Komune Rakapare: Perjuangkan Keadilan di Tanah Karawang

Oleh Ninik Susadi Putri

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Hakikat manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak terlepas dari kehidupan sosialnya. Adanya interaksi di dalam kehidupan sosial tidak jarang memunculkan konflik dan permasalahan antara individu maupun kelompok. Mahasiswa ITB bersama gabungan mahasiswa dari universitas lain membentuk sebuah gerakan bernama Komune Rakapare. Komune Rakapare dibentuk untuk memecahkan sengketa tanah yang terjadi di Telukjambe, Karawang. Gerakan sosial ini terdiri dari berbagai latar belakang pemuda pemudi di Indonesia yang berlandaskan dasar kemanusiaan. Komune Rakapare melihat dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di Karawang. Gerakan ini turun langsung ke lapangan serta mengampanyekan keadilan dengan menyebarluaskan isu ini agar masyarakat Indonesia sadar ada kemanusiaan yang sedang diperjuangkan.

"Adanya kekosongan pergerakan mahasiswa di Indonesia," ucap Andi Batara (Kajian Seni 2010) selaku pendiri sekaligus Ketua dari Komune Rakapare. Kosongnya pergerakan mahasiswa ini menjadi sebuah titik awal Komune Rakapare dicetuskan dalam rangka mengobarkan semangat kemanusiaan. Semangat ini tumbuh di dalam jiwa aktivis pemuda saat melihat pemberitaan di media mengenai ketidakadilan yang terjadi. Untuk itu, diperlukan sebuah wadah bagi para pemuda di Indonesia dalam memerangi ketidakadilan serta memperjuangkan kemanusiaan. "Idealisme pemuda akan mati jika hanya bergerak sendirian, pergerakan itu butuh teman," tutur Andi. Gerakan ini menunjukkan kembali peran mahasiswa yang memberikan perubahan secara langsung dalam isu-isu yang terjadi saat ini. Terdiri dari mahasiswa yang berasal dari berbagai bidang ilmu yang saling bekerja sama untuk mencari solusi dan mengkaji masalah dari berbagai sudut pandang keilmuan.


Dalam menyelesaikan masalah di Karawang, Rakapare menggunakan pandangan secara holistik agar tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Membawa slogan "Padi Tumbuh Tidak Berisik" ini memiliki dua arti, yaitu arti makna bagi perusahaaan dan arti kedua bagi petani. Makna bagi perusahaan adalah agar pengusaha membiarkan padi tetap tumbuh dan tidak ada yang merasa terganggu satu sama lain. Sedangkan makna bagi petani adalah kita harus seperti padi yang semakin berisi semakin merunduk sehingga jangan sampai berisik. Selanjutnya, Rakapare melakukan social mapping untuk memetakan masalah apa saja yang terjadi di wilayah tersebut. Rakapare meneliti siapa saja pihak-pihak yang terkait dalam peristiwa ini dan kepentingan yang dituju oleh masing-masing pihak.


Sampai saat ini Rakapare sudah melakukan pemetaan sosial dua kali selama 2 bulan. Rakapare mencoba mengkaji kembali apakah kawasan Karawang tersebut sudah siap menjadi kawasan industri dan bagaimana implementasinya. Dengan Karawang yang dahulu dikenal sebagai lumbung padi, masih banyak sumber mata pencaharian penduduknya dari bertani. Rakapare juga berhasil menghimpun banyak sekali data dari hasil pemetaan sosial yang dilakukan. Dengan berbagai data yang telah dihimpun tersebut, saat ini Komune Rakapare telah berhasil membuat kronologi kepemilikan tanah mulai dari tahun 1830 s.d. 2014. Data yang dihimpun ini diolah oleh mahasiswa dari berbagai bidang keilmuan sehingga didapatkan hasil analisa yang komprehensif karena menggunakan helicopter view.

7 Hal Menarik Temuan Rakapare
Seperti yang disitat dari laman rakapare.org, terdapat tujuh hal menarik yang ditemukan saat tinggal di Karawang. Hal pertama adalah cuaca panas di Karawang yang mencapai 31 derajat Celcius ditambah dengan minimnya pepohonan di Telukjambe Barat. Kedua, Desa Margamulya adalah salah satu desa yang tersangkut sengketa agraria. Saat ini, warga yang bermukim telah membongkar rumahnya dan membangun rumah baru yang sangat sederhana di luar desa.


Ketiga, setiap harinya ada 1000 keamanan disebar untuk mengamankan lahan di Karawang. Mereka berjaga di warung-warung sekitar lahan untuk mengamati gerak-gerik para warga. Keempat, terdapat dua pemakaman berkelas internasional di Karawang yang menjadi sumber penghidupan warga Telukjambe Barat. Kelima, saat melakukan pemetaan sosial tim Rakapare bertemu dengan Amun. Amun yang akrab dipanggil Abah Amun dulunya adalah seorang prajurit Jenderal Sudirman. "Dulu sawah di Karawang ditanami padi, sekarang sawah ditanami beton," ujar Amun. Keenam, hanya ada satu bangunan sekolah di Desa Margamulya. Bangunan yang hanaya terdiri dari 3 ruang kelas harus dibagi menjadi ruang belajar bagi murid SD dan SMP. Terakhir, tidak ada angkutan umum menuju Desa Margamulya. Akses ini yang membuat para penduduk harus memiliki kendaraan pribadi.   

Ingin Bangkitkan Semangat Kemahasiswaan

"Target kita adalah kemahasiswaan Indonesia yang cukup besar," ucap Andi dengan semangat. Rakapare ingin membangkitkan kembali sebuah wacana pergerakan mahasiswa yang saat ini kurang terdengar gaungnya. Menurut Andi, gerakan pemuda Indonesia seharusnya tidak berakhir hanya dari pemikiran serta tulisan-tulisan tetapi perlu sikap nyata. Sejak dahulu pergerakan mahasiswa merupakan tonggak pergerakan bangsa.

Maka dari itu, Rakapare sebagai sebuah wujud pengeraman ide bertahun-tahun bahwa pergerakan mahasiswa harusnya seperti ini yang sesuai dengan zamannya. Dibawakan dengan cara hips anak muda, misi Rakapare sendiri yaitu mencari keadilan dan mengkampanyekan keadilan. Saat ini, Komune Rakapare giat melakukan roadshow untuk mengampanyekan isu ini agar nantinya pergerakan mahasiswa berkumpul di satu titik yang sama untuk memperjuangkan keadilan dan kemanusiaan. "Parameter keberhasilan kami adalah nantinya pemuda-pemuda Indonesia aktif lagi dan berjejaring untuk menyelesaikan suatu permasalahan serta tidak bingung kemana harus menyalurkan pemikirannya," tutur Andi.

Sumber Foto: rakapare.org


scan for download