Talkshow Innovation : Mahasiswa ITB Adalah Calon Technopreneur Besar

Oleh kikywikantari

Editor -

Talkshow Innovation diselenggarakan oleh I3M (Inkubator Ide dan Inovasi Mahasiswa) di ITB pada hari Sabtu, 7 Maret 2010. Talkshow inmenghadirkan pembicara dosen SBM ITB, Dwi Larso, Ph.D dan presiden I3M, Ikhsan Sigma Putra. Tajuk yang diangkat dalam talkshow ini cukup menarik, yaitu "Collaboration in Technopreneur".

Talkshow Innovation ini merupakan bagian dari rangkaian acara IMnoFEST (I3M Innovation Festival) 2010. IMnoFEST sendiri terdiri dari 3 acara utama, yaitu Kunjungan Kerja ke Bappeda Bandung, Galeri Mimpi, serta Talkshow Innovation. Melalui IMnoFEST, I3M berusaha untuk mengajak mahasiswa ITB untuk berani merealisasikan ide-ide yang kreatif dan inovatif.

Pada awal acara, diperkenalkan terlebih dahulu I3M yang baru setahun berdiri di ITB. Kemudian, pembicara melanjutkan talkshow dengan mengupas tuntas technopreneurship, meliputi definisi, prinsip dasar, kondisi real di Indonesia, dan sebagainya. Peserta yang hadir tampak antusias dalam mengikuti talkshow. Hal ini ditunjukkan dengan keaktifan peserta dalam simulasi problem solving pada akhir acara.

Entrepreneur vs Techopreneur

Pertanyaan yang pertama kali muncul adalah "Apa sebenarnya technopreneurship itu? Apakah bedanya dengan entrepreneurship?" Mari kita cermati.

Technopreneur bermula dari kegiatan entrepreneurship atau berwirausaha. Norman M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993:5) mengemukakan definisi wirausaha, yaitu : "An entrepreuneurship is a proses of everything that related with creating a new business in the face of risk and uncertainty, identifying opportunities and assembling necessary resourses to rise the utility value on those opportunities". Wirausaha adalah segala proses yang berhubungan dengan menciptakan bisnis yang berhadapan dengan resiko dan ketidakpastian, mengidentifikasi peluang, dan meningkatkan nilai tambah dari peluang itu. Kegiatan technopreneurship berasal dari penggabungan entrepreneurship dengan technology.

Pembicara dalam talkshow, Dwi Larso, Ph.D mendiferensiasikan entrepreneurship  dan technopreneurship dua hal yang berbeda. "Secara kasarnya, kalau entrepreneurship kita menjual produk apapun, kalau technopreneurship yang kita jual adalah teknologi." Jadi, secara tidak langsung apabila kita melakukan kegiatan technopreneurship, kita akan mendukung kemajuan teknologi di Indonesia.

Dwi Larso, Ph.D juga menambahkan, " Mau apapun namanya, mau technopreneur, biopreneur, ecopreneur, dasarnya adalah entrepreneur dengan 3 kata kuncinya : peluang (opportunities), risiko (face of risk), dan nilai tambah (utility value)." Prinsip pertama, seorang entrepreneur harus pandai menciptakan peluang. Peluang bisa berasal dari apapun yang ada di sekitar kita. Kedua, setelah menciptakan peluang saatnya kita mengambil tindakan nyata dan berani menanggung risiko terbesar dari tindakan kita. Ketiga, kegiatan entrepreneur harus mampu menciptakan nilai tambah bagi pihak-pihak yang terlibat di dalam kegiatan ini.

Mahasiswa, Sekarang Belajarlah Ilmu Sebanyak-banyaknya

Kesempatan techopreneurship di Indonesia sangat terbuka lebar. Dari komposisi usaha di Indonesia sekitar 95-99% didominasi oleh usaha mikro dan kecil dan sisanya usaha makro atau besar. Hal ini dianggap masih belum kokoh apabila dibuat struktur ekonominya. Dibandingkan dengan Malaysia yang 75% mikro dan kecil, 15% menengah, dan 10% makro atau besar, Indonesia masih dirasa kalah.

Usaha mikro dan kecil harus mampu ditingkatkan level-nya dan usaha makro melalui technopreneurship  harus lebih digalakkan lagi. Dwi Larso, Ph.D menegaskan kembali peranan mahasiswa dalam technopreneurship, "Mahasiswa ITB adalah calon-calon technopreneur besar. Saat ini, fokuslah kuliah dan belajar ilmu sebanyak-banyaknya. Pandai-pandailah bergaul dan mencari kawan. Setelah lulus dari ITB, baru silakan kalian menjadi technopreneur!"

 


scan for download