Masyarakat Punya Kewajiban Jadi Bagian dari Solusi Banjir

Oleh Adi Permana

Editor -

*Foto banjir di Kabupaten Bandung (Sumber: jabarprov.go.id)

BANDUNG, itb.ac.id--Memperingati Hari Linkungan Hidup Sedunia 2021, digelar diskusi online oleh solusibanjir.id dengan tema “Kewajiban Masyarakat dalam Solusi Banjir”, Selasa (15/6/2021). Webinar ini mengudang Guru Besar Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Prof. Dr. Ir. Arwin Sabar, MS. dan dua narasumber lainnya yaitu Dr. Leo Eliasta, S.T., M.Sc., Kepala Sub Direktorat Perencanaan Teknis Sungai dan Pantai Direktorat Sungai dan Pantai, serta Dr. Ir. Setiawan Wangsaatmaja, Dipl. SE., M.Eng., Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat.

Moderator webinar kali ini, Tio Mutia Hafizah, menjelaskan bahwa hingga April 2021 sudah terjadi 1.125 kejadian bencana alam yang merenggut 475 korban jiwa. Dari 1.125 kejadian tersebut, bencana banjir mendominasi dengan 476 total kejadian. Selain korban jiwa, bencana banjir pun mengakibatkan banyak kerugian material. ”Menemukan solusi paling efektif pada bencana banjir menjadi sebuah urgensi bagi masyarakat,” ujar Mutia.

Dr. Leo menjelaskan mengenai tantangan penerapan zero run-off. Secara umum pencegahan banjir bisa dikategorikan sebagai strategi nonstruktural sedangkan pengendaliannya, biasa dilakukan oleh kementerian, dikategorikan sebagai strategi bersifat teknis. Inisiatif bersifat pencegahan seperti mendidik masyarakat untuk menghargai air sungai dan kegiatan bersifat konservasi sangat diperlukan. ”Ini yang justru akan jauh lebih sustainable,” ujar Dr. Leo. Diharapkan saat strategi pencegahan berjalan, hanya penyempurnaan sporadis engineering intervention saja yang diperlukan.

”Di samping setiap orang membutuhkan dan mempunyai hak akan air, dia juga berkewajiban menyimpan air,” kata Prof. Arwin dalam pemaparannya mengenai Pentingnya Zero Limpasan sebagai Instrumen Pencegahan Banjir & Kekeringan Kawasan Terbangun.

Salah satu cara yang bisa masyarakat lakukan adalah rekonservasi nonvegetatif dalam bentuk rekayasa reseptor alami sumur resapan. Perlu diingat bahwa rekayasa ini bergantung pada luas bangunan sehingga di Bandung Utara, misalnya, rekayasa hanya bisa dibangun pada 10 sampai 20 persen wilayahnya, sisanya berupa rekonservasi vegetatif dalam bentuk perkebunan dan rerumputan.

*Instrumen zero limpasan. (Dok. Prof. Arwin)

Pada sesi tanya jawab Dr. Setiawan menjawab pertanyaan peserta mengenai peran pemerintah daerah dan provinsi mengontrol debit air dalam laju pemukiman yang tumbuh. ”Salah satu fungsi perizinan di Jawa Barat adalah supaya aliran air di permukaan tidak membebani di daerah hilir,” ujar Dr. Setiawan.

Pada pemukiman, seperti kompleks perumahan, berlaku kebijakan yaitu seminimumnya pengembang perumahan menerapkan zero run off serta mengatur sanitasi dan persampahan kompleks perumahannya. ”Konsekuensi hukum yang berat apabila kita melanggar tata ruang. Dengan cara seperti itu kita sangat berhati-hati ketika mengeluarkan izin,” tambah Dr. Setiawan.

Reporter: Amalia Wahyu Utami (TPB, FTI 2020)


scan for download