggung jawab melaksanakan tridharma perguruan tinggi. Kini, sejumlah alumni dan civitas akademik Astronomi ITB terus berupaya untuk memberikan penjelasan mengenai fenomena-fenomena astronomi secara ilmiah dan rasional melalui berbagai media, sehingga distribusi hoax astronomi semakin kecil. Salah satu interaksi antara Astronomi ITB dengan masyarakat secara luas adalah saat pengamatan Gerhana Matahari Total (GMT) 2016. Dalam menyambut peristiwa GMT di kota-kota di Indonesia, terdapat sosialisasi dan pengamatan gerhana bersama yang melibatkan mahasiswa, dosen, dan masyarakat setempat.

sumber dokumentasi:


scan for download