Prof. Dr. Andreanus Andaja Soemardji: Jangan Tertipu oleh Minuman Isotonik

Oleh Mega Liani Putri

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Indonesia adalah negara yang merdeka sejak tahun 1945. Merdeka yang dimaksud dapat diaplikasikan di segala bidang kehidupan, termasuk hal-hal yang terkait dengan marketing pangan. Prof. Dr. Andreanus Andaja Soemardji, seorang guru besar di bidang keahlian Imunologi-Farmakologi Sekolah Farmasi ITB, menilai bahwa Indonesia belum benar-benar merdeka dalam hal tersebut. Demi pihak-pihak tertentu, pangan seringkali dijadikan media untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan seringkali tidak konsekuen dengan kualitasnya. Hal ini berdampak serius terhadap kesehatan masyarakat. Salah satu komoditi pangan yang menjadikan Indonesia sebagai target pasarnya adalah minuman isotonik. Namun, apakah minuman isotonik benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia?

Apa itu Minuman Isotonik?

Prof. Andre menjelaskan bahwa minuman isotonik adalah minuman yang memiliki komposisi yang disesuaikan dengan komposisi cairan tubuh agar memiliki tekanan osmosis yang sama. Tekanan osmosis erat kaitannya dengan kemampuan air atau pelarut untuk melalui membran sel (permeabilitas membran).  Minuman isotonik diperlukan untuk mengatasi kekurangan air dan mineral di dalam tubuh. Ada beberapa mineral yang krusial di dalam sel tubuh manusia, yaitu Na, K, Cl, Ca, dan Mg. Ca dan Mg adalah ion-ion yang sangat dibutuhkan untuk kontraksi otot. Kekurangan air dan mineral yang terkandung di dalamnya diakibatkan oleh ekskresi yang berlebihkan. Kekurangan tersebut dapat terjadi karena aktivitas (contoh: olahraga) dan sakit (contoh: diare). Tanda-tanda bahwa seseorang mengalami kekurangan air dan mineral adalah  mudah lelah, kulit kering, dan sering mengantuk.

Apakah Kita Butuh Minuman Isotonik?

"50-70% tubuh manusia adalah air. 40% di antaranya berada di dalam sel dan lebih kurang 30% lainnya berada di luar sel. Kuantitas air tersebut harus dijaga keseimbangannya di dalam tubuh, baik itu jumlah yang keluar maupun yang masuk. Ginjal memegang peranan penting dalam mengatur tata keseimbangan cairan elektrolit tubuh tersebut. Ada pula ADH (Antidiuretic Hormone) yang mengatur air dan elektrolit yang ada," jelas Prof. Andre.

"Minuman isotonik bermanfaat bagi mereka yang kehilangan cairan tubuh atau dehidrasi. Namun jika berlebihan, hal ini akan menyebabkan ginjal harus bekerja ekstra keras dan berisiko gagal ginjal," tambahnya.

Orang-orang yang aktif bergerak atau yang mengalami diare adalah sejatinya sasaran dari pengadaan minuman isotonik. Namun kini, minuman isotonik sudah menjadi bahan komersil yang dapat dikonsumsi sehari-hari oleh masyarakat pada umumnya. Padahal, tidak semua orang membutuhkan asupan tambahan air dan mineral. Hal ini tentu akan hanya menjadi kebiasaan yang mubazir. Zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh sesungguhnya akan dikeluarkan begitu saja oleh sistem ekskresi manusia. Malah, konsumsi yang berlebihan hanya akan membuat lelah organ-organ tubuh, terutama ginjal.

Aktivitas Mahasiswa dan Minuman Isotonik

Di kampus, minuman isotonik dengan mudah dapat ditemukan. Banyak mahasiswa yang mengonsumsi berbagai merek minuman botol yang dipercaya mengandung ion-ion yang dibutuhkan oleh tubuh. Prof. Andre menilai bahwa mahasiswa tidak butuh minuman isotonik jika aktivitasnya tidak sebanding dengan olahraga dan kondisi saat diare.

"Kalau hanya melakukan aktivitas sehari-hari seperti belajar, berorganisasi, jalan kaki, bukan aktivitas berat, mahasiswa tidak perlu mengonsumsi minuman isotonik," klaimnya.

Belajar dari Pengalaman Pahit Amerika

Amerika pernah menggembar-gemborkan pentingnya mengonsumsi suplemen vitamin pada tahun 1980-an. Masyarakat pun mengikuti tren tersebut. Entah siapa yang harus dipersalahkan, ternyata evaluasi pemerintah menunjukkan bahwa yang akhirnya terjadi adalah over-nutrition pada tahun 2000. Pemerintah Amerika kemudian menyadari bahwa tidak semua orang membutuhkan pasokan gizi tambahan selain dari sumber makanan pokok sehari-hari.

Masyarakat Indonesia memang harus lebih hati-hati dan kritis saat menyaksikan marketing produk melalui iklan di berbagai media massa, apalagi terkait dengan produk pangan dan kesehatan. Jika perlu, konsultasi dengan para ahli harus dilakukan agar masyarakat Indonesia tidak salah mengonsumsi makanan dan minuman yang disangka mampu meningkatkan daya tahan tubuh. Tentu sayang jika apa yang dimakan ternyata tidak berfaedah dan malah merusak tubuh kita, bukan?

 

*Ilustrasi dari berbagai sumber


scan for download