Peringati World Space Week 2011, HIMASTRON Gelar Kuliah Umum Arkeoastronomi

Oleh Muhammad Fikri

Editor -

Astroarkeologi 1BANDUNG, itb.ac.id - Dalam rangka memperingati World Space Week 2011 dan 60 tahun pendidikan astronomi di Indonesia, Himpunan Mahasiswa Astronomi (HIMASTRON) ITB menggelar "Semesta Khatulistiwa" pada Kamis - Minggu (20-23/10/11). Untuk mengisi rangkaian acara tersebut, diadakan kuliah umum yang bertema "Arkeo-astronomi" pada 21 Oktober 2011. Pembicara di acara tersebut yaitu Ferry M. Simatupang, M.Si, dosen program studi Astronomi ITB dan Prof. Jakob Sumardjo dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB.
Kuliah umum pertama diberikan oleh Ferry M. Simatupang dengan judul "Arkeoastronomi: Jejak Astronomi dalam Budaya". Dalam pemaparannya Ferry menerangkan arkeoastronomi merupakan sebuah studi tentang apa dan bagaimana masyarakat kuno mengerti tentang benda langit beserta fenomenanya dan menginterpretasikannya ke dalam budaya mereka. Untuk mengungkap fenomena-fenomena arkeoastronomi, para ilmuan menggunakan berbagai metode dari berbagai bidang keilmuan seperti arkeologi, antropologi, statistik dan probabilitas, dan sejarah.

Situs-situs arkeoastronomi bisa diteliti dan diamati dari jejak-jejak astronomi diantarnya jejak fisik seperti tulisan, ukiran, artefak, jejak kesenian seperti tarian, jejak cerita rakyat dan jejak kepercayaan masyarakat. Beberapa situs arkeoastronomi di dunia yang terkenal yaitu: stonehenge, bangunan dan tulisan bangsa Maya, sistem penanggalan/kalender bangsa Maya, dan juga piramid. Saat ini sedang diteliti beberapa tempat di Indonesia yang diduga merupakan jejak fisik arkeoastronomi diantaranya candi Borobudur, candi Prambanan, dan situs megalitik gunung Padang.

Tidak seperti zaman dahulu, kini untuk mengamati fenomena langit pada malam hari merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. "Saat ini kita sulit untuk mengamati benda langit dengan mata telanjang. Kita tidak bisa melihat pemandangan langit seperti orang zaman kuno melihatnya. Dari 13.000 bintang yang sebenarnya bisa kita lihat hanya puluhan saja yang saat ini bisa kita lihat. Hal ini dikarenakan polusi cahaya yang bersumber dari penerangan artifisial dan juga sumber penerangan buatan lainnya," ungkap Ferry.

Pembicara kedua, Prof. Jakob Sumardjo, memberikan kuliah berjudul "Kosmologi Jawa dan Sunda". Pemaparan pada kuliah kedua ini berkaitan dengan hal-hal yang berkembang di masyarakat berhubungan dengan kultur atau budaya, metafisika dan antropologi masyarakat suku Jawa dan Sunda. Pemaparan kuliah kedua ini lebih menekankan pada sisi-sisi astronomi yang kontemporer seperti keterkaitan mitologi masyarakat jawa dan sunda, kultur masyarakat jawa dan sunda, serta kehidupan masyarakat tani suku jawa dan sunda yang berhubungan dengan astronomi.

Oleh Muhammad Hanif

scan for download