Lahirkan Inspirasi Melalui 'Lebih Dekat dengan Bosscha'

Oleh Teguh Yassi Akasyah

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Sahabat Bosscha bersama Tim Observatorium Bosscha ITB menggelar acara peluncuran buku berjudul  'Lebih Dekat dengan Bosscha'  pada Sabtu (22/02/14) bertempat di Gedung Basic Saint Center - A, ITB. Buku yang menceritakan tentang jejak kehidupan Karel Albert Rudolf Bosscha di Indonesia tersebut  disunting oleh Ridwan Hutagalung dengan bantuan dari Badan Pelestarian Pusaka Indonesia (BPPI) dan komunitas Sahabat Bosscha. Selain peluncuran buku, dalam acara tersebut juga diadakan diskusi bertajuk  "Astronomi dan Astronom di Indonesia"  yang  diisi oleh Suryadi Siregar (anggota Kelompok Keahlian Astronomi FMIPA ITB), Eka Budianta (Ketua Komunitas Sahabat Bosscha), Ridwan Hutagalung, dan Taufik Hidayat (anggota Kelompok Keahlian Astronomi FMIPA ITB).

"Buku ini bercerita tentang kehidupan Bosscha sebagai sosok yang peduli dengan ilmu di Indonesia, terutama tentang asronomi, perkebunan teh, dan sifat beliau," tutur Ridwan. Dalam buku ini, terdapat beberapa karya dari Sahabat  Bosscha yang tidak hanya menceritakan tentang Observatorium  Bosscha saja, melainkan juga menceritakan tentag kehidupan Bosscha di Indonesia.  Beberapa penulis yang berperan dalam pembuatan buku ini antara lain Dr. Ayu Bulantrisna Djelantik, Myra P.Gunawan, Vebertina Manihuruk, Eka Budianto, dan Ridwan Hutagalung sendiri. Sebagai penyunting, Ridwan bersama tim BPPI dan Sahabat Bosscha melakukan penelitian di daerah-daerah yang pernah ditinggali oleh Bosscha, seperti Kalimantan Barat dan Bandung.

Dalam diskusi tentang ilmu astronomi yang dikaitkan langsung dengan keberadaan Bosscha sebagai pendiri Observatorium Bosscha, Suryadi Siregar menjelaskan bahwa ilmu astronomi di Indonesia pertama kali dikembangkan pada awal abad ke-18 yang dilakukan oleh astronom asal Belanda. Dalam perkembangannya, didirikanlah pusat pengamatan permanen yang berlokasi di Lembang. Semenjak itu, astronom Indonesia telah menyumbangkan hasil karya ilmiah mereka di tingkat internasional. Kondisi ini membuat Indonesia semakin berkembang dengan penelitiannya terhadap dunia perbintangan tersebut.

Eka Budianto selaku Ketua Sahabat Bosscha menjelaskan, "Observatorium Bosscha dibangun dengan uluran tangan dari Bosscha. Perancangan teropong dan atapnya yang bisa berputar 360 derajat juga diberi sentuhan oleh salah satu pendiri ITB tersebut. Tak heran jika beliau dikenal sebagai filantropis yang peduli akan perkembangan ilmu". Komunitas yang terbentuk pada 17 Agustus 2013 tersebut awalnya didirikan untuk mengejar keeksistensian Observatorium Bosscha, mengingat bahwa saat ini telah banyak permukiman penduduk yang dapat menghambat pengamatan di sana. "Kami menilai bahwa komunitas inilah yang akan berperan penting dalam keberlangsungan penelitian di Bosscha, mengingat beberapa kendala yang ada saat ini. Selain itu, sosok Bosscha sendiri akan menjadi panutan bagi kita sebagai filantropis", tutur Dr. Mahasena Putra selaku Ketua Observatorium Bosscha yang tergabung dalam anggota Kelompok Keahlian Astronomi FMIPA ITB.

Di penghujung acara tersebut, peserta mendapatkan kesempatan untuk menikmati lantunan musik yang merupakan perpaduan dari suara-suara hasil pengamatan di Observatorium Bosscha. Perpaduan musik ini dilakukan oleh Gustaf Iskandar yang merupakan seniman lulusan FSRD ITB. Dalam prosesnya, Gustaf bersama peneliti dari Observatorium Bosscha melakukan perekaman terhadap bunyi sinar matahari melalui teleskop radio. 

Sumber foto : www.bosscha.itb.ac.id


scan for download