Seminar Nasional Teknologi, Investasi, dan Ketahanan Energi Ungkap Resep Kemandirian Energi Bangsa

Oleh Vinskatania Agung A

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Isu ketahanan energi masih menjadi buah bibir terhangat hingga saat ini. Minyak bumi yang selalu diasosiasikan sebagai sumber energi utama kini diragukan lantaran cadangan minyak Indonesia yang kian nyaris bersih. Celakanya, kebutuhan masyarakat akan minyak bumi tak kunjung tersubstitusi. Pencarian celah solusi mulai ditelisik lewat perkembangan teknologi yang semakin maju serta strategi penanaman modal yang tepat. Hal ini menjadi sorotan mengingat jatuhnya sistem ketahanan energi dapat membawa keruntuhan pilar ketahanan ekonomi nasional.

Menyadari hal tersebut, Himpunan Mahasiswa Teknik Geofisika (Hima TG) "TERRA" ITB bekerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membuka ruang diskusi terkait masalah melalui seminar nasional bertajuk "Teknologi, Investasi, dan Ketahanan Energi". Acara yang dijadikan penutup untuk Home Tournament Divisi Keprofesian TERRA ITB ini berlangsung pada Sabtu (21/11/2015) di Auditorium CC Timur ITB. Seminar ini mendatangkan pembicara ahli antara lain Dr. rer. nat. R. M. Rachmat Sule (Dosen Teknik Geofisika ITB), Ir. Nenny Miryani, PhD. (Dosen Teknik Panas Bumi ITB), Abdul Hamid Batubara (Presiden Komisaris PT Chevron Pacific Indonesia), Darmawan Prasodjo, PhD (Ekonom dan Deputi I Staf Ahli Presiden RI), dan Amien Sunaryadi (Kepala SKK Migas Indonesia). Acara dibuka dengan sambutan dari Prof. Dr. Ir. Ridho Watimena, Wakil Dekan Akademik Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB dan Dr. Andri Dian Nugraha, Kepala Program Studi Teknik Geofisika ITB.

CCS, Proyeksi Energi Bebas Emisi
Sebagai salah satu penggagas proyek perintis teknologi Carbon Capture Storage (CCS) pertama di Indonesia, Rachmat Sule berbagi wawasan mengenai CCS di Gundih, Jawa Tengah. CCS merupakan upaya untuk menangkap karbon dioksida hasil emisi produksi energi, seperti migas ataupun batubara, dan menginjeksikannya ke reservoir. Setelahnya, dilakukan monitoring pada reservoir untuk memastikan tidak ada kebocoran. Berkaca pada rencana Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebanyak 26% pada tahun 2020, hal ini menjadi penting untuk diteliti agar dapat diaplikasikan.

Gol dari proyek yang merupakan kerja sama dari banyak pihak ini adalah menciptakan standard operasi CCS tatkala diterapkan di Indonesia. Saat ini pengerjaan proyek CCS Gundih telah sampai pada survei guna mengetahui preferensi area penelitian. Rencananya, di tahun 2017 injeksi karbondioksida dan monitoring sudah dilakukan. "Tidak hanya disimpan, nantinya karbon dioksida yang diinjeksikan dipergunakan untuk EOR (Enhance Oil Recovery) yaitu mendorong minyak tua," jelas Rachmat.

Kesaktian Energi Panas Bumi
Ulasan selanjutnya oleh Ir. Nenny membahas produksi dan pemanfaatan energi panas bumi. Sumber panas yang banyak dimanfaatkan adalah hidrotermal, yaitu uap panas, air panas, atau campuran keduanya yang masih terjangkau dengan pemboran. Hidrotermal membangkitkan listrik dengan mengalirkan uap di permukaan ke turbin sehingga menggerakkan sudut turbin ke generator. Uap akan masuk ke kondensator sehingga dihasilkan air yang kemudian dialirkan kembali ke sumur injeksi. Sistem ini dapat dilihat di Kamojang dan Darajat. Di samping itu, terdapat pula sumur yang mengeluarkan dua fasa panas berupa uap dan air. Sumur jenis ini, seperti yang terdapat di Wayang Windu dan Salak, terlebih dahulu harus dilakukan pemisahan fasa.

Potensi panas bumi dapat didayagunakan untuk berbagai hal. Nenny menjelaskan, antara lain pemanas ruangan, pemanasan tanah pada pertanian, pemandian air panas (Ciater), sterilisasi media jamur (Kamojang), efektivitas pengolahan gula aren (Tomohon), pengeringan kopra (Lampung), hingga pengadaan geopark.

Investasi Tepat Wujudkan Kemandirian Energi Indonesia
Salah satu penyebab kebutuhan energi fosil yang masih menjadi primadona dunia adalah transportability-nya yang efisien. Ketergantungan yang sama di negara ini memberi dampak besar pada harga minyak di dalam negeri saat terjadi perubahan pasokan dan kebutuhan dunia. Agar dapat bertahan, menurut Hamid, Indonesia perlu mengubah pola pikir. "Sense of crisis dibutuhkan untuk melakukan suatu usaha yang berbeda dan membandingkan hasil pendapatannya," jelas Hamid. Selain itu ketahanan energi juga bergantung dengan adaptasi dari struktur biaya dan birokrasi. "Indonesia harus berubah dan perubahan ada di tangan kalian," tukasnya.

Menipisnya cadangan migas, menurut Darmo, adalah saat yang tepat untuk tidak sekadar menjadikannya komoditas, namun juga penggerak ekonomi. Realisasinya dapat dilakukan dengan membangun infrastruktur yang berkaitan dengan migas guna membuka lapangan kerja baru bagi daerah yang bersangkutan. Contoh yang dapat dieksekusi adalah proyek LNG Masela.

Secara umum, infrastruktur energi adalah penentu pengembangan sumber daya. "Proyek 35000 MW, misalnya, membutuhkan pembangunan pembangkit secara besar-besaran. Perlu dipikirkan siapa yang akan membuat itu semua, baru kemudian mengenai dana," ujar Amien Sunaryadi. "Kemandirian  terhadap ketahanan energi berarti harus mandiri di bidang infrastruktur, manufaktur, sekaligus teknologi," tutupnya.
 


scan for download