Mahasiswa ITB Juarai Lomba Studi Kasus Ledakan Kilang Minyak Montara

Oleh Fathir Ramadhan

Editor -

BANDUNG, itb.ac.id - Pada Agustus 2009, kilang minyak Montara yang dikelola PTTEP Australia meledak. Ledakan ini memicu tumpahnya 1,2 juta galon minyak ke Laut Timor. Society of Petroleum Engineers Universitas Indonesia (SPE UI) mengadakan kompetisi studi kasus akan aspek teknis, ekonomi, dan hukum mengenai insiden ini. Kompetisi yang menuntut pengetahuan multidisiplin ini akhirnya dimenangkan oleh ITB.
Kompetisi dilaksanakan pada Jumat-Minggu (11-13/11/11) di Fakultas Teknik Universitas Indonesia. ITB mengirimkan dua tim. Tim pertama yang beranggotakan Yosaka Eka Putranta (Teknik Perminyakan 2009), Fathir Ramadhan (Teknik Industri 2008), dan Rifan Ibnu Rahman (Sekolah Bisnis dan Manajemen 2009) keluar sebagai juara. ITB mengungguli tim-tim tangguh dari Universiti Teknologi Malaysia, Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, serta Universitas Pembangunan Nasional.

Tim kedua yang beranggotakan Melliza Pretty Putri Utami (Teknik Lingkungan 2008), Meutia Arinta Kusprameswari (Teknik Lingkungan 2009), serta Vicario Reinaldo (Teknik Industri 2010) berhasil sampai pada babak semifinal.

Pada studi kasus, peserta diharuskan: (1) memahami aspek teknis pertumpahan minyak di perairan laut; (2) menghitung nominal klaim ganti rugi yang harus diajukan pemerintah Indonesia kepada pemerintah Australia dan PTTEP Australia; serta (3) merumuskan tindak lanjut yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia, baik dalam aspek hukum maupun sosial.

Kejuaraan ini merupakan kombinasi antara berbagai cabang ilmu teknik, serta disiplin ilmu ekonomi, hukum, dan hubungan internasional. Untuk dapat menyelesaikan studi kasus, peserta harus memiliki pengetahuan luas dan kemampuan mengintegrasikan pemahaman menjadi solusi yang diajukan.


Tantang Kemampuan Meneliti dan Berpikir Kritis

Kompetisi yang berada di bawah payung 'SPE Environment Days' ini menantang kemampuan meneliti serta pemikiran kritis para pesertanya. Untuk menghitung nominal klaim ganti rugi, Yosaka dan Fathir melakukan studi literatur selama beberapa hari mengenai dampak insiden terhadap perekonomian provinsi Nusa Tenggara Timur dan sekitarnya. Studi ini memberi tantangan tersendiri, karena data yang terdapat di internet seringkali tidak lengkap, bahkan dapat bertentangan satu sama lain.

"Indonesia tidak segera melakukan penelitian mengenai dampak insiden terhadap perekonomian dan lingkungan hidup di sekitar Laut Timor," ujar Yosaka. "Akhirnya, penelitian mengenai dampak insiden dilakukan secara terpisah oleh LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat - red) di Kupang, beberapa lembaga pemerintah, pihak pemerintah Australia, serta pihak perusahaan PTTEP. Tidak jarang penelitian ini memberikan hasil yang berbeda-beda,"

Setelahnya, informasi yang didapat dari studi literatur diinputkan ke dalam model matematis yang menghitung dampak finansial pertumpahan minyak terhadap lingkungan. Tim ITB menggunakan model matematis yang dikembangkan oleh Dagmar Schmidt Etkin untuk Environmental Protection Agency (EPA) Amerika Serikat. Model ini dipilih karena telah mempertimbangkan aspek-aspek spesifik, seperti jenis minyak, sensitivitas habitat, medium yang terkena dampak, serta nilai sosioekonomis habitat. 

"Jenis minyak light fuels dan crude oil akan memberi dampak berbeda terhadap lingkungan yang dicemarinya. Perbedaan fungsi perairan yang tercemar juga akan memberi dampak sosioekonomis yang berbeda. Hal ini dapat diakomodasi oleh model matematis. Misalnya saja, peubah 2 diinputkan pada model jika perairan yang tercemar merupakan sumber nafkah bagi penduduk setempat, sedangkan peubah 0.3 diinputkan jika perairan yang dimaksud hanya digunakan untuk kepentingan industri," jelas Fathir.

"Model matematis yang kami pilih dapat mengakomodasi keadaan-keadaan spesifik ini, sehingga meningkatkan akurasi hasil perhitungan." tambahnya. Nominal klaim ganti rugi yang didapat dari perhitungan ternyata jauh lebih besar daripada nominal yang saat ini diajukan pemerintah Indonesia sebesar 22 triliun rupiah. 

Berkaitan dengan tindak lanjut, Rifan mengusulkan agar pemerintah Indonesia membentuk joint team dengan pemerintah Australia, LSM Yayasan Peduli Timor Barat, serta PTTEP Australia. Setelah joint team dibentuk, dilakukan negosiasi ulang dengan PTTEP Australia. Negosiasi diharapkan memberi hasil lebih baik karena Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih tinggi setelah tergabung dalam joint team.

Jika negosiasi tidak berjalan, pemerintah Indonesia dapat mengajukan arbitrase kepada pemerintah Australia. Jika masih tidak berjalan, barulah mengupayakan melalui lembaga internasional seperti International Court of Justice (ICJ).

scan for download