Jalan Baskoro Tedjo Menjadi Seorang Arsitek Global

Oleh Adi Permana

Editor Adi Permana

*Sumber: Instagram Baskoro Tedjo

BANDUNG, itb.ac.id – Dr. Baskoro Tedjo adalah seorang arsitek tersohor lulusan ITB dengan segudang karya baik di Indonesia maupun mancanegara. Beliau juga telah menulis beberapa buku desain dengan judul-judul ternama yang banyak menjadi inspirasi dari para arsitek di Indonesia.

Dosen Program Studi Arsitektur ITB itu menceritakan pejalannya dalam menjadi seorang Arsitek Global seri webinar The Path to be the Next Global Architect yang diadakan oleh Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB, pada Kamis (14/4/2022).

Dr. Baskoro Tedjo lahir di Semarang pada tahun 1956 dari ayah seorang jurnalis. Beliau menceritakan bagaimana pada masa mudanya Ia suka berkelibat dengan seni dengan memainkan peran pada penampilan drama maupun melantunkan lagu. Kedua hal ini menghantarkan sebuah paralel, penyampaian pesan dari seorang jurnalis dengan cara tersurat dan dari seorang seniman dengan cara tersirat.

“Seorang arsitek selain menceritakan ide melalui desain fisik bangunan, juga menuliskan ide lewat laporan desain bangunan,” kata Dr. Baskoro.

Setelah lulus dari ITB pada tahun 1982, Baskoro meneruskan karier dengan menjadi pengajar di institusi yang sama. Dr. Baskoro kemudian melanjutkan pendidikan di The City University of New York di bidang Environment and Behaviour. Berbeda dengan pendekatan luas yang ia pelajari kala berkuliah S1 di ITB, studinya kali ini mengajarkan pendekatan yang spesifik dalam melakukan suatu proses desain.

“Kuliah saya di S2 ini mengajarkan cara mendesain dengan fokus pada kaca mata perilaku manusia dan lingkungannya,” ucap Baskoro.

Setelah meraih gelar Master of Science dan kembali ke tanah air, Baskoro diangkat sebagai dosen di Program Studi Arsitektur ITB. Pada tahun 1994, beliau dan Sunaryo, seorang pelukis dan pematung tersohor di Indonesia, bekerja sama untuk mendesain Selasar Sunaryo Art Space (SSAS). Proyek yang selesai dibangun pada tahun 1998 ini berhasil meraih penghargaan IAI Awards 2002.

“Proyek saya yang pertama kali, Selasar Sunaryo mengubah jalan karier saya,” katanya.

Dr. Baskoro kembali mengejar pendidikan di Department of Architecture, Osaka Univsersity Jepang. “Saya belajar dari banyak arsitek hebat tentang desain ‘compact-living’ dan gaya arsitektural Jepang.”

Setelah lulus pada tahun 1999, ia lantas memutuskan untuk bergabung di beberapa asosiasi arsitek seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Arsitek Muda Indonesia (AMI). Beliau juga mendirikan sebuah firma desain yang dinamakan Baskoro Tedjo & Associates.

Sekarang, Ia banyak membawa karyanya mengikuti pameran-pameran hingga ke mancanegara, salah satunya adalah di Hague, Belanda, pada 23 April 1999. Melalui firma yang dibuatnya, beliau juga banyak mengikuti sayembara desain bangunan. Tak lama setelah itu, dia berhasil memenangkan sayembara desain Perpustakaan Bung Karno.
“Kedua proyek inilah yang membuat nama saya lantas dikenal di dunia perarsitekturan di Indonesia,” ucap Baskoro.

Akibat namanya yang sedang naik daun, Baskoro Tedjo & Associates banyak mendapatkan permintaan desain. Menggunakan gaya compact-living atau rumah minimalis yang ia dapatkan kala berkuliah di Jepang, desain rumah yang ia rancang berhasil meraih perhatian nasional. Banyak dari karyanya yang berhasil menjadi sorotan di majalah-majalah arsitektur dan menciptakan tren tersendiri.

Dr. Baskoro dan firma kembali memenangkan banyak sayembara bergengsi, seperti Stasiun Monorail Jakarta, Campus Center ITB, Kalla Tower di Makasar, Rumah WWF di Jakarta, dan yang terakhir Indonesian Cultural Center di Dilli, Timor Leste. Buku pertama beliau “Baskoro Tedjo – Extending Sensibilities Through Design” yang berisi koleksi karyanya sejak tahun diluncurkan pada tahun 2012. Tak lama pada 2021 kemarin, beliau meluncurkan buku keduanya “Baskoro Tedjo – Berbagi” yang berisi kumpulan karya dan cerita perjalanannya sejak tahun 2012.

Reporter: Favian Aldilla Rachmadi (Teknik Sipil, 2019)


scan for download