Menteri Agama RI: Totalitas dan Prioritas dalam Dwifungsi Kodrati

Oleh Cintya Nursyifa

Editor -

Bandung, itb.ac.id - Telah menjadi fitrah tiap insan berperan sebagai makhluk individu sekaligus sosial. Relasi vertikal dengan Tuhan, begitupun relasi horizontal sesama tentulah harus presisi. Bukan tentang prioritas,keduanya utama, demi keseimbangan ukhrawi dan duniawi. Bagai dua keping mata uang, dua sisi yang berbeda namun selalu beriringan enggan terpisah. Begitulah yang disampaikan Menteri Agama RI, Lukman Hakim Saifuddin di Aula Barat ITB pada Senin ( 27/07/15) saat menyampaikan tausiah dalam Silaturahmi Idul Fitri 1436 H.

Insan Religi Bumi Pertiwi

Sebagai insan yang diberikan peran oleh Tuhan menjadi hamba yang taat dan pengelola alam sebagai titipan patutlah manusia itu selalu beriman. Keimanan seseorang dapat ditunjukan dari ketundukkan, kepasrahan, dan keberserahan diri pada Tuhan. Hal itu yang kemudian termanifestasikan untuk mewujudkan pelaksanaan dwifungsi manusia tersebut. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang religius dalam berkeyakinan. Terutama keyakinan atau agama merupakan unsur mutlak dalam berbangsa. Sudah menjadi suatu kewajiban bagi kita untuk mengangkat esensi dari agama itu sendiri.

Menteri  yang kembali menjabat pada pemerintahan Presiden Joko Widodo ini, sempat membahas ketidakjelasan kasus Tolikara sebagai sebuah konflik agama. Lukman mengawali dengan ungkapan "Semua agama itu pada dasarnya ajarannya adalah untuk kebajikan, untuk memanusiakan manusia. Agar manusia dapat menjalankan fungsi sesuai kodratnya,". Menurutnya tidak masuk akal jika kekerasan mengatasnamakan agama. Hal itu sangat mengotori kesucian sejarah bangsa yang menjunjung nilai-nilai luhur agama dalam kebhinekaan. "Sungguh ironi jika terjadi konflik justru karena agama," lanjutnya. Pada dasarnya, faktor utama mengenai permasalahan ini adalah keterbatasan memahami esensi suatu keyakinan, bisa jadi ada pihak yang menggunakan agama sebagai alat dalam menjalankan suatu misi tertentu, hal tersebut masih dalam pengusutan pihak berwajib. 

Hal-hal tersebut juga terkait keshalehan sosial yang seharusnya seimbang dengan keshalehan diri begitupun jiwa. Tingkah laku (akhlak) dalam keshalehan sosial menunjukan norma dalam agama yang hakiki. Rasul pun diutus untuk menyempurnakan akhlak. Kembali lagi pada fungsi manusia yang horizontal, seharusnya akhlak yang baik dapat diwujudkan dalam tiap perlakuan pada sesama manusia. Bagi bangsa Indonesia sendiri yang sarat akan aneka tradisi yang khas dari masing-masing daerah tidak menjadikan perbedaan perlakuan pada sesama. Justru akan selalu ada tradisi yang mempersatukan kenakeragaman budaya tersebut. Salah satunya adalah halal bihalal. Diperhatikan dari namanya, tentu sebagian orang akan menganggap tradisi tersebut berasal dari Arab. Padahal bangsa Arab sendiri tidak mengenal istilah "halal bihalal". Hal ini juga menunjukan betapa orang Indonesia tidak sekedar berkeyakinan, namun tetap memadukannya dengan budaya dan tradisi. Perpaduan tersebut menjadikan kedekatan masyarakat akan keyakinannya tidak terelakkan lagi. nilah yang menjadikan ciri suatu masyarakat religi.

Alumni ITB Sebagai Sumber Teladan

ITB dinilai sebagai kampus ternama dan terbaik di mata Lukman yang juga merupakan putra Menteri Agama periode jauh sebelum sekarang. Menurutnya, ITB memiliki lulusan yang mempunyai kepercayaan diri yang tinggi, ikatan kekeluargaan yang erat meskipun lintas generasi, dan mampu berprestasi baik dalam bidang yang di dalami, maupun bing lain. Beberapa tokoh, seperti Ir. Soekarno dan Hatta Rajasa menjadi saksi bahwa sosok insan akademis yang mampu memberi manfaat lebih di bidang manapun. Semakin banyak bidang dan keahlian, semakin banyak manfaat yang dapat didapatkan serta  menunjukkan cerminan profil lulusan ITB yang selalu berusaha menjadi yang terbaik. "Rasul mengatakan, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat," tutur Lukman dalam acara tersebut.

scan for download